Strategi Penataan Pedagang Kaki Lima di Jalan Dewi Sartika Kota Bogor
Abstract
Dinamika pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dunia tidak hanya dipengaruhi oleh sektor formal, namun juga dipengaruhi oleh sektor informal. Sektor informal turut berkontribusi dalam kegiatan ekonomi, terutama di negara-negara berkembang di dunia (Loayza, 1997 : 1). Indonesia menjadi salah satu negara yang juga mengalami perkembangan sektor informal, terutama setelah masa krisis ekonomi tahun 1997 dan 2008/2009 (Mubarok, 2012 : 1). Fenomena perkotaan tersebut juga dialami oleh Kota Bogor yaitu penanganan Pedagang Kaki Lima (PKL). Beberapa hasil pendataan dan penelitian terdahulu, menunjukkan bahwa jumlah PKL di Kota Bogor semakin besar dari tahun ke tahun, dari 2.140 PKL di tahun 1996 menjadi 9.710 di tahun 2012. Lokasi PKL tersebar di 51 titik kota, dengan 3 kawasan prioritas yaitu Jalan MA Salmun, Jalan Nyi Raja Permas, dan Jalan Dewi Sartika. 2 tiitk kawasan prioritas telah dibenahi yaitu di Jalan MA Salmun dan Nyi Raja Permas, sedangkan Jalan Dewi Sartika masih dipenuhi PKL. Jumlah PKL di Jalan Dewi Sartika (Taman Topi) sebanyak 323 PKL (Kantor KUMKM, 2014). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan alternatif strategi terhadap penataan PKL di Kota Bogor yang akan berdampak pada efektivitas penataan PKL, dengan cara mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik PKL di Jalan Dewi Sartika (Sekitar Taman Topi), mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal yang berpengaruh terhadap pembinaan PKL di Jalan Dewi Sartika serta merumuskan alternatif-alternatif strategi dan program dalam penataan PKL di Jalan Dewi Sartika. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dengan mengambil 50 sampel responden untuk PKL di Jalan Dewi Sartika untuk mendapat gambaran karakteristik PKL dan 50 sampel pembeli/masyarakat untuk mendapat gambaran preferensi masyarakat tentang PKL. Selain itu penetapan startegi penataan PKL menggunakan analisa SWOT dan Analitical Hierarchy Process (AHP). Hasil penelitian menggambarkan karakteristik umum PKL yang rata-rata berpendidikan rendah (54%) dan bermodal kecil (32%). PKL memiliki motivasi berdagang karena akibat PHK (34%). Sementara itu, masyarakat membutuhkan keberadaan PKL, namun merasa terganggu akibat banyak ruang publik yang digunakan sehingga tidak nyaman (40%). Dari hasil identifikasi faktor internal dan eksternal terhadap penataan PKL, yang kemudian dianalisis dengan Internal Factor Evaluation (IFE) dan Eksternal Factor Evaluation (EFE) dan analisis SWOT, dihasilkan empat strategi alternatif dalam penataan PKL antara lain : tinjau ulang Kebijakan tentang PKL, Meningkatkan Kemitraan Pemerintah dengan PKL, Memfasilitasi Ruang Usaha dan Rasa Aman Berusaha, dan Mengoptimalkan Sarana Prasarana Kota. Empat alternatif strategi tersebut kemudian dianalisis menggunakan Analitical Hierarchy Process (AHP) dengan menggunakan matrik yang memperhatikan aspek fokus, faktor, aktor, tujuan, dan alternatif strategi. Dengan perhitungan AHP menggunakan Expert Choice 10, dihasilkan bahwa secara 4 berurutan strategi yang diprioritaskan dalam penataan PKL di Kota Bogor adalah Review Kebijakan tentang PKL (0.350), meningkatkan Kemitraan Pemerintah dengan PKL (0.267), memfasilitasi Ruang Usaha dan Rasa Aman Berusaha (0.218), dan mengoptimalkan Sarana Prasarana Kota (0.165). Penataan PKL menjadi agenda prioritas di Kota Bogor untuk dilaksanakan dengan pendekatan regulasi dan teknis yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Keberadaan PKL harus menjadi potensi ekonomi kota, tanpa menurunkan nilai esetika kota. Perlu kemitraan yang berkelanjutan antara Pemerintah, PKL, masyarakat, swasta, dan akademisi.
Collections
- MT - Professional Master [887]