Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) di Kabupaten Pandeglang
View/ Open
Date
2014Author
Hilal, Syamsu
Sarma, Ma’mun
Baga, Lukman M.
Metadata
Show full item recordAbstract
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2012),jumlahpendudukmiskin di Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,66%). Dari jumlah tersebut, sekitar 18,08 juta orang(14,70%) penduduk miskin berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian. Salah satu permasalahan mendasar yang dihadapi petani adalah kurangnya akses terhadap sumber permodalan.Untuk mengatasi masalah tersebut,tahun 2008 Kementerian Pertanian menggulirkan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP).Setiap Gabungan KelompokTani (Gapoktan) PUAP menerima bantuan dana bergulir sebesar Rp 100 juta. Pelaksanaan program PUAP oleh Gapoktan didampingi oleh Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT). Jumlah Gapoktan PUAP di Kabupaten Pandeglang hingga tahun 2012 sebanyak 257 Gapoktan. Dari jumlah tersebut, Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) yang berhasil ditumbuhkan hanya 16 LKMA (6,23%). Setelah LKMA ditumbuhkan, pekerjaan yang harus dilakukan selanjutnyaa dalah menjaga kinerja LKMA agar berfungsi secara baik dan berkesinambungan. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan untuk menghasilkan strategi pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang. Indikator keberhasilan kinerja Gapoktan PUAP diukur dari kemampuan lembaga tersebut dalam menyalurkan, mengelola, dan mengembangkan dana PUAP.itu, Gapoktan harus memiliki organisasi yang kuat. Proses analisis perlu dilakukan untuk mengetahui kinerja Gapoktan dalam pengelolaan dana PUAP. Sedikitnya jumlah LKMA di Kabupaten Pandeglang yang berhasil ditumbuhkan selama tahun 2008 – 2012 memunculkan pertanyaan, bagaimana proses penumbuhan LKMA pada Gapoktan penerima dana PUAP?Padahal Kementerian Pertanian telah menerbitkan buku Pedoman Penumbuhan LKMA pada Gapoktan PUAP dan beberapa buku pedoman pendukungnya. LKMA yang sudah terbentuk diharapkan dapat menyelesaikan persoalan pembiayaan petani skala mikro dan buruh tani yang jumlahnya cukup besar di perdesaan. Peran LKMA akan terlihat setelah dilakukan kajian untuk menemukan jawaban atas pertanyaan, bagaimana kinerja LKMA dalam pengembangan program PUAP.Selanjutnya, hasil analisis kinerja Gapoktan, evaluasi penumbuhan LKMA, dan kajian terhadap kinerja LKMA di Kabupaten Pandeglang diharapkan dapat dijadikan acuan untuk merumuskan strategi pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA). Penelitian ini bertujuan untuk; (1) menganalisis kinerjaGapoktan dalam pengelolaan dana PUAP; (2) mengevaluasi proses penumbuhan LKMA pada Gapoktan PUAP; (3) mengkajikinerja LKMA pada Gapoktan PUAP; dan (4) merumuskan strategi pengembangan LKMA sebagai lembaga permodalan petani. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Pandeglang, Banten pada Juli– Oktober 2013.Penentuan LKMA sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel secara sengaja dari 16 LKMA yang ada di Kabupaten Pandeglang berdasarkan tahun PUAP, jenis usaha dominan, legalitas LKMA, dan nama PMT yang menjadi pendamping. LKMA sampel berjumlah 8LKMA, sedangkan jumlah responden yang diwawancari sebanyak 106 orang. Analisis kinerja Gapoktan PUAP, evaluasi proses penumbuhan LKMA pada Gapoktan PUAP, dan kajian terhadap kinerja LKMA dalam pengembangan program PUAP dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif. Bobot nilai atas setiap jawaban dari pertanyaan yang diajukan kepada respoden menggunakan skala Likert (5, 4, 3, 2, 1) dan Binner (1 dan 0). Sedangkan untuk perumusan strategi pengembangan LKMA menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Setelah dilakukan analisis, evaluasi, dan kajian diperoleh kesimpulan bahwa kinerja Gapoktan PUAP di Kabupaten Pandeglang secara umum dikategorikan “baik” pada aspek kelembagaan dan organisasi, penyaluran dana PUAP, dan pengembangan dana PUAP. Sedangkan kinerja pada aspek kerjasama dengan lembaga lain dikategorikan “kurangbaik”. Penumbuhan LKMA pada Gapoktan PUAP dikategorikan “baik” pada tahapan persiapan. Sedangkan pada tahapan pelaksanaan dan persiapan pengembangan LKMA, hasilnya dikategorikan “kurangbaik”. Kinerja LKMA di Kabupaten Pandeglang pada aspek pengembangan dana PUAP secara umum dikategorikan “buruk”. Hal ituditunjukkan oleh tingginya angka kredit macet yang mencapai 62,03persen. Berdasaarkan hasil temuan di atas, factor penting yang harus diperhatikan dalam pengembangan LKMA di Kabupaten Pandeglang adalah penegasan aspek profitabilitas dalam pembentukan LKMA, peningkatan kualitas SDM pengurus Gapoktan dan LKMA, peningkatan peran PMT dalam pendampingan, penguatan pendanaan dan kemitraan, serta peningkatan produksi dan fasilitasi pemasaran hasil produksi. Keempat factor inilah yang menjadi dasar dalam penyusunan program pengembangan LKMA di KabupatenPandeglang.
Collections
- MT - Professional Master [880]