Dinamika Perubahan Sosial di Kawasan Mamminasata – Provinsi Sulawesi Selatan
View/ Open
Date
2014Author
Widiatri, Rimarty Anggun
Dharmawan, Arya Hadi
Kinseng, Rilus A.
Metadata
Show full item recordAbstract
Pembangunan wilayah dengan membentuk beberapa Kawasan Strategis Nasional (KSN) sebagai saluran untuk mengejar percepatan pembangunan ekonomi nasional tidak terlepas oleh usaha pemerintah untuk mewujudkan komoditas yang dapat bersaing di pasar global dari pembentukan sistem hubungan perekonomian yang strategis dalam kerjasama bilateral maupun multirateral dengan negara-negara pengekspor, terutama di negara maju. Pembangunan Kawasan Perkotaan Mamminasata merupakan satu kesatuan kawasan perkotaan yang terdiri atas Kota Makassar sebagai kawasan perkotaan inti, Kawasan Perkotaan Maros di Kabupaten Maros, Kawasan Perkotaan Sungguminasa di Kabupaten Gowa, Kawasan Perkotaan Takalar di Kabupaten Takalar sebagai kawasan perkotaan di sekitarnya yang membentuk kawasan metropolitan. Salah satu tujuan dari pembukaan Penataan ruang Kawasan Perkotaan Mamminasata adalah mewujudkan kawasan Perkotaan Mamminasata sebagai salah satu pusat pertumbuhan wilayah dan/atau pusat orientasi pelayanan berskala internasional serta penggerak utama di Kawasan Timur Indonesia. Penerapan konsep pembangunan kota terintegrasi tentunya memberi dampak perubahan yang besar pada masyarakat lokal terutama berada pada kawasan yang mengalami perubahan fungsi ruang tersebut, yakni tingginya frekuensi pelepasan tanah terhadap petani yang memiliki dan atau mengolah lahan pertanian produktif. Transformasi tata ruang berupa pembangunan Mamminasata ini sering mengambil peran dan memberikan pengaruh besar pada setiap kelembagaan sosial , menyentuh setiap setiap komunitas dan memberikan pengaruh pada pandangan hidup individu. Upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan mengembangkan sektor perdagangan dan perindustrian ditandai dengan semakin pesatnya pembangunan yang berbasis ekonomi pasar terjadi di Sulawesi Selatan, terutama di kota Makassar dan kabupaten di sekitarnya (khususnya Kabupaten Gowa, Maros dan Takalar) yang langsung menjadi kawasan pembukaan kota Mamminasata. Sehingga dalam deskripsi di atas sangat patut untuk mengkajinya dengan meneliti bagaimana pembangunan Mamminasata mendorong terjadinya dinamika perubahan sosial masyarakat lokal ? Pelaksanaan pengumpulan data telah dilakukan pada bulan Juli hingga bulan September 2013 dengan mendapatkan data mengenai perubahan sosial terhadap informan kasus melalui bentuk dampak-dampak perubahan yang dialami oleh kasus yang berada pada kedua lokasi yang muncul dari dimensi lingkungan, ekonomidan aspek sosial-budaya.Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dimana dilakukan pendalaman kasus melalui wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap informan secara purposive sampling untuk menjelaskan bagaimana penilaian masyarakat perubahan-perubahan struktur dan kultur yang terjadi pada perubahan dan itu dan reaksi masyarakat terhadap perubahan tersebut baik ditinjau dari dimensi lingkungan, ekonomi dan sosial-budaya. iii Hasil studi menunjukkan bahwa terjadinya perubahan sosial di Lingkungan Samata dan Borongraukang merupakan proses komersialisasi kawasan desa (rural commercialization) yang terjadi akibat pembangunan kawasan Mamminasata yang membuka hubungan langsung antara kota terhadap desa. Perubahan ini disebabkan oleh adanya kebijakan pembangunan kawasan Mamminasata yang memasukkan wilayah desa persawahan sebagai bagian dari wilayah pembangunan jalan kawasan Mamminasata. Faktor internal dari sebab terjadinya perubahan sosial yaitu semakin tingginya nilai harga jual akibat permintaan akan lahan yang terus meningkat, mengakibatkan masyarakat lokal terdorong untuk melepaskan lahannya. Perubahan fisik yang paling tampak adalah perubahan lingkungan yang sangat drastis khususnya di Lingkungan Samata yaitu terganggunya keseimbangan lingkungan di kawasan persawahan yang ditutup oleh pondasi pemukiman sehingga menyebabkan kekeringan di lingkungan Samata dan di sisi lain membawa musibah banjir dan genangan air di Lingkungan Borongraukang. Memburuknya kondisi lingkungan akibat perubahan perubahan lansekap persawahan menjadi jalan dan pemukiman ini menyebabkan teralienasinya masyarakat dengan ruang aktivitas sosial dan penghidupan mereka dan semakin melemahkan ikatan masyarakat terhadap orientasi nafkah pertanian. Pada dimensi ekonomi, Lingkungan Samata mengalami perubahan yang drastis pada kelembagaan nafkah, dimana sebagian besar nafkah masyarakat berasal dari kota atau sektor non-pertanian seperti supir bentor, penjual sayur dan sebagainya. Berbeda dengan Lingkungan Borongraukang, mengalami perubahan kelembagaan nafkah yaitu hadirnya tengkulak/distributor beras yang berasal dari warga setempat. Selain itu, sebagian kecil petani Borongraukang telah melakukan sistem nafkah ganda di luar desa sehingga terjadi perubahan alokasi sumberdaya manusia yaitu tenaga kerja perempuan yang semakin banyak dilibatkan dalam usahatani. Berkembangnya etika komersialisme warga khususnya di lingkungan Samata ditunjukkan dengan perilaku masyarakat setempat yang mengkomodifikasikan semua bentuk materi, mulai dari lahan hingga adanya upah terhadap tenaga jasa. Pada dimensi sosial-budaya, perubahan yang paling besar terjadi di lingkungan Samata adalah pelapisan sosial masyarakatakibat terjadinya keberagaman nafkah terhadap sektor nafkah di perkotaan semakin besar sehingga menghadirkan struktur baru dalam pelapisan masyarakat. Semakin kompleksnya struktur sosial sehingga perubahan struktur ini mempengaruhi perubahan etika hubungan solidaritas warga yang dahulunya bekerja bersama namun saat ini hanya berupa hubungan yang transaksional yang individualistik. Hal tersebut berdampak pada semakin terpolarisasinya masyarakat dari setiap kelas dan menunjukkan penajaman ketimpangan sosial akibat pembangunan.
Collections
- MT - Human Ecology [2190]