Pengembangan Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran Hutan/Lahan dan Dispersi Asap Berbasis Data Model
View/ Open
Date
2014Author
Heriyanto, Eko
Syaufina, Lailan
Effendy, Sobri
Metadata
Show full item recordAbstract
Pengembangan Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran Hutan/Lahan (SPBK) dilakukan dengan memanfaatkan data model WRF resolusi 9 km. Indeks Fine Fuel Moisture Code (FFMC) atau potensi kemudahan terjadinya kebakaran dan Fire Weather Index (FWI) atau potensi tingkat kesulitan pengendalian kebakaran disusun menggunakan parameter cuaca seperti suhu, kelembapan, kecepatan dan arah angin, serta curah hujan kumulatif. Dilakukan verifikasi terhadap luaran WRF sebelum digunakan untuk menyusun indeks FFMC dan FWI. Indeks FFMC dan FWI luaran WRF dan observasi dibandingkan pada 8 (delapan) lokasi yang tersebar di Sumatera dan Kalimantan. Hasil verifikasi luaran WRF terhadap observasi menunjukkan korelasi yang kuat – sangat kuat dengan rentang nilai 0.53 – 0.80 untuk semua parameter penyusun indeks. Perbandingan indeks FFMC dan FWI luaran WRF dan observasi mempunyai korelasi di atas 0.62 dengan maksimum persentase kesalahan sebesar 0.57. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa luaran WRF dapat digunakan secara baik untuk menyusun indeks FFMC dan FWI pada Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran Hutan/Lahan. Dilakukan simulasi prediksi dispersi asap (hindcast) menggunakan model Weather Research and Forecasting with Chemistry (WRF-Chem) pada kejadian kebakaran hutan/lahan di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Masukan data model menggunakan Global Forecast System (GFS) 0.5º dan emisi global EDGAR. Verifikasi luaran model dispersi asap menggunakan data satelit Atmospheric Infrared Sounder (AIRS-NASA). Hasil verifikasi parameter CO maksimum model WRF-Chem dan data Total Column AIRS mempunyai nilai korelasi diatas 0.61 dan rentang nilai RMSE antara 1.39 – 1.67. Nilai bias model di bawah 1.66, dan mempunyai kecenderungan underforecasting terhadap observasi satelit. Hasil korelasi dan error menunjukkan bahwa hasil simulasi model mempunyai prediksi yang cukup baik. Model ini dapat digunakan sebagai sistem peringatan dini dispersi asap kebakaran hutan/lahan di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Penyebab utama kejadian kebakaran hutan/lahan di Indonesia adalah akibat ulah manusia terutama dalam kegiatan penyiapan lahan. Telah dilakukan analisis data aktivitas masyarakat lokal dalam penyiapan lahan untuk pertanian. Hasil analisis dari kuesioner menunjukkan bahwa aktivitas penyiapan lahan dengan cara dibakar sebesar 70% dan penyiapan lahan tanpa di bakar sebesar 30%. Faktor efisiensi dan biaya yang murah menjadi faktor pendorong utama masyarakat lokal melakukan kegiatan penyiapan lahan dengan cara di bakar.