Kontribusi Lamun Dalam Regulasi Karbon Dan Stabilisasi Ekosistem
View/ Open
Date
2014Author
Rustam, Agustin
Bengen, Dietriech Geoffrey
Arifin, Zainal
Gaol, Jonson Lumban
Metadata
Show full item recordAbstract
Peningkatan CO2 di atmosfer yang terjadi sejak era revolusi industri merupakan salah satu penyebab terjadinya perubahan iklim dan bencana di berbagai belahan dunia. Daratan dengan hutannya yang beralih fungsi lahan belum mampu mengurangi CO2 atmosfer, sehingga para ahli menjadikan laut sebagai alternatif mengurangi CO2 atmosfer terutama ekosistem pesisir dengan mekanisme ‘karbon biru’. Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem pesisir dengan vegetasi lamun yang sudah beradaptasi penuh dengan kondisi air laut. Penelitian ini mengkaji peranan ekosistem lamun dalam regulasi karbon dan stabilisasi ekosistem sebagai upaya mitigasi perubahan iklim dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir dengan pemahaman lebih jelas manfaat dari ekosistem lamun dengan studi kasus Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu Jakarta. Penelitian peranan lamun dalam regulasi karbon dan stabilisasi ekosistem yang dilakukan terbagi atas beberapa tahap. Pertama, kajian interaksi gas CO2 atmosfer dan air laut di ekosistem lamun yang membentuk padang lamun Enhalus acoroides di Pulau Pari. Kedua, kajian pertumbuhan dan produksi daun (above ground/bagian atas) pada lamun berukuran besar yaitu E. acoroides dan Thalassia hemprichii. Ketiga, kajian potensi karbon dalam sedimen di ekosistem lamun. Keempat kajian pertumbuhan dan produksi rhizome (below ground/bagian bawah) pada E. acoroides dan T. hemprichii. Tahap terakhir, kajian model ekologi kontribusi lamun dalam regulasi karbon dan stabilisasi ekosistem meliputi neraca karbon di lokasi penelitian dan model dinamis produksi daun lamun. Semua tahapan penelitian ini dilakukan dengan metode ilmiah yang sesuai dengan tema kajian. Hasil kajian pertama menunjukkan interaksi gas CO2 atmosfer dan air laut pada ekosistem lamun terjadi penyerapan langsung di musim barat, sedangkan pada musim lainnya air laut berperan sebagai sumber CO2. Besaran nilai fluks CO2 yang terjadi berkisar antara -5.971 dan 32.026 mmol C m-2 hari-1. Indonesia merupakan perairan tropis ekuatorial, yang berdasarkan hampir semua kajian yang ada perairan Indonesia berperan sebagai sumber CO2 ke atmosfer. Namun perairan pesisir dengan vegetasi lamun berdasarkan penelitian ini menunjukkan adanya penyerapan langsung CO2 dari atmosfer ke air laut pada musim barat. Jumlah karbon yang dilepas dalam satu tahun sebesar 17.94 Mg CO2. Nilai karbon yang dilepas ke atmosfer oleh air laut dalam penelitian ini sangat kecil dibandingkan dengan produksi daun lamun E. acoroides dan T. hemprichii selama penelitian yang merupakan tahap kedua. Hasil pada tahap kedua mendapatkan produksi bagian atas lamun (daun) jenis E. acoroides dalam satu tahun sebesar 429.14 Mg CO2, sedangkan produksi T. hemprichii lebih rendah sebesar 278.36 Mg CO2. Nilai ini mengasumsikan pemanfaatan gas CO2 untuk fotosintesis dengan asumsi pemanfaatan langsung seperti pada tanaman darat. Tanaman lamun diketahui memanfaatkan gas CO2 terlarut dalam bentuk spesies HCO3- untuk fotosintesis, berdasarkan nilai pH selama penelitian yang merupakan pH laut maka hampir 90 % CO2 terlarut dalam bentuk HCO3-. Berdasarkan perhitungan yang sama maka potensi pengurangan gas CO2 yang terlarut dalam air untuk memproduksi daun E. acoroides menjadi 661.05 Mg CO2 dan T. hemprichii sebesar 428.79 Mg CO2. Hal ini menunjukkan tingginya produksi daun lamun yang diukur selama penelitian lebih memanfaatkan CO2 terlarut yang berasal dari perairan itu sendiri ataupun pengiriman bahan organik dari daratan (karbon antropogenik), sehingga lamun mengurangi karbon antropogenik di kolom air untuk disimpan dalam mekanisme karbon biru. Bahkan pada waktu musim barat tidak hanya memanfaatkan CO2 di kolom air tetapi juga dari atmosfer dengan terjadinya aliran CO2 dari atmosfer ke air laut di ekosistem lamun. Hasil penelitian tahap ketiga yaitu potensi karbon di sedimen dengan lokasi kajian selain di Gugusan Pulau Pari juga di beberapa lokasi ekosistem lamun di Indonesia. Besaran simpanan karbon di sedimen pada lokasi penelitian di padang lamun E. acoroides berdasarkan musim berkisar antara 113.97 dan 153.02 Mg CO2 ha-1. Stok karbon sedimen di Gugusan Pulau Pari khusus lamun jenis E. acoroides dari 2.8 x 103 sampai 5.46 x 103 Mg CO2. Berdasarkan kedalaman di beberapa lokasi penelitian seperti Teluk Ratatotok dan Pulau Sangalaki dengan kedalaman 75 cm dan 35 cm, terlihat adanya kecenderungan nilai karbon berdasarkan kedalaman meningkat dan stabil. Simpanan karbon sedimen selama penelitian di Gugusan Pulau Pari mengindikasikan nilai yang relatif stabil berdasarkan waktu, hal ini disebabkan lamun terutama E. acoroides memiliki sistem perakaran dengan adanya rhizome yang terbenam di sedimen dan akar yang kuat masuk ke sedimen menyebabkan sedimen dalam kondisi stabil dan terikat kuat dengan sistem perakaran tadi. Kondisi ini membuat karbon sedimen tetap tersimpan bahkan bertambah terus menerus. Kajian tahap keempat, pertumbuhan dan produksi rhizome E. acoroides dan T. hemprichii. Hasil yang didapat laju pertumbuhan panjang rhizome T. hemprichii rata-rata sebesar 67.46 cm/tahun dan laju pertumbuhan diameter rhizome sebesar 1.5 cm/tahun. Berdasarkan pengamatan selama penelitian rhizome T. hemprichii cenderung pertumbuhannya mencari lahan kosong. Laju pertumbuhan rhizome E. acoroides untuk panjang dan diameter berturut-turut 2.62 cm/tahun dan 0.54 cm/tahun. Produksi yang dihasilkan rhizome T. hemprichii di Gugusan Pulau Pari lebih besar dari produksi daun dalam setahun yaitu 420.88 Mg CO2 sedangkan daun T. hemprichii 278.36 Mg CO2. Hasil yang berbeda pada E. acoroides yaitu produksi daun lebih besar daripada rhizome, dengan nilai 429.14 Mg CO2 untuk daun dan 77.57 Mg CO2 untuk rhizome dalam satu tahun. Namun produksi rhizome tersimpan dalam sedimen lebih besar dibandingkan daun karena produksi daun lebih dari 40 % diekspor ke ekosistem lain. Kajian terakhir merupakan model ekologi untuk menggambarkan keseluruhan produksi dan siklus karbon yang dihasilkan lamun jenis E. acoroides dan T. hemprichii di ekosistem lamun Gugusan Pulau Pari dalam suatu neraca karbon dan pemodelan sederhana. Hasil neraca karbon yang didapat menunjukkan bahwa E. acoroides mampu menambah potensi penyimpanan karbon dalam biomasa sebesar 320.127 Mg CO2 per tahun, sedangkan T. hemprichii 567.994 Mg CO2 per tahun baik disimpan dalam biomasa bagian atas ataupun tersimpan dalam biomasa bagian bawah (rhizome) yang terkunci dengan baik di dalam sedimen. Kontribusi E. acoroides lebih besar pada bagian atas walaupun sekitar 40 % terekspor ke ekosistem lain namun hampir 50% kembali tersimpan di ekosistem lamun menjadi sedimen. Kontribusi T hemprichii terbesar pada bagian bawah dengan produksi sebesar 489.601 Mg CO2. Hasil pemodelan sederhana dari model sistem dinamis untuk produksi daun E. acoroides didapat bahwa adanya kecenderungan terjadi degradasi produksi lamun pada bulan ketiga kemudian mulai stabil pada bulan ke-15 sampai ke-60. Jika dilakukan intervensi (tranplantasi lamun sebesar 2 % dari jumlah individu) pada model maka pada bulan ke-15 akan menunjukkan peningkatan kembali dan mencapai kondisi awal penelitian pada bulan ke 88 (sekitar 7 tahun kemudian). Keseluruhan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekosistem lamun Gugusan Pulau Pari berperan dalam regulasi karbon dan stabilisasi ekosistem. Lamun jenis E. acoroides menyimpan karbon dalam bentuk biomasa dan di sedimen lebih rendah dibandingkan T. hemprichii. Terjadinya degradasi lamun di Gugusan Pulau Pari lebih disebabkan aktivitas manusia sehingga diperlukan usaha untuk pemulihan. Usaha yang dilakukan antara lain transplantasi lamun dan menjaga ekosistem lamun dari aktivitas manusia yang merusak seperti pengerukan. Jasa lingkungan (service) yang diberikan ekosistem lamun selama ini dapat dijadikan sebagai upaya mitigasi perubahan iklim selain meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bertambahnya informasi lebih detail akan mendorong stakeholder, pemerhati lingkungan, masyarakat pesisir dan pemerintah untuk lebih memperhatikan ekosistem lamun sehingga laju degradasi yang sangat tinggi dapat dihilangkan.
Collections
- DT - Fisheries [725]