Analisis Respon Hidrologi terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah di Sub DAS Lengkong menggunakan Model SWAT
View/ Open
Date
2014Author
Firdaus, Gunadi
Haridjaja, Oteng
Tarigan, Suria Darma
Metadata
Show full item recordAbstract
Salah satu penyebab banjir dan erosi adalah kondisi biofisik di bagian hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sudah tidak dapat mendukung fungsi hidrologis DAS dengan baik, sehingga perlu dilakukan upaya-upaya penerapan teknik konservasi tanah yang tepat untuk membantu memperbaiki fungsi hidrologis DAS tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis respon hidrologi berdasarkan kondisi biofisik DAS pada tingkat analisis skala meso, dan (2) menganalisis respon hidrologi berdasarkan penerapan skenario teknik konservasi tanah. Wilayah kajian untuk penelitian adalah di sub DAS Lengkong yang terletak di bagian hulu DAS Cisadane seluas 1788 ha.Waktu penelitian adalah selama 6 bulan dimulai sejak bulan Juli sampai Desember 2013. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pemodelan hidrologi Soil and Water Assessment Tool (SWAT). Data yang dihimpun untuk input penelitian ini adalah data iklim global, Digital Elevation Model (DEM), tanah, tutupan lahan, suhu dan curah hujan. Selain itu dihimpun juga data debit dan sedimen hasil observasi untuk proses kalibrasi dan validasi model. Tahapan kegiatan yang dilakukan adalah: (1) mendeliniasi batas sub DAS Lengkong, (2) pembentukan Hidrology Respon Unit (HRU) dengan cara tumpang susun peta tanah, peta tutupan lahan serta peta kelas kelerengan, (3) penggabungan HRU dengan data iklim global, data curah hujan rata-rata harian serta data suhu udara maksimum minimum harian, (4) menjalankan SWAT, (5) kalibrasi dan validasi data, dan (6) menganalisis respon hidrologi hasil simulasi skenario penerapan teknik konservasi tanah yang diterapkan. Model SWAT membagi Sub DAS Lengkong menjadi 11 subbasin dengan luasan berkisar antara 33 ha sampai 317 ha, dengan jumlah HRU sebanyak 148 unit. Klasifikasi tanah terdiri dari Typic Hapludands seluas 1675 ha yang berada di bagian hulu dan tengah Sub DAS dan Andic Humitropepts seluas 113 ha yang berada di bagian hilir Sub DAS. Tanah-tanah tersebut memiliki sifat fisik yang hampir sama, mempunyai tekstur lempung berpasir, kandungan bahan organiknya tinggi, permeabilitas cepat dan solumnya dalam. Kondisi tutupan lahan di Sub DAS Lengkong terdiri dari 7 katagori yaitu hutan, semak belukar, pertanian campuran, ladang, sawah, pemukiman dan padang rumput dengan luas masing-masing 1050 ha, 469 ha, 107 ha, 61 ha, 11 ha dan 3 ha. Kelas kelerengan dibuat secara otomatis oleh SWAT dari DEM sesuai dengan kelas interval yang ditetapkan sebanyak 5 kelas yaitu 0-8%, 8-15%, 15-25%, 25-40% dan >40% dengan luasan untuk masing-masing kelas berturut-turut adalah 17 ha, 55 ha, 185 ha, 422 ha dan 1110 ha. Hasil pengujian debit dan sedimen model pada tahap awal sebelum kalibrasi selama 3 tahun (2009 – 2011) menunjukan nilai R2 sebesar 0.46 dan 0.42 serta nilai NS sebesar 0.41 dan 0.39. Untuk meningkatkan nilai R2 dan NS dilakukan kalibrasi model menggunakan algoritma optimasi Sequential Uncertainty Fitting Ver.2 (SUFI2) pada SWAT_CUP terhadap 1095 data debit selama 3 tahun (2009-2011) dengan iterasi sebanyak 1000 untuk 28 parameter. Hasil kalibrasi menunjukan nilai-nilai terbaik untuk 28 parameter yang digunakan untuk validasi model. Hasil validasi model yang menggunakan data debit dan sedimen tahun 2011 diperoleh nilai R2 sebesar 0.86 dan 0.85 serta nilai NS 0.85 dan 0.76. Hasil analisis pada model SWAT menunjukan bahwa pemukiman memiliki tebal aliran permukaan sebesar 2314.32 mm pada tahun 2011, diikuti dengan sawah sebesar 1530.01 mm, ladang sebesar 1034.10 mm, pertanian campuran sebesar 686.40 mm, semak belukar sebesar 597.92 mm, padang rumput sebesar 344.23 mm, dan hutan sebesar 176.35 mm. Angka ini menunjukan bahwa infiltrasi yang terjadi pada pemukiman dan sawah nilainya kecil karena pemukiman didominasi oleh areal yang kedap air dan sawah memiliki mulsa air yang juga kedap air, sehingga pada kedua tipe tutupan lahan ini aliran permukaan menjadi tinggi. Berdasarkan nilai tebal curah hujan tahun 2011 sebesar 3447 mm, nilai koefisien aliran untuk masing-masing penutupan lahan berturut-turut dari mulai yang tertinggi yaitu pemukiman sebesar 0.67; sawah sebesar 0.44; ladang sebesar 0.30; pertanian campuran sebesar 0.20; semak belukar sebesar 0.17; padang rumput sebesar 0.10; dan hutan sebesar 0.05. Nilai erosi yang ditimbulkan untuk masing-masing tutupan lahan berdasarkan hasil analisis model SWAT menunjukan bahwa ladang menghasilkan erosi sebesar 108.03 ton ha-1 pada tahun 2011, diikuti dengan pertanian campuran sebesar 104.11 ton ha-1, pemukiman sebesar 88.75 ton ha-1, sawah sebesar 24.76 ton ha-1, semak belukar sebesar 12.77 ton ha-1, hutan sebesar 7.17 ton ha-1 dan padang rumput sebesar 1.23 ton ha-1. Ladang dan pertanian campuran mempunyai nilai erosi yang tinggi karena adanya pengolahan tanah pada musim tanam yang dilakukan pada musim hujan. Hasil analisis respon hidrologi terhadap penerapan skenario konservasi tanah menunjukan nilai KRS sebesar 149.71 untuk skenario 1 (penanaman tanaman strip) dan 2 (penanaman searah kontur), sebesar 149.80 untuk skenario 3 (pembuatan teras), sebesar 150.25 untuk skenario 4 (gabungan skenario 1 dan 2), dan sebesar 149.31 untuk skenario 5 (gabungan skenario 1, 2 dan 3). Berdasarkan nisbah erosi potensial dengan erosi yang dapat ditoleransi (TSL), diperoleh nilai indeks bahaya erosi untuk skenario 1 sebesar 2.63 (sedang), skenario 2 sebesar 2.57 (sedang), skenario 3 sebesar 0.60 (rendah), skenario 4 sebesar 2.45 (sedang), dan skenario 5 sebesar 0.44 (rendah). Dengan demikian, penerapan teknik konservasi tanah yang mengkombinasikan penanaman tanaman sesuai kontur dan penanaman tanaman strip dengan pembuatan teras secara bersamaan, merupakan teknik konservasi tanah yang paling baik untuk memperbaiki respon hidrologi DAS yaitu kondisi fluktuasi debit yang lebih stabil dan sedimen yang lebih menurun sehingga dapat direkomendasikan secara pendekatan biofisik untuk dapat diterapkan di Sub DAS Lengkong pada khususnya dan di DAS Cisadane bagian hulu pada umumnya.