Analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani baby buncis (Phaseolus vulgaris L) pada petani mitra International Cooperation and Development Fund ( ICDF) Bogor
Abstract
Buncis merupakan salah satu jenis komoditi hortikultura yang turut menyumbang dalam Produk Domestik Bruto (PDB). Buncis merupakan jenis sayuran yang banyak memiliki manfaat kesehatan. Tingkat pengeluaran ratta-rata rumah tangga yang meningkat pada sayuran memberikan gambaran yang cerah dalam potensi sayuran termasuk buncis. Produksi buncis nasional meningkat setiap tahunnya. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi buncis nasional dimana Kabupaten Bogor menempati urutan kelima memberikan kontribusi produksi buncis Jawa Barat. Produksi buncis di Kabupaten Bogor sendiri mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan adanya permasalahan dalam produksi buncis di Kabupaten Bogor. Baby buncis merupakan jenis buncis yang dipanen diusia muda yaitu 45-50 hari setelah tanam. International Cooperation and Development Fund (ICDF) merupakan sebuah lembaga yang bermitra dengan petani untuk mengusahakan berbagai jenis tanaman hortikultura, salah satunya baby buncis. ICDF memiliki target penjualan pada pasar retail modern. Permintaan tertinggi pada produksi sayuran di ICDF adalah baby buncis. Permintaan yang tinggi ini belum dapat terpenuhi oleh ICDF. Kendala ini diakibatkan oleh pasokan produksi dari petani yang belum sesuai dengan apa yang ditargetkan oleh ICDF karena seluruh produksi baby buncis adalah petani mitra. Hal ini diakibatkan produktivitas yang masih rendah sebagai imbas dari belum efisiennya secara teknis pengusahaan baby buncis oleh petani. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani baby buncis. Kemudian uuntuk menganalisis tingkat efisiensi teknis petani baby buncis dan faktor sosial ekonomi yang mempengaruhinnya. Selain itu juga untuk menganalisis tingkat pendapatan yang diperoleh petani mitra ICDF dalm usahatani baby buncis. Penelitian ini dilakukan di ICDF Bogor. Pemilihan ICDF Bogor dilakukan secara sengaja (puposive). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer berupa data cross section. Data ini dikumpulkan melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan petani langsung dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya. Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode sensus terhadap 15 orang petani dari 15 populasi petani baby buncis. Petani yang dipilih adalah petani yang pernah melakukan budidaya baby buncis minimal satu kali musim tanam dan merupakan mitra aktif ICDF Bogor. Data sekunder sebagai data penunjang diperoleh dari berbagai instansi antara lain Badan Pusat Statistik, Ditjen Hortikultura, Dokumen Laporan Bulanan ICDF Bogor, Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertanian, dan berbagai literatur lainnya. Pengolahan data secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan alat bantu kalkulator dan komputer (software Microsoft Excel, SPSS 17.0, dan Frontier 41). Analisis ekonometrik digunakan untuk pendugaan model fungsi ii produksi. Bentuk fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi stochastic frontier Cobb Douglas, dan hasilnya disajikan dalam bentuk kuantitatif dan dijelaskan melalui interpretasi dari masing-masing nilai parameter yang didapatkan. Berdasarkan penggunaan model fungsi produksi melalui metode OLS (Ordinary Least Square) didapatkan model tidak mengandung autokorelasi, multikolinieritas, dan heterokesdatisitas dengan nilai R-square 0,935. Menggunakan metode MLE (Maximum Likelihood Estimated) didapatkan beberapa faktor yang berpengaruh signifikan terhadap produksi baby buncis yaitu jumlah benih (α=10%), pupuk kimia (α=1%), pestisida (α=10%), dan tenaga kerja (α=1%). Sementara variabel lahan dan pupuk kandang tidak berpengaruh nyata ppada produksi. Kemudian didapatkan nilai γ sebesar 0,9999 yang nyata pada taraf kepercayaan 99 persen. Secara statistik, 0,9999 mendekati 1 yang menunjukkan bahwa sebesar 99,99 persen dari error yang ada dalam fungsi produksi disebabkan oleh adanya inefisiensi teknis, sedangkan sisanya (0,01 persen) oleh variabel kesalahan acak (risiko). Kemudian juga model ini memiliki LR galat satu sisi sebesar 22,17 yang lebih besar dari pada Tabel Kodde dan Palm (1985) pada α = 5% yaitu 17,791. Ini berarti model fungsi produksi stochastic frontier yang diperoleh dapat menunjukkan adanya keberadaan inefisiensi teknis pada model. Efisiensi teknis rata-rata petani mitra yang didapatkan adalah 0,714 yang terkategori efisien. Walupun begitu petani masih memiliki potensi untuk meningkatkan efisiensi sebesar 0,286. Faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi inefisiensi teknis secara signifikan pada α=1% adalah umur, pengalaman bertani baby buncis, pendidikan formal, lama bermitra dengan ICDF, dan dummy bertani sebagai pekerjaan utama atau tidak. Umur, pengalam bertani baby buncis, dan bertani sebagai pekerjaan utama berpengaruh positif pada inefisiensi teknis. Kemudian pendidikan formal dan lama bermitra dengan ICDF berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis. Berpengaruh positif berarti akan dapat mengurangi efisiensi teknis dan berpengaruh negatif berarti akan dapat meningkatkan efisiensi teknis. Pendapatan usahatani baby buncis petani mitra ICDF pada musim tanam terakhir atas biaya tunai adalah Rp 16.129.451,13 untuk satu hektar luas lahan. Sementara pendapatan atas biaya tunai usahtani baby buncis petani mitra ICDF adalah Rp 5.969.334,69 untuk satu hektar lahan. Kemudian R/C rasio yang didapat atas biaya tunai adalah 2,55 dan R/C atas biaya total adalah 1,29. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani baby buncis sudah efisien secara finansial atau modal sehingga menguntungkan dan layak untuk diusahakan.
Collections
- UT - Agribusiness [4256]