Perencanaan Lanskap Desa Konservasi Melalui Pendekatan Bioregion
Abstract
Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP) merupakan salah satu dari 5 (lima) taman nasional yang dideklarasi oleh Pemerintah Indonesia tahun 1980. Masyarakat desa sekitar kawasan tersebut memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap sumber daya alam Taman Nasional yang berpotensi munculnya konflik kepentingan dan mengancam keberadaan TNGGP. Desa konservasi merupakan model desa yang dapat menjamin komitmen jangka panjang untuk mendukung konservasi kawasan hutan terutama di Taman Nasional (Harmita 2009). Model Desa Konservasi direncanakan melalui pendekatan bioregion bertujuan untuk menemukan keseimbangan antara kebutuhan masyarakat untuk mata pencaharian dan potensi sumber daya alam di wilayah mereka, yang ditetapkan berdasarkan kriteria ekologi, ekonomi, dan sosial (Miller 1996). Perencanaan lanskap dilakukan dengan menganalisis, mendeskripsikan, menzonasikan hubungan keterkaitan antara ketersediaan sumber daya alam dan pola kehidupan lokal, kemampuan desa tersebut dalam memenuhi kebutuhan hidupnya serta pengaruhnya terhadap TNGGP. Perencanaan lanskap tersebut akan menghasilkan tata ruang lanskap desa sekitar Taman Nasioal, sehingga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat khususnya sebagai pelaku utama sektor pertanian dalam menjaga kecukupan pangan dan juga berperan dalam menjaga keberlanjutan lingkungan. Tujuan studi ini adalah menyusun rencana lanskap desa konservasi melalui pendekatan bioregion di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP) dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa sekitar Taman Nasional, melestarikan lanskap desa serta kawasan penyangga Taman Nasional. Salah satu desa konservasi yang akan direncanakan melalui pendekatan bioregion adalah Desa Watesjaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Tahapan perencanaan terdiri dari inventarisasi, analisis, kemudian dilakukan sintesis dan dilanjutkan dengan perencanaan lanskap desa konservasi melalui pendekatan bioregion. Pada tahap inventarisasi dimulai dari penyusunan peta pendahuluan (preliminary map), selanjutnya dilakukan survey lapang untuk mengkonfirmasi dan verifikasi hasil interpretasi. Dalam tahapan inventarisasi dilakukan penyusunan kondisi umum, sosial budaya dan aspek biofisik untuk mempermudah dalam proses analisis rencana lanskap desa konservasi melalui pendekatan bioregion. Tahap analisis spasial dimulai dengan analisis (1) Analisis koridor ekologi dengan membuat perlindungan setempat menggunakan kriteria sempadan sungai dan badan air berdasarkan Keputusan Presiden No.32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, (2) Penentuan kawasan lindung berdasarkan SK Mentan No. 837/Kpts/Um/II/1980 tentang Kriteria Dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung. Penetapan kawasan yang dilindungi ditentukan berdasarkan hasil perhitungan dengan cara pembobotan dan skoring tiga peta tematik (kelerengan berbobot 20%, kepekaan terhadap erosi berbobot 15%, dan intensitas hujan berbobot 10%) (3) Analisis landcover dan landuse sebagai dasar pertimbangan penentuan perencanaan. Kemudian analisis deskriptif data 2 biodiversity, sosial dan budaya (sejarah, demografi, pola kehidupan masyarakat). Pada tahap sintesis dilakukan integrasi hasil analisis penentuan kawasan lindung, koridor ekologi dan zonasi taman nasional, sehingga diperoleh Peta Konservasi Desa Watesjaya sebagai dasar perencanaan. Pada tahapan perencanaan ditetapkan konsep Desa Konservasi berdasarkan pendekatan pola ruang bioregion menurut Miller (1999) dan Brunckhorst (2001) yaitu core zone, buffer zone, cooperation zone, dan ecological corridor. Kemudian ditentukan arah pengembangan tiap ruang berdasarkan prinsip konservasi yaitu: perlindungan, pelestarian, pemanfaatan, restorasi, rehabilitasi dan revitalisasi. Berdasarkan studi ini dapat disusun Rencana Lanskap Desa Konservasi yang ditunjukan kedalam 4 (empat) ruang, yaitu: (1) Ruang Inti Desa Watesjaya seluas 361,70 ha (21,93%) dengan empat subruang yaitu Hutan Rimba, Hutan Lindung, Hutan Desa, Danau Lido (2) Ruang Penyangga Desa Watesjaya seluas 338,27 ha (20,51%) dengan lima subruang yaitu Hutan Rehabilitasi, Hutan Campuran, Greenbelt Danau Lido, Kampung Konservasi, dan Kampung Penyangga (3) Ruang Koridor penyangga dengan panjang sungai 18, 23 km (17,50 mil) dengan perlindungan greenbelt seluas 22,45%, (4) Ruang Kerjasama Pengembangan Budidaya Desa Watesjaya seluas 578,90 ha dengan penambahan areal 109,10 ha dengan subruang meliputi Lahan Pertanian Lahan Kering, Lahan Pertanian Lahan Basah, Pemukiman, dan Resort.
Collections
- UT - Landscape Architecture [1258]