Evaluasi fisiologi semen dan variasi genetik sapi bali dalam rangka seleksi pejantan bibit guna menunjang program inseminasi buatan
Date
2006Author
Mohamad, Kusdiantoro
Purwantara, Bambang
Djuwita, Ita
Metadata
Show full item recordAbstract
Sapi Bali (Bos javanicus) merupakan salah satu sapi pedaging asli Indonesia yang populasinya mulai mengalami penurunan. Penggunaan sperma beku dalam program inseminasi buatan (IB) telah digunakan dalam 1upaya peningkatan populasi dan genetik sapi Bali. Meskipun demikian, data-data mengenai fisiologi semen dan performans reproduksi serta variasi genetik pada sapi Bali masih sangat terbatas. Pada tahun pertama, telah dilakukan pemeriksaan fisik pejantan IB, evaluasi fisiologi semen (segar dan beku), penggunaan teknik ultrasentrifugasi terhadap pengencer Tris-kuning telur dan studi retrospektif performans reproduksi dalam program IB. Semen segar sapi Bali memiliki rata-rata volume ejakulat 6,06±2,33 mL; konsentrasi 1370,92±484,51 juta spermatozoa/mL; motilitas 79,38±4,30 % dan abnormalitas 9,15±2,40%. Terdapat kecenderungan semakin tinggi konsentrasi spermatozoa maka semakin rendah volume ejakulat atau sebaliknya. Karakteristik motilitas spermatozoa sapi Bali dari semen segar memiliki nilai linierity 51,0±5,0; straighness 87,0±4,0; dan velocity VAP, VCL dan VSL berturut-turut 83,0±19,0; 143,8±36,7; 73,5±18,6. Perlakuan ultrasentrifugasi pengencer kuning telur guna membuang high density fraction dari kuning telur mampu meningkatkan motilitas progresif yaitu 51,5±10,1 % dibandingkan dengan tanpa sentrifugasi (45,3±10,9%) dan pengencer komersial Andromed (46,4±11,0%). Performans reproduksi sapi Bali menunjukkan nilai non return rate hari ke-90, service per conception, dan conception rate yang cukup tinggi yaitu berturut-turut 75,49 %; 1,47; dan 68,12 %. Sedangkan calving interval dan days open masih menunjukkan jarang yang panjang yaitu berturut-turut 420,33 ± 65,97 hari dan 131,12 ± 65,71 hari. Dari nilai conception rate dengan jumlah total IB diatas 100 dosis diperoleh tiga pejantan rangking teratas yaitu pejantan dengan kode 19034; 19252; dan pejantan 2. Dua pejantan (pejantan 7 dan 5) telah diafkir karena memiliki nilai pemeriksaan fisik dan kualitas sperma yang rendah, dan berkorelasi positif dengan nilai CR yang rendah pula. Pada tahun kedua, evaluasi genetik dari sapi Bali telah dilakukan meliputi analisa PCR-RLFP dari DNA mitokondria, DNA satelit dan kromosom-Y. Seluruh pejantan IB dan sapi Bali dari pulau Bali menunjukkan genetik yang masih murni sama dengan banteng, sebaliknya sapi Bali dari pulau Sumatera telah terjadi hibridisasi dengan Bos indicus, baik dari garis maternal DNA mitokondria) maupun paternal (kromosom Y). Hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapat menunjang program seleksi dan IB pada sapi Bali di Indonesia, khususnya di pulau Bali.