Analisis Kandungan Logam Berat Pb, Cd, dan Cu pada Bandeng, Belanak, dan Udang di Kawasan Silvofishery Blanakan Subang
Abstract
Hutan mangrove di Pulau Jawa terus mengalami degradasi akibat terus berlangsungnya konversi untuk tambak, penebangan kayu untuk berbagai keperluan, dan rendahnya kesadaran masyarakat tentang fungsi ekologis hutan mangrove serta tidak adanya kepastian status kawasan. Hutan mangrove memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem pesisir, melindungi pantai dari abrasi, menahan intrusi air laut, menahan dan mengendapkan lumpur serta menyaring bahan pencemar. Untuk menekan laju degradasi hutan mangrove, sejak tahun 1986 Perum Perhutani selaku pengelola telah mengembangkan program yang mengintegrasikan budidaya ikan dan pengelolaan hutan mangrove yang dikenal dengan istilah tambak tumpangsari atau silvofishery. Salah satu kawasan silvofishery yang ada di Pulau Jawa adalah di Subang, dimana pada saat ini telah mengalami kerusakan yang dikarenakan semakin banyaknya bahan pencemar yang masuk ke dalam perairan. Pertambahan jumlah penduduk dan berkembangnya kegiatan manusia di daratan sekitarnya juga turut menambah jumlah beban limbah yang masuk ke dalam perairan tersebut. Dalam jangka waktu yang panjang hal ini akan merusak ekosistem perairan yang ada, sehingga akan terjadi perubahan struktur maupun proporsi luas kawasan mangrove dengan areal pertambakan demi memenuhi kebutuhan ekonomi dan pangan masyarakat sekitar. Dengan adanya indikasi yang menyatakan bahwa perairan kawasan Subang telah mengalami pecemaran logam berat Pb (timbal), Cd (kadmium), dan Cu (tembaga) maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis kandungan logam berat Pb, Cd, dan Cu pada biota perikanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sekaligus membuktikan apakah logam berat tersebut masuk ke dalam tubuh komoditas perikanan, baik yang alami maupun dibudidaya. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh pencemaran logam berat terhadap biota perikanan yang ada di kawasan tersebut, sehingga masyarakat sekitar mengetahui informasi komoditas perikanan di daerah kawasan tersebut masih layak dikonsumsi atau tidak. Penelitian ini dilakukan di kawasan silvofishery Kabupaten Subang dalam dua tahap, yaitu tahap pertama survei lokasi penelitian pada bulan April-Mei dan tahap kedua pengambilan contoh pada bulan Agustus. Jenis data yang dikumpulkan untuk keperluan penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Penentuan titik sampling dibagi menjadi empat stasiun, yaitu bagian hulu sungai Blanakan, tambak, muara sungai Blanakan, dan laut. Masing-masing stasiun diambil dua jenis biota, yaitu ikan dan udang dengan jumlah ulangan sebanyak tiga kali. Diperoleh konsentrasi logam Cu pada udang tertinggi di stasiun muara sungai Blanakan sebesar 0,3809 ppm, terendah pada stasiun tambak sebesar 0,2599 ppm. Konsentrasi logam Pb tertinggi pada muara sungai Blanakan sebesar 0,1445 ppm, terendah bagian hulu sungai Blanakan sebesar 0,005 ppm. Konsentrasi logam Cd pada stasiun bagian hulu sungai Blanakan, tambak, muara sungai Blanakan sebesar 0,005 ppm dan laut sebesar 0,0039 ppm. Konsentrasi logam Cu pada ikan tertinggi di stasiun tambak sebesar 0,0516 ppm, terendah pada bagian hulu sungai Blanakan sebesar 0,018 ppm. Konsentrasi logam Pb tertinggi pada muara sungai Blanakan sebesar 0,1962 ppm, terendah pada tambak sebesar 0,005 ppm. Kandungan logam Cd pada ikan nilainya sama pada semua stasiun pengamatan. Berdasarkan baku mutu kandungan logam berat dalam tubuh ikan yang telah ditetapkan oleh SNI, maka ikan bandeng, belanak, dan udang di perairan Blanakan masih aman untuk dikonsumsi.