Penerapan Kebijakan Perdagangan Internasional di Uni Eropa dan Pengaruhnya Terhadap Ekspor Udang Indonesia
Abstract
Udang sebagai salah satu komoditas utama ekspor perikanan Indonesia telah memberikan kontribusi paling besar dibandingkan dengan hasil sumberdaya laut lainnya. Meskipun jumlah eskpor udang Indonesia masih tergolong fluktuatif, namun udang tetap menjadi salah satu komoditas andalan ekspor perikanan Indonesia. Dalam perdagangan yang telah dilakukan, banyak negara-negara importir memberikan batasan dan aturan yang pada dasarnya untuk melindungi konsumen dari setiap komoditas yang akan diimpor. Uni Eropa sebagai salah satu impotir terbesar dunia akan produk udang memiliki pola perdagangan yang jauh lebih kompleks dan rumit jika dibandingkan dengan Jepang dan Amerika Serikat. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi kebijakan perdagangan di Uni Eropa yang menghambat kinerja ekspor udang Indonesia, (2) menganalisis kasus notification oleh European-RASFF terhadap produk ekspor udang Indonesia atas kebijakan yang ditetapkan Uni Eropa, dan (3) mendeskripsikan kebijakan pemerintah dalam penanganan kebijakan yang ditetapkan Uni Eropa untuk meningkatkan kinerja ekspor udang Indonesia. Kajian penelitian ini dilakukan menggunakan data sekunder dalam skala nasional dan internasional dengan menggunakan metode analisis kualitatif deskriptif. Kajian terhadap ekspor udang Indonesia dilakukan dengan memperbandingkan kontribusi ekspor udang Indonesia ketiga negara tujuan utama ekspor. Tahun 2005-2011 menunjukkan perbedaan kontribusi ekspor udang Indonesia di ketiga pasar utama, yaitu: Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Pada periode tersebut ekspor udang Indonesia di Amerika Serikat memberikan trend peningkatan yang baik, berbeda dengan Jepang dan Uni Eropa yang perlahan mengalami penurunan. Hasil kajian dari tahun 2006 menggambarkan kinerja ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa mengalami penurunan yaitu dari 31,016 ton pada tahun 2006 menjadi 13,383 ton pada tahun 2010. Indonesia sebagai salah satu eksportir utama udang ke Uni Eropa diberikan kebijakan-kebijakan khusus terkait Sanitary and Phytosanitary (SPS) dan Technical Barrier to Trade (TBT) yang penerapannya dapat dikelompokkan menjadi tarif, nontarif, dan administratif. Berdasarkan analisis deskriptif, tarif yang ditetapkan Uni Eropa bagi produk udang Indonesia tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara tujuan ekspor lainnya yang pada umumnya menetapkan tarif free. Penerapan tarif yang diberikan Uni Eropa tidaklah adil bagi Indonesia dan sangat diskriminatif. Indonesia perlu melakukan trade creation antara Indonesia dengan Uni Eropa yang nantinya akan memberikan produk ekspor perikanan Indonesia yang masuk ke Uni Eropa dikenakan tarif yang berbeda dengan negara-negara di luar kerja sama antara Indonesia dan Uni Eropa. Kebijakan nontarif dan administratif yang memberatkan Indonesia untuk meningkatkan nilai ekspor produk perikanannya ke Uni Eropa adalah CD 2010/220 dan catch certification untuk perikanan tangkap. Adanya ketetapan zero tolerance dari Uni Eropa perlu dicermati dan diadopsi sebagai standar mutlak bagi iii pelaku eksportir udang di Indonesia dengan penanganan intensif setiap tahapan dalam budidaya udang baik di tingkat petambak/pembudidaya hingga unit pengolah yaitu dengan melakukan farm registration, farm inspection, feed quality control, farm monitoring, dan raw materials control. Melalui data kasus notification selama tahun 2004-2011, tercatat bahwa Indonesia mengalami kasus notification dari European-RASFF sebanyak 149 kasus dengan 169 alasan penolakan untuk produk ikan dan 34 kasus dengan 37 alasan penolakan untuk produk udang. Notification yang diterima oleh Indonesia adalah karena melebihi batas kandungan maksimum logam berat dan histamin untuk produk ikan dan mengandung antibiotik untuk produk udang. Perkembangan kasus penolakan produk perikanan khususnya udang yang dialami Indonesia sudah mengalami penurunan setiap tahunnya. Produk udang dari tahun 2009-2011 sudah tidak terdeteksi lagi adanya kandungan antibotik Menurunnya kasus penolakan produk perikanan di Uni Eropa dalam lima tahun terakhir telah menunjukkan kinerja yang baik bagi pelaku eksportir dalam memenuhi persyaratan yang diterapkan oleh Komisi Eropa. Hal ini juga tidak terlepas dari peran pemerintah yang juga menerapkan kebijakan dan peraturan dalam merespon setiap regulasi ataupun peraturan yang ditetapkan Uni Eropa. Penetapan peraturan tambahan dalam peningkatan mutu dan keamanan hasil perikanan Indonesia oleh Menteri Kelautan dan Perikanan terutama mengenai Organisasi dan Tata Kerja Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan diharapkan dapat melakukan pembinaan yang baik terhadap seluruh stakeholder melaui BKIPM sebagai Competent Authority. Selain itu, penetapan mekanisme pelaksanaan NRCP (National Residu Control Plan) yang dikeluarkan oleh Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan dalam rangka memenuhi pemberlakuan ketentuan zero tolerance telah menunjukkan progres yang baik. Hal ini terbukti tidak ditemukan lagi adanya kandungan antibiotik terlarang seperti chloramphenicol dan nitrofuran oleh European-RASFF terhadap komoditas udang asal Indonesia. Kondisi ini diharapkan dapat dipertahankan, sehingga pada tahun selanjutnya volume ekspor udang Indonesia dapat memenuhi target yang sudah ditetapkan.
Collections
- UT - Agribusiness [4618]