Tataniaga rumput laut di Desa Kutuh dan Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali
Date
2012Author
Mahayana, Ni Putu Ayuning Wulan Pradnyani
Winandi, Ratna
Metadata
Show full item recordAbstract
Rumput laut merupakan salah satu komoditi subsesktor budidaya laut yang mendukung upaya kebijakan industrialisasi perikanan yang ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Rumput laut menjadi komoditi unggulan dengan total produksi terbesar dengan total produksi mencapai 3,3 juta ton pada tahun 2010. Selain itu, rumput laut juga merupakan komoditi ekspor yang memiliki volume dan nilai ekspor yang meningkat setiap tahunnya pada tahun 2006 – 2010. Bali merupakan salah satu provinsi penghasil rumput laut terbesar di Indonesia. Salah satu sentra pembudidayaan rumput laut di Provinsi Bali adalah Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Berdasarkan data mengenai pendekatan nilai ekspor dan nilai produksi rumput laut diketahui terdapat marjin dalam penetapan harga rumput laut ekspor di Indonesia serta terdapat data mengenai adanya fluktuasi harga di tingkat petani. Oleh karena itu dinilai perlu untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pemasaran rumput laut melalui pendekatan analisis tataniaga. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui serta menganalisis pelaksanaan si.stem tataniaga rumput laut di Kecamatan Kuta Selatan, (2) mengkaji peranan kelompok tani dalam tataniaga rumput laut di Kecamatan Kuta Selatan, (3) menganalisis efisiensi sistem tataniaga rumput laut di Kecamatan Kuta Selatan. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kutuh dan Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali selama bulan Februari hingga Maret 2012. Responden penelitian terdiri dari petani responden yang berjumlah 35 orang dan lima orang lembaga tataniaga. Penarikan responden petani dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling sedangkan responden lembaga tataniaga dilakukan dengan metode snowball sampling. Responden lembaga tataniaga merupakan lembaga yang menjadi tujuan pemasaran responden petani pada periode penjualan sesuai dengan waktu penelitian ini dilakukan. Analisis data pada penelitian ini terdiri dari pendekatan analisis saluran dan lembaga tataniaga, analisis fungsi tataniaga, analisis struktur pasar dan analisis perilaku pasar yang dianalisis secara deskriptif. Selain itu juga dilakukan analisis kuantitatif melalui pendekatan nilai marjin tataniaga, farmer’s share, analisis rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga dan analisis efisiensi tataniaga. Sistem tataniaga rumput laut pada penelitian ini membentuk tiga pola saluran tataniaga yang melibatkan petani, kelompok tani, pedagang pengumpul, agen perantara dan eksportir. Pengelolaan aktivitas tataniaga di tingkat petani dikelola secara individu dan melibatkan peranan kelompok tani. Saluran tataniaga I melibatkan kelompok tani, agen perantara dan eksportir (Surabaya). Saluran tataniaga II melibatkan petani, pedagang pengumpul A dan eksportir (Bali). Saluran III melibatkan petani, pedagang pengumpul B dan eksportir (Bali). Setiap lembaga tataniaga menjalankan fungsi tataniaga masing – masing sebagai upaya pemberian nilai tambah pada rumput laut yang dihasilkan. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani rumput laut cenderung berhadapan dengan struktur pasar bersaing. Jumlah petani cenderung lebih banyak dibandingkan lembaga tataniaga yang berperan sebagai pembeli. Produk yang dihasilkan cenderung homogen yaitu berupa rumput laut kering yang terstandarisasi. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul rumput laut dan agen perantara cenderung pada struktur pasar tidak bersaing baik dari sisi sebagai penjual maupun pembeli. Pedagang pengumpul di Kecamatan Kuta Selatan tidak berjumlah banyak. Berdasarkan fakta yang terlihat di lapangan, terdapat perbedaan penetapan harga jual di masing – masing pedagang pengumpul. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kekuatan diantara pedagang pengumpul. Sementara itu pihak eksportir cenderung menghadapi struktur pasar bersaing dilihat dari sisi eksportir sebagai penjual karena adanya persaingan antar eksportir yang cukup ketat misalnya saja dengan sesama eksportir yang berasal dari wilayah Surabaya serta adanya kepatuhan terhadap standarisasi yang telah ditetapkan terhadap rumput laut yang akan diekspor sedangkan jika dilihat dari sisi eksportir sebagai pembeli maka struktur pasar yang dihadapi cenderung struktur pasar tidak bersaing. Sedangkan pada perhitungan pangsa pasar rumput laut di Kecamatan Kuta Selatan diperoleh nilai pangsa pasar sebesar 20,9 persen pada tahun 2009 dan 21,88 persen pada tahun 2010 karena nilai berada pada kisaran 20 – 50 persen maka nilai tersebut menunjukkan bahwa tataniaga rumput laut yang dihasilkan di wilayah Kecamatan Kuta Selatan cenderung menghadapi struktur pasar oligopoli ketat. Analisis perilaku pasar menunjukkan bahwa dalam tataniaga rumput laut dalam penelitian ini aktivitas penjualan dan pembelian dilakukan secara bebas dan tidak ada kontrak khusus yang mengikat masing – masing lembaga tataniaga yang terlibat. Pada proses penetapan harga secara umum lembaga tataniaga yang memiliki kedudukan lebih tinggi cenderung memiliki kekuatan dalam penentuan harga. Sistem pembayaran yang berlaku terdiri atas beberapa macam yaitu pembayaran melalui sistem tunai, transfer dan pembayaran kemudian. Penelitian ini terdiri dari dua analisis kuantitatif yaitu analisis terhadap kondisi riil di lapangan serta analisis terhadap skenario. Skenario dilakukan karena adanya dugaan perbedaan kualitas standar kadar air rumput laut pada saluran I dengan saluran II dan III. Skenario dilakukan dengan melakukan penyetaraan standar kualitas rumput laut pada kadar air sebesar 35 persen. Hasil analisis marjin baik analisis terhadap kondisi riil di lapangan maupun analisis terhadap skenario yang dilakukan menunjukkan bahwa saluran I memiliki nilai marjin tataniaga terkecil yaitu sebesar Rp 1.333,00 per kilogram rumput laut kering. Pada analisis farmer’s share juga menunjukkan bahwa saluran I memiliki nilai farmer’s share tertinggi yaitu sebesar 88,23 persen. Analisis rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga menunjukkan bahwa saluran I relatif lebih efisien sebagai alternatif saluran tataniaga rumput laut. Saluran I memang bukan saluran dengan nilai rasio tertinggi, namun pada saluran ini mampu menghasilkan biaya terendah sementara mampu menghasilkan rumput laut dengan standar kualitas yang telah ditentukan yaitu sebesar 35 persen dan hal ini dinilai mampu memenuhi permintaan eksportir sebagai konsumen akhir dalam sistem tataniaga rumput laut di Kecamatan Kuta Selatan. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan kualitas kadar air pada rumput laut mampu meningkatkan efisiensi pelaksanaan sistem tataniaga khususnya di Desa Kutuh dan Kelurahan Benoa
Collections
- UT - Agribusiness [4611]