Dampak Kebijakan Upah Minimum Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pada Era Otonomi Daerah
Abstract
Sistem pemerintahan otonomi daerah yang diberlakukan di Indonesia pada tahun 2001 selain memiliki tujuan untuk menciptakan pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi disisi lain juga harus dapat mengatasi masalah kemiskinan dan ketenagakerjaan yang masih terus terjadi di wilayah-wilayah Indonesia. Masalah ketenagakerjaan merupakan masalah dasar yang dapat dialami oleh semua negara atau wilayah tidak terkecuali Pulau Jawa terkait dengan masalah pengangguran, produktivitas, dan tingkat upah. Pulau Jawa memiliki sektor basis yaitu pada sektor industri dan perdagangan, hotel dan restoran. Kedua sektor tersebut memiliki pertumbuhan rata-rata pertahunnya sebesar 4,38% dan 6,84%. Akan tetapi, tingginya pertumbuhan ekonomi dikedua sektor tersebut belum diiringi oleh pertumbuhan penyerapan tenaga kerjanya yang rata-rata pertahunnya hanya sebesar 1,69% dan 2,68%. Untuk itu, kedua sektor tersebut diharapkan tidak hanya tinggi dalam pertumbuhan ekonominya akan tetapi juga mampu meningkatkan jumlah permintaan tenaga kerjanya sehingga jumlah pengangguran khususnya pengangguran terdidik di wilayah Pulau Jawa mampu diserap oleh kedua sektor formal tersebut. Salah satu sasaran utama pembangunan adalah selain meningkatkan pertumbuhan ekonomi disisi lain juga harus mampu menciptakan lapangan kerja baru dalam jumlah dan kualitas yang memadai. Oleh karena itulah, pemerintah senantiasa membuat kebijakan yang dapat meningkatkan taraf hidup pekerja dengan tingkat upah yang layak. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menetapkan kebijakan tingkat upah minimum. Tingkat upah minimum ditetapkan secara sektoral dan regional. Mulai tahun 2001, tingkat upah minimum regional dikenal dengan tingkat Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota (UMK). Tingkat upah minimum yang ditetapkan di atas tingkat upah rata-rata yang diperoleh pekerja kemungkinan besar akan menyebabkan pengusaha mengurangi penggunaan tenaga kerja sehingga pertumbuhan penyerapan tenaga kerja akan berkurang. Rendahnya tingkat pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran di wilayah Pulau Jawa menjadi suatu topik yang menarik untuk diteliti apakah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah di era otonomi terkait adanya upah minimum di pasar kerja dapat memengaruhi penyerapan tenaga kerja di sektor industri dan perdagangan, hotel dan restoran?. Fokus tujuan penelitian ini yaitu menganalisis secara deskriptif perkembangan kondisi penyerapan tenaga kerja di sektor industri dan perdagangan, hotel dan restoran dan mengetahui pengaruh dari kebijakan upah minimum, PDRB, Investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor industri dan perdagangan, hotel dan restoran di Pulau Jawa. Metode analisis data yang digunakan yaitu analisis regresi panel data dengan pendekatan fixed effect model dan metode GLS (Generalized Least Square). Data yang digunakan yaitu berupa data sekunder dengan unit analisis enam provinsi dari tahun 2001 hingga 2010. Hasil analisis deskriptif menyatakan bahwa penyerapan tenagakerja sektor perdagangan, hotel dan restoran menempati posisi kedua sedangkan sektor industri berada pada posisi ketiga. Penyerapan tenagakerja sektor perdagangan, hotel dan restoran relatif cenderung meningkat dibandingkan dengan tenaga kerja sektor industri. Penyerapan tenaga kerja sektor perdagangan, hotel dan restoran tersebut meningkat relatif lambat. Hasil analisis regresi panel data menunjukkan bahwa untuk kedua model yaitu model penyerapan tenaga kerja sektor industri dan model penyerapan tenagakerja sektor perdagangan, hotel dan restoran sudah dapat menggambarkan keragaman cukup baik yang ditunjukkan oleh nilai R2 sebesar 0,998412 dan 0,999587. Untuk model penyerapan tenagakerja sektor industri dari empat variabel bebas yang diduga, menunjukkan tiga variabel berpengaruh signifikan yaitu UMP riil sektor industri, PDRB riil sektor industri dan PMA sektor industri. Satu variabel yang tidak signifikan adalah PMDN dan tidak sesuai teori hal ini dikarenakan PMDN lebih besar dialokasikan pada investasi di subsektor industri yang lebih padat modal yaitu subsektor industri makanan. Pada model penyerapan tenagakerja sektor perdagangan, hotel dan restoran semua variabel memberikan pengaruh yang signifikan dan sesuai dengan teori. Kedua model penyerapan tenagakerja menunjukkan bahwa provinsi Jawa Tengah memiliki nilai efek tetap yang paling besar. Hal ini mengartikan bahwa provinsi tersebut memiliki kemampuan yang lebih besar dalam menyerap tenagakerja. Sedangkan provinsi DI Yogyakarta memiliki nilai efek tetap yang paling kecil. Melalui penelitian ini disarankan untuk pemerintah tiap provinsi di wilayah Pulau Jawa dalam menetapkan standar upah minimum perlu dilakukan secara tepat hingga batas tingkat upah tertentu agar pihak perusahaan tidak merasa dirugikan dalam membayar jasa tenaga kerja. pemerintah harus memberikan perlindungan pekerja dengan mendapatkan upah sesuai dengan produktivitasnya. Selain itu, diharapkan pula pemerintah daerah di wilayah Pulau Jawa terus mengoptimalkan aktivitas di kedua sektor tersebut agar produksi atas barang dan jasa yang dihasilkan menjadi lebih besar sehingga pertumbuhan ekonomi (PDRB) di kedua sektor tersebut meningkat lebih cepat. Subsektor industri makanan dan subsektor perdagangan selalu memiliki nilai investasi yang paling besar diantara subsektor lainnya serta juga menyerap tenaga kerja besar. Untuk itu, pemerintah harus mampu memberikan insentif kepada para investor asing maupun dalam negeri ketika mereka ingin melakukan ekspansi mendirikan perusahaan, atau pabrik baru berupa pengurangan pajak, serta meningkatkan efektivitas pelayanan birokrasi dan kepastian regulasi. Provinsi Jawa Tengah memiliki kemampuan yang lebih besar dalam menyerap tenaga kerja di kedua sektor. Berdasarkan hasil ini, dihimbau untuk masyarkat Jawa Tengah untuk tidak melakukan aktivitas urbanisasi yang berlebihan dengan tujuan untuk memperoleh lapangan pekerjaan yang lebih memadai di provinsi lainnya. Penelitian selanjutnya diharapkan juga membahas penyerapan tenagakerja di seluruh sektor agar faktor-faktor yang memberikan pengaruh dalam peningkatan penyerapan tenaga kerja dapat diketahui sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menanggulangi masalah ketenagakerjaan.