Optimalisasi Produksi Jamur Tiram Putih di Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Nusa Indah, Bogor
Abstract
Jamur merupakan salah satu produk yang memiliki prospek baik untuk dikembangkan, karena tingginya permintaan terhadap jamur yang masih belum terpenuhi. P4S Nusa Indah merupakan pusat pelatihan pertanian yang juga melakukan unit usaha bisnis pembibitan dan budidaya jamur tiram putih. Perbedaan cara antara pembibitan serta budidaya ini menyebabkan biaya yang dihasilkan berbeda, meskipun berasal dari bahan baku yang sama. Begitu juga dengan harga jual dari masing-masing produk. Hal inilah yang membuat keuntungan yang diperoleh dari setiap jenis produk berbeda-beda. Keuntungan untuk bibit ukuran 17 x 35, 18 x 35, dan 20 x 30 cm adalah Rp 744, Rp 751, dan Rp 726. Keuntungan jamur tiram putih yang berasal dari bibit ukuran 17 x 35, 18 x 35, dan 20 x 35 adalah Rp 1.647, Rp 1.844, dan Rp 1.803. Pembibitan dan budidaya jamur menggunakan sumberdaya yang sama, sehingga terjadi persaingan produksi dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki ini meliputi lahan, bibit, serbuk kayu, dedak, dan tenaga kerja. Penjualan juga merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk dipertimbangkan menjadi kendala. Untuk mencapai keuntungan yang maksimum, P4S Nusa Indah dibatasi oleh ketersediaan sumberdaya sehingga perlu dilakukan analisis optimalisasi produksi dalam rangka mencapai keuntungan yang maksimum. Dengan analisis tersebut dapat diperoleh kombinasi produksi yang optimal, keuntungan maksimal, penggunaan sumberdaya, dan analisis perubahan keuntungan serta ketersediaan sumberdaya. Data yang digunakan dalam penelitian meliputi data primer dan data sekunder. Pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dijabarkan secara deskriptif, mengenai gambaran dan kondisi perusahaan. Pengolahan data secara kuantitatif yaitu mengolah data yang diperoleh secara manual ke dalam bentuk pertidaksamaan program linear dan kemudian diolah dengan bantuan program LINDO (Linier Interactive and Discrete Optimizer). Hasil pengolahan tersebut dijelaskan dalam empat buah analisis yaitu analisis primal, analisis dual, sensitivitas dan analisis post optimalitas. Kondisi aktual P4S Nusa Indah pada pola produksi pertama menghasilkan bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm sebanyak 5.000 log dengan total keuntungan Rp 3.720.000. Pola produksi kedua dihasilkan bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm sebanyak 4.000 log dengan total keuntungan Rp 2.904.000. Hasil penelitian menunjukkan kombinasi produksi yang optimal di P4S Nusa Indah pada pola produksi pertama adalah memproduksi jamur tiram putih dari bibit 18 x 35 cm sebanyak 199,5 log dan bibit 17 x 35 cm sebanyak 5.760,5 log. Total keuntungan Rp 4.653.825 meningkat sebesar 25,10 persen dari kondisi aktualnya. Pola produksi kedua memproduksi jamur tiram putih dari bibit 18 x 35 cm sebanyak 211,5 log dan bibit 20 x 30 cm sebanyak 4.788,5 log. Total keuntungan Rp 3.866.466 meningkat 33,14 persen dari kondisi aktualnya. Sebagian besar sumberdaya masih berlebih, yaitu lahan, serbuk kayu, tenaga kerja. Pada pola produksi pertama lahan lahan untuk pembibitan terpakai sebesar 78,91 m² dan untuk budidaya sebesar 2,87 m². Serbuk kayu digunakan sebanyak 324 karung. Modal untuk pembelian dedak dan plastik sebanyak Rp 1.799.202. Pada pola produksi kedua, lahan untuk pembibitan terpakai sebesar 77,75 m² dan untuk budidaya sebesar 3,05 m². Serbuk kayu digunakan sebanyak 325 karung. Modal untuk pembelian dedak dan plastik sebanyak Rp 1.875.770. Bibit dan tenaga kerja untuk budidaya habis terpakai. Pada pola produksi pertama setiap penambahan satu paket bibit maka akan meningkatkan keuntungan sebesar Rp 33.640,79, sedangkan pada pola produksi kedua akan meningkatkan keuntungan sebesar Rp 26.192,97. Penambahan jam kerja selama satu jam maka akan meningkatkan keuntungan sebesar dual pricenya yakni Rp 593,20 pada pola produksi pertama, sedangkan pada pola produksi kedua akan meningkatkan keuntungan sebesar Rp 695,49. Hasil olahan optimalisasi produksi menunjukkan perubahan keuntungan dalam selang yang diperbolehkan tidak akan mengubah kombinasi produksi optimal. Untuk produk yang tidak diproduksi maka penurunan keuntungannya tidak terbatas, namun peningkatannya memiliki nilai tertentu. Agar kombinasi produksi optimal tetap, maka pada pola produksi pertama harga jual bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm boleh ditingkatkan sebanyak Rp 249,13 per log, dan jamur tiram putih yang berasal dari bibit 18 x 35 cm hanya boleh turun harga jualnya sebanyak Rp 41. Pada pola produksi kedua harga jual bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm boleh ditingkatkan sebanyak Rp 464,14 per log, dan jamur tiram putih yang berasal dari bibit 18 x 35 cm hanya boleh turun harga jualnya sebanyak Rp 41. Analisis perubahan ketersediaan sumberdaya ditunjukkan dalam selang yang diperbolehkan maka akan mengubah nilai kombinasi produksi optimal. Jika sumberdaya merupakan kendala pembatas, maka sumberdaya tersebut memiliki peningkatan dan penurunan yang terbatas. Sebaliknya jika sumberdaya tersebut bukan merupakan kendala pembatas, maka akan memiliki peningkatan yang tidak terbatas dan penurunan sebesar nilai slack/surplus. Hanya sumber daya bibit dan tenaga kerja untuk budidaya yang memiliki nilai peningkatan dan penurunan. Batas peningkatan ketersediaan bibit pada pola produksi pertama sebanyak 3 paket dan penurunannya sebanyak 14 paket. Untuk tenaga kerja peningkatan ketersediaan jamnya sebanyak 1.016,25 jam dan penurunannya sebanyak 320 jam. Batas peningkatan ketersediaan bibit pada pola produksi kedua sebanyak 28 paket dan penurunannya sebanyak 17 paket. Untuk tenaga kerja peningkatan ketersediaan jamnya sebanyak 1.267,50 jam dan penurunannya sebanyak 340 jam. Sebaiknya perusahaan meningkatkan ketersediaan bibit dan menambah tenaga kerja dengan cara meningkatkan modal melalui kerja sama serta mempertimbangkan ketersediaan sumber daya lain yang berlebih. Selain itu harga jual bibit siap panen ditingkatkan untuk mengantisipasi terjadinya peningkatan biaya input mengingat harga jual bibit siap panen tidak berubah sejak tahun 2008. Agar kombinasi produksi tetap sama, maka pada pola produksi pertama harga jual bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm, 18 x 35 cm, dan 20 x 30 cm masing-masing boleh ditingkatkan sebesar Rp 249,13, Rp 139,43, dan Rp 164,43. Pada pola produksi kedua harga jual bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm hanya boleh meningkat sebesar Rp 464,14.
Collections
- UT - Agribusiness [4256]