Evaluasi Kebijakan Domestic Market Obligation Gas: Pengalihan Alokasi Ekspor Liquefied Natural Gas (LNG) Indonesia untuk Pemenuhan Kebutuhan Gas dalam Negeri
Abstract
Liquefied Natural Gas (LNG) merupakan salah satu komoditi ekspor dari gas alam yang menjadi salah satu andalan perekonomian nasional karena kontribusinya bagi pendapatan nasional dan penyumbang devisa yang cukup besar bagi Indonesia. Ukuran pasar internasional dan jumlah importir LNG terus mengalami pertumbuhan menyebabkan komoditi LNG Indonesia mempunyai prospek dan potensi yang baik di pasar internasional. Hal ini menjadikan struktur pasar gas alam Indonesia lebih didominasi oleh alokasi ekspor dibandingkan dengan alokasi domestik. Namun, tidaklah wajar suatu negara mengekspor suatu produk yang dihasilkannya di dalam negeri sementara dia masih membutuhkannya untuk konsumsi domestik, sementara kebutuhan gas domestik kian meningkat dari tahun ke tahun. Menanggapi hal tersebut, pemerintah telah menetapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) untuk memenuhi kebutuhan gas dalam negeri. Hal tersebut ditegaskan melalui PP No.35 Tahun 2004 Pasal 46 dan Peraturan Menteri ESDM No.3 Tahun 2010, di mana pemerintah mewajibkan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) untuk menyerahkan 25 persen dari produksi gas bumi bagian kontraktor guna memenuhi keperluan dalam negeri. Namun, setelah diberlakukannya kebijakan DMO, struktur pasar gas masih menunjukkan dominansi alokasi ekspor. Hal ini disebabkan terutama karena masih terdapat beberapa kontrak ekspor jangka panjang yang belum selesai masa berlakunya. Selain itu, harga gas domestik yang sangat murah sering kali membuat KKKS enggan untuk mengembangkan lapangan gasnya untuk memenuhi pasar domestik. Berdasarkan permasalahan di atas, diduga bahwa kebijakan DMO gas belum cukup efektif, maka perlu dilakukan pembuktian mengenai pengaruh kebijakan DMO gas terhadap ekspor LNG Indonesia yang ingin dialihkan untuk pemenuhan kebutuhan gas dalam negeri. Pembuktian tersebut perlu diperkuat pula dengan menganalisis perilaku penawaran ekspor LNG Indonesia di pasar internasional selama diberlakukannya kebijakan DMO gas tersebut. Variabel-variabel yang diestimasi mempengaruhi penawaran ekspor LNG Indonesia antara lain produksi LNG Indonesia, konsumsi domestik gas alam, harga domestik gas alam, harga ekspor LNG, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, dan dummy kebijakan domestic market obligation (DMO). Jenis data yang digunakan adalah berbentuk time series bulanan periode Januari 2003 hingga Desember 2010, yang diperoleh dari berbagai sumber seperti Pusdatin ESDM, Ditjen Migas, UN Comtrade, BPS, dan Bank Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada jangka panjang, kebijakan domestic market obligation (DMO) tidak cukup efektif untuk mengurangi ekspor LNG Indonesia dalam rangka memenuhi kebutuhan gas dalam negeri, di mana setelah diberlakukannya kebijakan tersebut, penawaran ekspor LNG Indonesia meningkat sebesar 0,089987 persen. Bukti tidak efektifnya kebijakan DMO tersebut diperkuat dengan perilaku penawaran ekspor LNG Indonesia di pasar internasional. Variabel produksi LNG, nilai tukar, harga domestik gas alam, konsumsi domestik gas alam memberikan pengaruh positif terhadap penawaran ekspor LNG Indonesia secara signifikan pada taraf nyata 10 persen. Jadi, walaupun harga domestik gas alam dan konsumsi gas alam meningkat, ceteris paribus, ekspor LNG Indonesia malah meningkat, sehingga alokasi gas untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik tidak dapat dipenuhi. Variabel harga ekspor LNG berpengaruh negatif terhadap penawaran ekspor LNG Indonesia secara signifikan pada taraf nyata 10 persen. Jadi, walaupun harga LNG sedang jatuh, ceteris paribus, ekspor LNG justru akan meningkat. Hasil estimasi pada jangka pendek menunjukkan bahwa dummy kebijakan domestic market obligation tidak berpengaruh signifikan terhadap ekspor LNG Indonesia. Perilaku penawaran ekspor LNG Indonesia hanya dipengaruhi secara signifikan oleh produksi LNG, nilai tukar, dan harga ekspor LNG. Produksi LNG dan nilai tukar berpengaruh positif terhadap ekspor LNG Indonesia, sedangkan harga ekspor LNG berpengaruh negatif terhadap ekspor LNG Indonesia. Variabel harga domestik gas alam dan konsumsi domestik gas alam tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Kebijakan domestic market obligation gas belum cukup efektif untuk mengubah struktur dominansi ekspor gas ke struktur dominansi domestik karena ekspor gas Indonesia masih dilakukan dengan sistem kontrak jangka panjang dan menengah. Oleh karena itu, kebijakan ini perlu didukung dengan kebijakan penghapusan sistem perdagangan kontrak, di mana kontrak yang selama ini dijalankan tidak perlu diperpanjang lagi. Penetapan harga domestik yang lebih rendah dari harga pasar tidak memberikan insentif kepada kontraktor untuk mengembangkan gas di sektor domestik. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya memperbaiki harga domestik sesuai dengan keseimbangan pasar untuk mencapai pemenuhan kebutuhan konsumsi gas domestik.