Aplikasi model HEC WMS untuk Memprediksi Debit Puncak Aliran Permukaan DAS Ciliwung Hulu
Application of HEC WMS Model to Predict Peak Discharge of Surface Runoff in Upper Ciliwung Watershed
Abstract
Runoff is the important factor that has to be considered in land resources conservation planning. Principally, land conservation is the manner of landuse manipulation that affect water yield in a watershed. The effect of soil and water conservation measures on water yield could be appeared in a long periode of time, so that a hydrologic model is needed to predict it. One of the models is HECWMS (Hydrologic Engineering Corp-Watershed Modeling System). The model was chosen due to its capability to simulate rainfall-runoff relationship, landuse change, and to solve several hydrologic problems. The research was conducted in upper Ciliwung watershed, Bogor, West Java, from March 2011 until August 2011. It consisted of collection of secondary data, biophysical data, and field investigation. Secondary data was collected from Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum-Ciliwung, while biophysical data from Balai Pengembangan Sumber Daya Air (BPSDA) Ciliwung-Cisadane, Bendung Katulampa, and Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Citeko. The first step of the research was processing secondary data that consisted of processing upstream Ciliwung watershed map and processing hydrologic data. The following step was discharge model analysis and field discharge measurement analysis. The result was used for data input model. The model consisted of two parts, they were model parameterization and calculation approach. Model parameterization consisted of watershed attribute assignments, rainfall analysis, and unit hydrograph arrangements. While calculations approach consisted of loss rate and routing data calculation. Rainfall data used in this research consisted of eleven rain occurences, with rainfall heght of 35.00 mm to 66.40 mm. Measured peak discharge for each rainfall occurence respectively are 43.26 m³/s (9 January 2010), 29.92 m³/s (13 January 2010), 43.26 m³/s (19 January 2010), 43.26 m³/s (22 January 2010), 33.54 m³/s (28 January 2010), 97.94 m³/s (9 February 2010), 62.86 m³/s (16 February 2010), 43.26 m³/s (18 February 2010), 35.83 m³/s (2 March 2010), 81.77 m³/s (10 March 2010), dan 81.77 m³/s (11 March 2010). Predicted peak discharge for each rainfall occurence respectively are 42.01 m³/s (9 January 2010), 28.23 m³/s (13 January 2010), 40.52 m³/s (19 January 2010), 41.12 m³/s (22 January 2010), 30.89 m³/s (28 January 2010), 94.25 m³/s (9 February 2010), 60.06 m³/s (16 February 2010), 41.37 m³/s (18 February 2010), 35.42 m³/s (2 March 2010), 79.01 m³/s (10 March 2010), dan 38.20 m³/s (11 March 2010). The result of model simulation showed that peak discharge and surface runoff hydrograph were relatively close to the field measurement, while time to peak of the model is quite different. The coefficient of determination of model (R2) is 0.711, which shows a positive linear corelation. It’s means 71.1 % of the variance of peak discharge surface runoff in Upper Ciliwung Watershed might be explaned by the model simulations. Aliran permukaan merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan konservasi sumberdaya lahan. Kegiatan konservasi lahan pada prinsipnya adalah melakukan manipulasi terhadap tata guna lahan yang pada akhirnya mempengaruhi hasil air suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Pengaruh penerapan teknik konservasi tanah dan air terhadap perbaikan hasil air baru dapat dirasakan dalam jangka waktu yang panjang, sehingga diperlukan model hidrologi untuk memprediksi hasil air suatu DAS. Salah satu model hidrologi untuk memprediksi aliran permukaan adalah model HEC-WMS (Hydrologic Engineering Corp-Watershed Modeling System). Pemilihan model HEC WMS didasarkan atas kemampuannya dalam mensimulasikan hujan menjadi aliran, efek perubahan tata guna lahan terhadap aliran, dan memecahkan problem hidrologi aktual maupun antisipatif. Penelitian dilakukan di DAS Ciliwung Hulu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mulai bulan Maret 2011 sampai Agustus 2011. Metode penelitian meliputi pengumpulan data sekunder, data biofisik, dan data lapang. Data sekunder diperoleh dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum- Ciliwung, dan data biofisik diperoleh dari Balai Pengembangan Sumber Daya Alam (BPSDA) Ciliwung-Cisadane, Bendung Katulampa, dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Citeko. Penelitian dimulai dengan pengolahan data sekunder yang terdiri dari pengolahan peta DAS Ciliwung Hulu dan pengolahan data hidrologi. Selanjutnya dilakukan analisa debit aliran model dan analisa debit aliran hasil pengukuran. Hasil pengolahan data sekunder digunakan sebagai masukan model. Dalam proses menjalankan model terdiri dari dua bagian, yaitu parameterisasi model dan pendekatan perhitungan. Parameterisasi model berupa atribut DAS, curah hujan, dan penyusunan unit hidrograf. Sedangkan, pendekatan perhitungan berupa laju kehilangan (Loss Rate) dan data penelusuran (Routing Data). Data curah hujan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari sebelas kejadian hujan, dengan tinggi curah hujan 35.00 mm – 66.40 mm. Nilai debit puncak aliran hasil pengukuran (QpL) pada tiap kejadian hujan adalah sebesar 43.26 m³/s (9 Januari 2010), 29.92 m³/s (13 Januari 2010), 43.26 m³/s (19 Januari 2010), 43.26 m³/s (22 Januari 2010), 33.54 m³/s (28 Januari 2010), 97.94 m³/s (9 Februari 2010), 62.86 m³/s (16 Februari 2010), 43.26 m³/s (18 Februari 2010), 35.83 m³/s (2 Maret 2010), 81.77 m³/s (10 Maret 2010), dan 81.77 m³/s (11 Maret 2010). Nilai debit puncak aliran keluaran model (QpM) pada tiap kejadian hujan adalah sebesar 42.01 m³/s (9 Januari 2010), 28.23 m³/s (13 Januari 2010), 40.52 m³/s (19 Januari 2010), 41.12 m³/s (22 Januari 2010), 30.89 m³/s (28 Januari 2010), 94.25 m³/s (9 Februari 2010), 60.06 m³/s (16 Februari 2010), 41.37 m³/s (18 Februari 2010), 35.42 m³/s (2 Maret 2010), 79.01 m³/s (10 Maret 2010), dan 38.20 m³/s (11 Maret 2010). Hasil simulasi menunjukkan debit puncak dan hidrograf aliran permukaan keluaran model secara relatif mendekati salah satu hasil pengukuran, sedangkan waktu puncak aliran keluaran model sangat berbeda. Nilai koefisien determinasi (R2) diperoleh sebesar 0.711 yaitu regresi linear positif tinggi. Nilai koefisien determinasi menerangkan bahwa 71,1 % dari keragaman debit puncak aliran permukaan di DAS Ciliwung Hulu dapat