Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Lele Phyton (Clarias sp.) Pada Usaha Gudang Lele, Kota Bekasi Jawa Barat
Abstract
Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia karena sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan yang didalamnya terkandung kekayaan laut bernilai ekonomis tinggi. Pada dasarnya subsektor perikanan terdiri atas perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi perikanan tangkap sebesar 6,4 juta ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan sebesar 70 persen dan perikanan budidaya sebesar 1,6 juta ton per tahun dengan pemanfaatan sebesar 30 persen. Perikanan budidaya relatif lebih rendah tingkat pemanfaatannya dibandingkan dengan perikanan tangkap, karena selama ini perikanan budidaya hanya dilakukan oleh pembudidaya skala kecil yang belum memiliki akses terhadap pasar, permodalan, maupun manajemen usaha. Namun, dalam jangka panjang perikanan budidaya dapat dijadikan salah satu usaha prospektif yang menghasilkan laba yang besar. Ikan lele merupakan salah satu hasil perikanan budidaya yang permintaannya relatif tinggi dibandingkan dengan hasil perikanan budidaya lainnya. Saat ini, ikan lele sudah menjadi menu favorit yang digemari konsumen adari berbagai kalangan masyarakat. Salah satu daerah penghasil ikan lele di Jawa Barat adalah Bekasi. Jenis ikan lele yang banyak diusahakan di Bekasi adalah ikan lele phyton (Clarias sp.). Usaha Gudang Lele merupakan usaha yang membudidayakan ikan lele phyton di Kecamatan Bekasi Utara didirikan pada tahun 2010. Kegiatan budidaya yang dilakukan oleh usaha Gudang Lele terdiri dari kegiatan pembenihan sampai dengan kegiatan pembesaran. Benih yang dihasilkan ukuran 3-8 cm dengan harga jual beragam sesuai ukuran benih yaitu ukuran 3-4 cm Rp 100 dan ukuran 5-8 Rp 200, sedangkan untuk ikan lele konsumsi 9-10 ekor per kilogram dengan harga jual Rp 13.000. Namun dalam mengusahakan ikan lele phyton mengalami fluktuasi dalam keberhasilan produksi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kelayakan pengusahaan ikan lele phyton dilihat dari aspek non finansial yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial dan lingkungan, kelayakan finansial pengusahaan ikan lele phyton dilihat dari kriteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit and Cost (Net B/C Ratio), Internal Rate Of Return (IRR), dan Payback Period (PP), dan sensitivitas pengusahaan ikan lele phyton, apabila terjadi perubahan pada harga jual output , penurunan produksi dan perubahan kenaikan biaya variable baik pembenihan maupun pembesaran. Penelitian ini dilaksanakan pada usaha Gudang Lele yang terletak di Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Jawa Barat. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2011. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer berasal dari hasil observasi dan wawancara dengan pihak perusahaan. Data sekunder diperoleh dari studi literatur berbagai buku, skripsi, tesis, jurnal, internet, data produksi dari usaha Gudang Lele, serta instansi terkait. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan metode studi kasus (case study). Pengusahaan ikan lele phyton pada usaha Gudang Lele dari aspek non finansial yaitu analisis pasar, analisis teknis, analisis manajemen, analisis hukum dan analisis sosial lingkungan layak untuk dilaksanakan. Hal ini terlihat dari parameter kualitas air yaitu pH air sebesar 7,3 dan suhu udara yaitu 27-320C sehingga cocok untuk melakukan pengusahaan ikan lele, serta dilihat dari aspek pasar yaitu jumlah permintaan ikan lele tingkat konsumsi terus meningkat setiap tahunnya, sehingga masih ada peluang pasar untuk mengembangkan pengusahaan ikan lele phyton pada usaha Gudang Lele. Selain itu dilihat dari analisis manajemen pengusahaan ini dikatakan layak meskipun struktur organisasi yang masih sederhana, serta dilihat dari analisis sosial dan lingkungan yang tidak memberikan dampak buruk bagi kondisi lingkungan di sekitar daerah pengusahaan ikan lele. Berdasarkan perhitungan analisis kelayakan finansial pada tingkat diskonto sebesar 12 persen dari masing-masing pengusahaan ikan lele memperoleh nilai NPV sebesar Rp 199.842.865,61 pada pengusahaan pembenihan, sedangkan nilai NPV yang diperoleh pada pengusahaan pembesaran adalah sebesar Rp 91.124.213,50. Nilai NPV diperoleh lebih besar dari nol yang artinya usaha ini layak untuk dilaksanakan. Nilai Net B/C yang diperoleh pada pengusahaan pembenihan dan pembesaran ikan lele adalah 2,90 dan 2,26 lebih besar dari satu yang berarti dari setiap satu satuan rupiah yang dikeluarkan selama umur proyek mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar 2,90 dan 2,26 rupiah sehingga usaha ini layak untuk dilaksanakan. Nilai IRR yang diperoleh adalah 62,82 persen dan 34,71 persen lebih besar dari tingkat suku bunga pinjaman sebesar 12 persen artinya investasi di usaha ini layak untuk dilaksanakan, sedangkan waktu yang diperlukan untuk pengembalian biaya investasi yang ditanamkan pada masing-masing pengusahaan pembenihan dan pembesaran ikan lele adalah 2,63 tahun (2 tahun 8 bulan) dan 3,78 tahun (3 tahun 9 bulan). Selain menghitung analisis kelayakan, dihitung juga analisis switching value untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu usaha terhadap perubahan yang terjadi baik pada parameter manfaat maupun biaya yang akan berpengaruh pada hasil kelayakan, sehingga keuntungan mendekati normal dimana NPV mendekati atau sama dengan nol. Hasil perhitungan analisis switching value pada pengusahaan ikan lele pyhton untuk penurunan harga jual output dan penurunan produksi yaitu benih ikan lele dengan ukuran 5-8 cm pada pengusahaan pembenihan ikan lele yaitu sebesar 20,03 persen dari harga benih Rp 200 per ekor menjadi Rp 159,9 per ekor, sedangkan pada pengusahaan pembesaran ikan lele diperoleh hasil switching value sebesar 7,83 persen dari harga jual ikan konsumsi sebesar Rp 13.000 per kilogram menjadi Rp 11.982,1 per kilogram. Perubahan terhadap kenaikan biaya variabel pada pembenihan yaitu sebesar 66,66 persen dan pembesaran sebesar 14,53 persen. Dilihat dari hasil analisis switching value, usaha pembesaran lebih sensitif dibandingkan dengan usaha pembenihan, maka apabila terjadi perubahan sedikit saja akan sangat berpengaruh terhadap hasil kelayakan. Namun, pengusahaan pembenihan dan pembesaran masih layak apabila besar perubahan tidak melebihi persentase yang dihasilkan.
Collections
- UT - Agribusiness [4611]