Show simple item record

Level of Mother’s Knowledge and Consumption Pattern in Children with Autism in Bogor.

dc.contributor.advisorSinaga,Tiurma
dc.contributor.advisorMudjajanto, Eddy S.
dc.contributor.authorMujiyanti, Dwi Murni
dc.date.accessioned2012-02-22T01:21:56Z
dc.date.available2012-02-22T01:21:56Z
dc.date.issued2011
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/53466
dc.description.abstractAutism is a developing disorder which is caused by brain destruction. Brain destruction makes some disorder in communication, behavior, and social ability. Most children with autism have metabolic problem, such as enzyme deficiencies and leaky gut condition which allows proteins gluten and casein can not be absorbed as in normal children. So, intervention of diet especially diet GFCF (Gluten Free Casein Free) is one of the most common solution given. Mother’s knowledge is one important thing that affects child consumption. The general purpose of this research was to determine the relationship between mother’s knowledge and consumption pattern in children with autism in Bogor. The research uses cross sectional study from April to May 2011. The number of 93% samples have a frequency of eating 3 meals a day and only 17% given cycle menu. The number of 10% samples have an allergy to food served cold, orange, shrimp, and honey. The number of 26,67% samples taking supplement. Most of the samples do not consume foods containing gluten or casein. Food that contain gluten and casein are the most frequently consumed by the samples are biscuit, milk, cheese, and yogurt. Intakes of both calories and proteins were adequate in the majority of children, but the proteins was higher than Recommended Dietary Allowence (RDA). The average intake of vitamin A and magnesium were normal. However, the following nutrients did not meet the RDA requirements at all : vitamins C, calcium, and zinc. The result showed that nutritional status of 30% sample were normal and 40% sample were obesity. The result showed that mother’s knowledge related to the frequency of consumption of food containing gluten and casein in children. Samples which have a less knowledgeable mothers, likely to consume food that contain gluten for more than or equal to 3 times a week. However, samples with less knowledgeable mothers, reducing the consumption of food containing casein to less than 3 times a week. The result showed no relationship between mother’s knowledge with energy and nutrition adequacy level, as well as nutritional status of sample. The result also indicate that there is no relationship between adequacy level of energy and protein with nutritional status.en
dc.description.abstractTujuan penelitian ini secara umum adalah mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan pola konsumsi pada anak autis di Kota Bogor. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1) mengidentifikasi karakteristik anak autis dan keluarga, 2) mengetahui akses ibu terhadap informasi pangan dan gizi serta tingkat pengetahuan ibu tentang pola konsumsi, makanan sumber gluten dan kasein, serta makanan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan bagi anak autis, 3) mengetahui pola konsumsi pangan yang meliputi frekuensi makan, siklus menu, makanan yang disukai, makanan yang biasa dikonsumsi, konsumsi pangan sumber gluten dan kasein, konsumsi suplemen, serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak autis, 4) menilai status gizi anak autis, 5) menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi anak autis, 6) menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan status gizi anak autis, 7) menganalisis hubungan antara pengetahuan ibu dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak autis, 8) menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan frekuensi konsumsi pangan sumber gluten dan kasein anak autis. Penelitian dilaksanakan di Yayasan Keluarga Istimewa Indonesia (YKII), Cimanggu, dan SDN Perwira Kota Bogor. Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2011. Kriteria contoh dalam penelitian ini adalah anak autis yang melakukan bimbingan belajar di Yayasan Keluarga Istimewa Indonesia (YKII), Cimanggu serta bersekolah di SDN Perwira Kota Bogor yang bersedia ikut serta dalam penelitian. Penarikan contoh dilakukan secara purposive sampling. Responden adalah ibu yang merupakan sumber informasi untuk menambah data. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer meliputi (1) karakteristik anak (usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan), (2) karakteristik orang tua (pendapatan, pendidikan, besar keluarga, usia), (3) pola konsumsi (frekuensi makan, jenis bahan pangan sumber gluten dan kasein, konsumsi suplemen, konsumsi selama tiga hari, makanan yang biasa dikonsumsi, makanan yang disukai, dan alergi). Pola konsumsi dan konsumsi pangan anak dinilai dengan menggunakan Food Frequency Questionares (FFQ) dan Food Record (3x24 jam), wawancara, serta pengamatan langsung. Data sekunder meliputi keadaan umum dan profil yayasan dan sekolah. Contoh sebagian besar (76,7%) berjenis kelamin laki-laki dan berusia pada kisaran 8-9 tahun sebanyak 43,3%. Keluarga contoh sebagian besar (70%) merupakan keluarga kecil, dengan usia ibu 80,0% tergolong usia dewasa awal (31-40 tahun) dan usia ayah 70,0% tergolong kategori dewasa madya (41-50 tahun). Pendidikan terakhir SMA pada ibu sebesar 40% dan pada ayah sebesar 33,33%. Ayah contoh sebagian besar (36,67%) bekerja sebagai wiraswasta sedangkan ibu contoh sebagian besar (76,67%) merupakan ibu rumah tangga. Pendapatan keluarga contoh sebagian besar (30%) berada pada rentang Rp. 5.000.001-Rp. 7.500.000. Responden sebagian besar (73,33%) sudah mengetahui informasi awal mengenai autis. Tindakan awal responden ketika pertama kali menyadari anaknya mengalami autis sebagian besar (86,67%) langsung berkonsultasi dengan dokter. Responden sebagian besar (56,67%) memperolah informasi dari media televisi, koran, majalah, atau internet. Responden sebagian besar (50%) umumnya langsung menerapkan informasi yang ia peroleh tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan tenaga profesional. Jenis pelayanan kesehatan yang umumnya digunakan oleh ibu adalah rumah sakit atau puskesmas (73,33%). Sebanyak 33,33% responden mengaku sering datang ke dokter/ terapis minimal 1 kali seminggu. Alasan responden yang membawa anaknya ke terapis sebagian besar atas anjuran dari dokter (73,33%). Responden sebagian besar (60%) mengaku pernah mengikuti seminar atau penyuluhan tentang anak autis untuk menambah pengetahuan tentang autis. Menurut hasil perhitungan 66,67% responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik. Contoh sebagian besar (93,33%) mengonsumsi makanan lengkap sebanyak tiga kali makan utama dalam sehari. Ibu sebagian besar tidak menerapkan siklus menu bagi anaknya sehingga cenderung memberikan makanan sesuai dengan bahan pangan yang tersedia. Makanan yang biasa dikonsumsi hampir sama seperti anak yang tidak mengalami autis. Contoh hanya tidak boleh mengonsumsi jenis makanan tertentu sesuai diet yang dijalani dan alergi yang dialami. Contoh yang memiliki alergi terhadap makanan tertentu sebanyak 10%. Sebanyak 26,67% contoh mengonsumsi suplemen. Contoh sebagian besar tidak mengonsumsi gluten maupun kasein. Rata-rata konsumsi pangan sumber gluten dan kasein contoh adalah 43,33% tidak pernah mengonsumsi pangan sumber gluten dan 66,67% tidak pernah mengonsumsi makanan sumber kasein. Jenis pangan sumber gluten yang paling sering diberikan yaitu mie, roti, dan biskuit masing-masing sebanyak 3x dalam seminggu. Sementara jenis pangan sumber kasein yang masih diberikan diantaranya susu sapi, susu skim, susu bubuk, mentega, keju, yoghurt, dan biskuit/wafer yang mengandung susu. Berdasarkan hasil perhitungan 40% contoh memiliki tingkat kecukupan energi normal dan 80% contoh memiliki tingkat kecukupan protein berlebih. Tingkat kecukupan vitamin A pada contoh, sebanyak 60% telah cukup baik. Kondisi sebaliknya ditemukan pada tingat kecukupan vitamin C. Sebagian besar contoh (70%) masih berada dalam kategori kurang. Contoh sebagian besar termasuk dalam kategori kurang untuk tingkat kecukupan kalsium dan zinc. Masing-masing dengan persentase 80% untuk kalsium dan zinc. Sementara tingkat kecukupan magnesium sebesar 93,33% dari contoh sudah cukup. Indeks BB/U menunjukkan bahwa 73,33% contoh berstatus gizi baik. Indeks TB/U menunjukkan bahwa 83,33% contoh memiliki status gizi normal. Status gizi contoh berdasarkan indeks IMT/U berkisar pada status gizi normal (30%) dan obesitas (40%). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi, serta status gizi (p>0,05). Hasil analisis korelasi Pearson juga menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan status gizi contoh. Hasil uji epidemiologi dengan menghitung Odds Ratio (OR) diketahui bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan frekuensi konsumsi pangan sumber gluten dan kasein pada anak. Anak dengan ibu yang berpengetahuan kurang berpeluang mengonsumsi pangan sumber gluten ≥3 kali seminggu 4 kali lebih sering dibandingkan anak dengan ibu berpengetahuan baik. Kondisi sebaliknya terjadi pada hubungan antara pengetahuan ibu dengan konsumsi makanan sumber kasein. Kelompok ibu berpengetahuan kurang menurunkan konsumsi pangan sumber kasein pada anak 2,3 kali lebih tinggi dibandingkan ibu berpengetahuan baik.
dc.subjectBogor Agricultural University (IPB)en
dc.subjectAutism, gluten free casein freeen
dc.subjectmother’s knowledgeen
dc.subjectenergyen
dc.subjectnutrition adequacy levelen
dc.subjectfood consumptionen
dc.titleTingkat Pengetahuan Ibu dan Pola Konsumsi pada Anak Autis di Kota Bogoren
dc.titleLevel of Mother’s Knowledge and Consumption Pattern in Children with Autism in Bogor.


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record