Karakteristik Kadar Air Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Unit Usaha Rejosari PTPN VII, Lampung
Abstract
Tanaman kelapa membutuhkan air dalam jumlah yang banyak dengan curah hujan optimal 2000-3000 mm/tahun (Setyamidjaja, 1991). Ketersediaan air pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia terutama di bagian wilayah selatan khatulistiwa seperti di Lampung menjadi masalah, karena terdapat musim kemarau yang jelas, sehingga dibutuhkan pengelolaan air yang sangat baik. Penelitian bertujuan untuk mengkaji ketersediaan air dan penyebarannya secara spasial pada blok-blok penerapan teknik konservasi tanah dan air di kebun kelapa sawit. Ketersediaan air tanah antar blok perlakuan diukur dan diklasifikasikan per kedalaman antara musim kemarau dengan musim hujan. Penelitian dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit Unit Usaha Rejosari, PTPN VII, Lampung Selatan dari bulan Juni 2006 – Juli 2007. Perlakuan terdiri dari teras gulud yang dilengkapi dengan mulsa vertikal (Blok I), kontrol (Blok II), dan rorak yang dilengkapi dengan mulsa vertikal (Blok III). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan teras gulud dan rorak yang dilengkapi lubang resapan dan mulsa vertikal efektif meningkatkan kadar air tanah sehingga mampu menekan aliran permukaan. Kadar air tanah (KAT) ratarata bulanan tertinggi pada perlakuan rorak diikuti perlakuan teras gulud dan kontrol, masing-masing sebesar 44.51 , 40.32 dan 35.32 %. KAT rata-rata bulanan tertinggi dan terendah pada kedalaman 25, 50, dan 100 cm yaitu sebesar 38.56, 43.17, 46.24 % dan 27.38 , 35.37, dan 40.58%. Hasil klasifikasi sebaran ketersediaan air pada kedalaman 25, 50 cm, dan 100 cm menunjukkan pola semakin dalam kedalaman tanah maka ketersediaan air semakin tinggi serta ketersediaan air semakin tinggi dari musim kemarau ke hujan. Klasifikasi sebaran ketersediaan air ditemukan suatu penyimpangan pada blok kontrol (T0) yaitu ketersediaan air pada lereng bawah lebih rendah dibandingkan dengan lereng tengah dan lereng atas baik musim hujan maupun musim kemarau. Hal ini terjadi akibat nilai korelasi antara kadar air dan tahanan listrik pada sensor pewakil rendah dengan ditunjukkan nilai koefisien determinan (R2) rata-rata yang rendah yaitu sebesar 0.68.