Pengaruh Pengeratan pada Perbanyakan Bambu Ampel Hijau (Bambusa vulgaris Schrader ex Wendland) dan Bambu Andong (Gigantochloa pseudoarundinacea (Steudel) Widjaja) dengan Teknik Perundukan
Abstract
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui keberhasilan pembibitan bambu ampel hijau dan andong dengan teknik perundukan dan mempelajari adanya pengaruh pengeratan serta interaksi antara jenis bambu dan perlakuan pengeratan terhadap keberhasilan tumbuh bambu. Percobaan ini dilaksanakan pada bulan September 1998 sampai Juni 1999 di Kebun Percobaan Institut Pertanian Bogor, Cikarawang dengan ketinggian tempat 250 meter di atas permukaan laut. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah jenis bambu yang digunakan, yaitu bambu ampel hijau (B1) dan bambu andong (B2). Faktor kedua yaitu dikerat (h) dan tidak dikerat (b). Kombinasi perlakuan terdiri dari 4 ulangan berupa 4 rump un. Setiap satuan percobaan terdiri dari 2 buluh dan setiap buluh diambil 5 buku, yaitu buku ke-4 sampai ke-8 dari permukaan tanah, sehingga terdapat 16 satuan percobaan yang terdiri dari 160 rundukan. Pemangkasan pucuk (topping) bambu dilakukan 3 bulan sebelum perundukan. Peubah-peubah yang diamati yaitu persentase buku rundukan bertunas, jumlah tunas, tinggi tunas, persentase buku hidup untuk skor pertumbuhan tunas dan perakaran 3, 4 dan 5 dengan memisahkan pengolahan data antara bambu ampel hijau dan andong serta persentase rundukan tumbuh di polybag. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa jenis bambu memberikan pengaruh nyata terhadap persentase buku rundukan bertunas pada akhir perundukan (22 MST). Bambu ampel hijau menghasilkan persentase buku rundukan bertunas yang nyata lebih baik daripada bambu andong dengan persentase buku rundukan bertunas masing-masing sebesar 70.00 dan 17.50 %. Walaupun secara statistik tidak berpengaruh nyata, perlakuan pengeratan mampu menghasilkan persentase buku rundukan bertunas lebih baik daripada rundukan tanpa perlakuan pengeratan dengan persentase buku rundukan bertunas masing-masing sebesar 33.00 dan 14.00 %. Jenis bambu memberikan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas yang muneul pada umur 2 MST. Perlakuan pengeratan memberikan pengaruh nyata pada umur 4 MST dan eenderung pada umur 2 dan 14 MST. Adanya interaksi antara jenis bambu dan perlakuan pengeratan pada umur 2 MST mampu menghasilkan jumlah tunas terbaik selama pengamatan yaitu sebesar 1.23 tunas/buku rundukan yang diperoleh dari hasil interaksi antara bambu ampel hijau dengan perlakuan pengeratan. Jenis bambu berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tunas pada umur 2, 4 dan 8 MST, nyata pada umur 6, 10, 14 dan 16 MST serta eenderung nyata pada umur 12 MST. Perlakuan pengeratan berpengaruh sangat nyata pada umur 2 sampai 8 MST dan nyata pada umur 10 sampai 16 MST. Interaksi antara jenis bambu dan perlakuan pengeratan terhadap tinggi tunas terjadi hampir di setiap pengamatan, keeuali pada umur 14 MST. Pengaruh yang sangat nyata akibat interaksi terjadi pada umur 2 dan 8 MST, nyata pada umur 4, 6, 10, 16, 18 20 dan 22 MST dan eenderung nyata pad a umur 12 MST. Pada akhir pengamatan (22 MST), tinggi tunas terbaik diperoleh dari interaksi bambu ampel hijau dengan perlakuan pengeratan yaitu sebesar 7.95 em. Jenis bambu dan perlakuan pengeratan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap persentase buku hid up bambu ampel hijau. Interaksi antara jenis bambu dan perlakuan pengeratan mampu menghasilkan persentase buku hidup terbaik yaitu sebesar 87.50 % yang diperoleh dari bambu ampel hijau dengan perlakuan pengeratan. Persentase buku hidup terbaik dari buku rundukan bambu ampel hijau dan andong diperoleh dari buku rundukan ke-8, lalu berturut-turut buku rundukan ke-7, 6, 5 dan 4 dari pangkal rundukan. Jenis bambu dan perlakuan pengeratan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase rundukan tumbuh di polybag, namun bambu ampel hijau menghasilkan persentase rundukan tumbuh di polybag yang lebih tinggi daripada bambu andong masing-masing sebesar 100 dan 53.33 %.