Kajian Sistern Tebasan dan Analisis Pernasaran Mangga di Kabupaten Indrarnayu, Jawa Barat
Abstract
Karakteristik buah-buahan tropis yang memerJukan rentang waktu cukup panjang menyebabkan investor kurallg tertarik untuk mengusahakannya dengan skala us aha perkebunan. Sehingga produksi buah lokal kita selama ini berasal dari tanaman pekarangan. Selain itu perJakuan pasca panen masih sederhana dan sistem penjualan tidak menguntungkan petani dan konsumen terutama sistern penjualan buah segar dengan tebasan. Sistem tebasan ini di satu fihak memiliki beberapa kelebihan diantaranya bersifat ekonomis baik dalam hal waktu maupun biaya. Sementara di fihak lain sistem ini menghasilkan buah yang tidak seragam karena mangga di panen sekaligus tanpa memperhatikan kematangan buah sehingga sistem ini tidak menguntungkan baik dari sisi produsen maupun konsumen. Berdasarkan permasalahan tersebut maka tujuan penelitian ini adalah (I)Mengetahui gambaran usahatani mangga di daerah penelitian, (2)Mempelajari penjualan mangga di tingkat petani melalui sistem tebasan, (3)Mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya sistem tebasan, (4)Menganalisis perilaku pedagang mangga dalam menentukan masa petik sistem tebasan, dan (5)Mengkaji sistem distribusi dan efisiensi pemasaran dalam kaitannya dengan sistem tebasan. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi lembaga terkait/pemerintah dalam menentukan kebijakan pengembangan mangga seperti dalam upaya pengembangan sistem penyuluhan. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Indramayu pada bulan Oktober sampai Desember 1998. Data yang dikumpulkan mencakup data sekunder dan data primer. Data yang didapat dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif yaitu analisis deskriptif usahatani, faktor-faktor yang mendukung sistem tebasan, dan anal isis regresi perencanaan panen, analisis saluran pemasaran, lembaga pemasaran, struktur pasar, dan penyebaran margin pemasaran. Sementara sampel penelitian diambil dari petani dan pedagang mangga yang dipilih secara sengaja. Kegiatan usahatani mangga di daerah penelitian merupakan usahatani sampingan. Terdapat tiga jenis mangga yang umumnya dikembangkan adalah jenis dermayu, arumanis, dan gedong. Secara umum usahatani mangga bersifat tradisional jika ditinjau dari jarak tanam yang tidak teratur, pemupukan dan penyemprotan HPT seadanya namun produk sudah berorientasi pasar. Berdasarkan analisis RIC rasio usahatani, petani non tebasan lebih menguntungkan dibandingkan petani tebasan. Cara penjualan mangga ke tengkulak dengan sistem tebasan dilakukan oleh 73.3 persen petani dan petani lainnya melakukan panen sendiri dan penjualan lang sung ke pengepul. Dalam sistem tebasan tengkulak datang ke kebun mangga petani untuk menaksir kelebataan pohon yang sebagian besar dilakukan ketika buah sangat muda. Harga jual ditentukan secara tawar-menawar, sedangkan pembayarannya tunai. Setelah transaksi selesai hubungan antara petani dan pembeli tidak ada lagi sehingga petani tidak berkepentingan lagi untuk merawat pohon. Sementara tengkulak juga setelah itu tidak merawat pohon tersebut secara intensif. Panen dengan tebasan ini dilakukan sepenuhnya oleh tengkulak dan tidak melibatkan petani. Pemanenan umumnya dilakukan secara sekaligus (dermayu, arumanis) kecuali mangga gedong yang panennya dilakukan beberapa kali karena kematangannya yang sangat tidak seragam. Penjualan secara tebasan umumnya merugikan petani karena sering terjadi kuantitas panen lebih tinggi dari pada kuantitas taksiran. Mutu secara umum rendah yang menyebabkan harga yang diterima petani menjadi relatif rendah disamping itu tidak adanya informasi harga dan kebutuhan petani akan uang tunai. Sedangkan petani yang menjual dengan sistem non tebasan pemanenan tidak dilakukan sekaligus dan cara petiknya lebih hati-hati. Namun karena kurangnya informasi harga, harga jual yang diterima petani non tebasan tetap lebih rendah dari harga jual tengkulak walaupun dibanding harga jual petani tebasan relatiflebih baik. Adapun faktor-faktor yang mendukung berjalannya sistem tebasan adalah petani butuh uang cepat (100%), resiko pencurian (68.7%), terlalu repot kalau menjual sendiri (40.9%), dan kurang pengalaman kalau menjual sendiri (40.9%). Sedangkan dari penebas, pembelian secara tebasan menguntungkan dari harga yang diterima relatif lebih murah (46.6%), praktis dan mudah dikerjakan (40.0%), membutuhkan sedikit hari kerja (26.6%), secara kuantitas menguntungkan (26.6%), dan bisa menentukan masa petik sendiri (20.0%). Dalam perencanaan pemetikan oleh penebas, waktu petik dipengaruhi oleh harga beli dan jumlah pembelian. Jarak ke pasar dan penerimaan tahun lalu tidak berpengaruh nyata terhadap waktu petik. Saluran pemasaran mangga dibagi menjadi tiga pol a utama, yaitu pola pemasaran lokal, pola pemasaran antar daerah, dan pola pemasaran ekspor yang melibatkan petani, tengkulak, pengepul, pedagang antar kota, dan pengecer lokal. Fungsi pemasaran yang dilakukan lembaga pemasaran adalah yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas, petani yang menjual secara tebasan hanya melakukan fungsi pertukaran saja. Fungsi pengangkutan yang dilakukan petani non tebasan dan tengkulak merugikan mutu karena cara angkut yang tidak bagus. Fungsi grading dan penyortiran hanya dilakukan secara sederhana oleh pengepul yaitu memisahkan mutu buah dalam kualitas secara fisik (ukuran, wama dan keadan kulit buah) serta pengepakan ke dalam peti kayu. Struktur pasar yang dihadapi petani dan tengkulak mendekati pasar oligopsoni, dan struktur pasar di pengepul dan pengecer lokal mendekati pasar oligopoli. Berdasarkan analisis farmer's share, analisis margin pemasaran dan analisis B/C rasio maka penjulan mangga secara tidak ditebaskan lebih menguntungkan dari petani yang menjual secara tebasan. Namun ditinjau dari penyebaran margin pemasaran dan kesempatan kerja maka petani yang melakukan sistem tebasan lebih efisien. Saran penulis dalam penelitian ini bahwa penting untuk memberikan informasi harga kepada petani agar posisi tawar mereka meningkat dan kemudian meningkatkan pendapatan petani. Pemberian penyuluhan kepada petani tentang usahatani dan penyuluhan kepada pedagang khususnya tentang penanganan pasca panen agar terpeliharanya kualitas mangga, diadakannya program kredit pasca panen untuk memenuhi kebutuhan petani akan uang tunai agar petani melakukan penjualan mangga pada waktu mendekati panen optimal. Perlunya dikaji kemungkinan mangga diusahakan dengan skala perkebunan.