Efektifitas Dimethylformamide (Dmf) Sebagai Krioprotektan Untuk Kriopreservasi Ookista Eimeria Tenella Yang Disimpan Dalam Nitrogen Cair Bersuhu -196°C
Abstract
Koksidiosis adalah penyakit parasiter yang menimbulkan gangguan terutama pada saluran pencernaan bagian aboral (usus),disebabkan oleh protozoa yaitu Eimeria tenella. Penyakit tersebut banyak menimbulkan kerugian ekonomi. Koksidiosis adalah salah satu penyakit parasitik dalam peternakan ayam. Walaupun penyakit ini dapat dikontrol dengan obat-obatan, penggunaan obat secara potensial menimbulkan beberapa masalah, seperti residu obat dalam produk daging dan bermacam strain parasit menjadi resisten terhadap obat (Chapman, 1997). Vaksinasi adalah salah satu alternatif dalam pengobatan dan beberapa antigen koksidia akan diterapkan menjadi dasar komponen vaksin (Uchida et. al., 1997). Tujuan kriopreservasi adalah mempertahankan sesempurna mungkin sifat-sifat material biologis terutama viabilitasnya. Krioprotektan adalah zat kimia non elektrolit yang berfungsi mereduksi pengaruh letal proses pemaparan kriopreservasi sel diantaranya baik yang berupa efek larutan maupun pembentukkan kristal es ekstra atau intraseluler sehingga dapat menjaga viabilitas sel setelah kriopreservasi. Sampai saat ini krioprotektan yang paling banyak digunakan adalah yang memiliki daya penetrasi terhadap membran sel yaitu krioprotektan intraseluler gliserol dan dimethylsulphoxide (DMSO) (Supriatna, 1993). Dimethyljormamide (DMF) seperti halnya DMSO merupakan pelarut aprotic polar yang digunakan dalam pembekuan kering (Meislesc, 1993). Pelarut aprotic polar adalah pelarut yang tidak memiliki proton untuk ikatan hidrogen pada inti dan akan melarutkan lebih banyak kation daripada anion. Dengan demikian anion tersebut kurang terikat oleh molekul pelarut dan lebih banyak tersedia untuk reaksi, sehingga semakin polar suatu pelarut maka energi aktivasi untuk ionisasi akan semakin rendah dan derajat reaksinya akan semakin cepat (Kemp and Frank, 1980). Dimethyljormamide merupakan salah satu krioprotektan cryoprotectant agent (CPA) dengan konstanta dielektrik yang tinggi (Best, 1999). Konstanta dielektrik merupakan suatu ukuran kemampuan zat untuk memisahkan daya tarik antara partikel bermuatan listrik yang berlawanan (Carey, 1992). Penelitian dilakukan dengan empat perlakuan pada ookista Eimeria tenella dengan penambahan dimethyljormamide (DMF) 5%, 7,5%, 10%, dan kontrol (0%). Masing-masing perlakuan terdiri dan lima ulangan, kemudian diequilibrasi pada suhu 4°C selama tiga puluh menit. Lalu straw diturunkan ke mulut tangki N2 cair bersuhu -120°C selama dua menit kemudian dimasukkan ke suhu -196°C. Ookista tersebut diamati pada saat sebelum pencampuran,setelah pencampuran pada suhu 4°C, dan thawing setelah penyimpanan selama I hari, 7 hari, dan 30 hari. Parameter pengamatan yang digunakan adalah ookista yang utuh, sporokista yang rusak, ookista dengan dinding yang rusak, dan ookista dengan dinding dan sporokista rusak. Persentase ookista yang utuh pada penambahan DMF 5%, 7,5%, dan 10% setelah thawing yang disimpan selama 1, 7, dan 30 hari tidak berbeda nyata dan lebih tinggi daripada tanpa memakai krioprotektan (0%), karena itu untuk pemakaian yang lebih ekonomis lebih baik menggunakan DMF 5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa DMF dapat digunakan sebagai krioprotektan. Dimethyiformamide merupakan CPA intra sel yang memiliki daya permeabilitas (menembus membran sel) yang cukup tinggi yang disebabkan oleh sifat fisika kekentalan cairannya (viskositas) yang rendah sehingga dapat mengurangi interaksi diantara pelarut tersebut maupun dengan air (Best, 1999). Menurut•Kasai (1996) daya permeabilitas ini merupakan komponen penting yang harus dimiliki oleh krioprotektan, karena semakin cepat menembus membran sel maka waktu pemaparannya sebelum pendinginan cepat (rapid cooling) akan dipersingkat sehingga akan mencegah toksisitas larutan dan kerusakan yang diakibatkan oleh tekanan osmosis. Persentase ookista yang utuh dengan DMF 5% dan 7,5% setelah thawing cenderung stabil sampai dengan hari ke tiga puluh dibandingkan dengan penambahan DMF 10% yang memiliki kecenderungan menurun. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi 10% memiliki toksisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi 5% dan 7,5%. Persentase ookista dengan sporokista yang rusak dengan penambahan DMF 5% dan 7,5% setelah thawing yang disimpan selama 1, 7, dan 30 tidak berbeda nyata dan lebih rendah daripada tanpa memakai krioprotektan (0%). Konsentrasi krioprotektan optimal diperlukan untuk mengurangi efek toksisnya. Kerusakan sel yang disebabkan oleh proses osmosis terutama terjadi pada waktu thawing, karena sel yang telah dimasuki krioprotektan rentan terhadap pembengkakan sel yang disebabkan oleh tekanan osmosis, karena pada waktu thawing air akan lebih cepat berdifusi ke dalam sel dari pada proses difusi krioprotektan (Kasai, 1996). Persentase ookista dengan dinding yang rusak pada penambahan DMF 5%, 7,5%, dan 10% setelah thawing yang disimpan selama 1, 7, dan 30 hari nyata lebih tinggi daripada memakai krioprotektan (0%). Hal tersebut menunjukkan bahwa DMF selain berfungsi sebagai krioprotektan juga memiliki efek negatif terhadap dinding sel ookista selain dari efek kristal es intra sel dan tekanan osmosis. Dinding sel pada umumnya terdiri dari dua lapis lipid (lipid bilayer), dan DMF termasuk ke dalam kelompok krioprotektan yang memiliki sifat hidrofobi (Iipofili) (Best, 1999). Oleh karena itu senyawa ini memiliki kecenderungan bereaksi dengan lipid dan mempengaruhi ikatan lipid-lipid maupun lipid-protein sehingga merubah bangun atau konfigurasi dinding sel (Park and Graham, 1992). Persentase ookista Eimeria teneUa dengan sporokista dan dinding yang rusak terlihat tidak nyata perbedaannya pada penyimpanan selama 1, 7, dan 30 hari dengan penambahan konsentrasi DMF 5%, 7,5% setelah thawing dan DMF 10% cenderung lebih tinggi dari kedua konsentrasi tersebut. Pada saat dinding ookista dan sporokita yang telah dimasuki oleh krioprotektan dimasukkan dalam air (pada waktu thawing) akan terjadi perubahan tekanan di dalam dan di luar sel, karena air akan menembus dinding dan membran sel lebih cepat daripada proses keluar krioprotektan, sehingga semakin tinggi konsentrasi krioprotektan maka proses difusinya akan semakin lambat dan sel tersebut akan cenderung mengalami penggembungan oleh air (Kasai, 1996).