Pengaruh Pemberian Biomass, Decomposer dan Fosfat Alam terhadap Perubahan Sifat Kimia Tanah dan Produksi Kedelai (Glycine max L. Merr) pada Typic Dystropepts Baranangsiang-Bogor, Typic Palehumults MiramontanaSukabumi dan Typic Palehumults Nangela-Sukabumi
Abstract
Rehabilitasi lahan atau tanah-tanah yang terdegradasi telah banyak diusahakan. Tanah- tanah pada lahan terdegradasi memiliki tingkat kesuburan kimia, fisik, maupun biologi yang rendah. Sifat dan ciri tanah terdegradasi antara lain: (1) pH rendah atau bereaksi mas am, (2) kelarutan AI, Fe dan Mn tinggi, (3) fiksasi P tinggi dan (4) bobot isi besar, sehingga menghambat pertumbuhan akar. Dalam penelitian ini dibahas salah satu upaya untuk mengatasi masalah lahan terdegradasi, yaitu melalui pemberian biomass, decomposer dan fosfat alam dengan tanaman uji kedelai (Glycine max L. Merr). Contoh tanah yang diteliti diambil dari tiga lokasi, yaitu Baranangsiang-Bogor, Miramontana-Sukabumi dan Nangela- Sukabumi masing-masing untuk mewakili tanah dengan tingkat degradasi rendah, sedang dan bera!. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial dengan dua ulangan untuk tiap jenis tanah. Perlakuan yang diberikan terdiri dari 4 faktor yaitu pembenaman dan inkubasi tumbuhan awal (T), pemberian decomposer (D) dan fosfat alam (F) yang masingmasing terdiri dari dua taraf serta penanaman dan pembenaman tanaman penutup tanah atau leguminoceae cover crops (LCC) (L) yang terdiri dari tiga taraf, sehingga diperoleh 48 satuan percobaan untuk masing-masingjenis tanah. Inkubasi tumbuhan awal yang merupakan vegetasi alami di masing-masing lokasi dilakukan selama 3 bulan. Sel~utnya dilakukan penanaman LCC selama 3 bulan dan kemudian dipanen dan dibenamkan kedalam tanah di pot percobaan untuk diinkubasikan selama 3 bulan. Pada saat pembenaman LCC diberikan fosfat alam dan decomposer Trichoderma sp. Setelah diberikan pemupukan dasar kapur, urea dan KCI, dilakukan penanaman kedelai hingga panen. Penelitian ini terdiri dari percobaan pot menggunakan contoh tanah utuh yang diambil menggunakan drum cat pada kedalaman 0-40 cm. Untuk analisis sifat kimia digunakan contoh tanah terganggu yang diambil secara komposit dari setiap pot percobaan pada kedalaman 0-20 cm. Pengambilan contoh tanah untuk penetapan sifat kimia dilakukan tiga tahap, masing-masing sebelum perlakuan pembenaman tumbuhan awal, setelah perlakuan penanaman dan pembenaman LCC dan setelah panen kedelai. Hasil penelitian menunjukkan Imperata cylindrica memiliki konsentrasi N, P, K, S, Zn dan Mn terendah, masing-masing 0.30%, 0.02%, 0.38%, 0.02%, 6.20 ppm dan 26.3 ppm yang menunjukkan bahwa tumbuhan ini efisien dalam memanfaatkan hara-hara tersebut. Untuk Ca dan Si, konsentrasi terendah dijumpai pada Ageratum conyzoides, masing-masing 0.1 % dan 1.35%, sedangkan untuk Mg dan Cu masingmasing pada Melastoma sp dan Brachiaria brizantha dengan konsentrasi berturutturut 0.08% dan 1.4 ppm. Pada kondisi tanah yang diteliti, LCC menyerap Fe lebih besar dibandingkan tumbuhan awal. Konsentrasi N, P dan Mg pada daun kedelai lebih besar dibandingkan pada tanaman LCC dan sebaliknya untuk hara K dan Ca. Hal ini menunjukkan tanaman LCC lebih efisien dalam memanfaatkan hara N, P dan Mg dibandingkan kedelai dan sebaliknya untuk K dan Ca. Secara umum, konsentrasi N, P, K dan Mg daun kedelai tertinggi diperoleh pada tanah Baranangsiang, masingmasing 4.12%, 0.25%, 3.38% dan 1.38%, sedangkan konsentrasi Ca tertinggi diperoleh pada tanah Miramontana dengan konsentrasi 0.89%. Pada tanah Baranangsiang, perlakuan tunggal tumbuhan awal, interaksi tumbuhan awal-decomposer serta decomposer-fosfat alam nyata meningkatkan bobot kering buah Mucuna sp. Pada tanah Miramontana, perlakuan tunggal fosfat alam nyata meningkatkan bobot kering buah dan brangkasan Mucuna sp. dan brangkasan C. mucunoides. Pada tanah Nangela, perlakuan tunggal fosfat alam dan interaksi tumbuhan awal-decomposer-fosfat alam nyata meningkatkan bobot kering brangkasan C. mucunoides. Pada tanah Baranangsiang, perlakuan LCC, baik dengan C. mucunoides maupun Mucuna sp., serta interaksi tumbuhan awal-decomposer dan decomposerfosfat alam-LCC nyata meningkatkan bobot kering brangkasan kedelai. Pada tanah Miramontana, perlakuan tunggl fosfat alam dan decomposer masing-masing nyata menigkatkan bobot kering polong dan brangkasan, tetapi keduanya nyata menurunkan bobot kering biji kedelai. Pada tanah ini, perlakuan tunggal LCC, khususnya dengan C. mucunoides, nyata meningkatkan bobot kering brangkasan, sedangkan interaksi decomposer-fosfat alam-LCC nyata meningkatkan bobot kering po long dan biji kedelai. Pada tanah Nangela, perlakuan tunggal fosfat alam dan LCC nyata meningkatkan bobot kering polong dan biji kedelai. Perlakuan interaksi tumbuhan awal-fosfat alam dan perlakuan tungggal decomposer masing-masing nyata meningkatkan dan menurunkan bobot kering polong kedelai. Persentase polong hampa tertinggi dan produksi biji kering terendah diperoleh pada tanah Baranangsiang, masing-masing 12.4% dan 1.63 ton/ha. Sebaliknya, persentase polong hampa terendah dan produksi biji kering tertinggi diperoleh pada tanah Nangela, masing-masing sebesar 6.7% dan 2.09 ton/ha. Secara umum, pada akhir inkubasi LCC teIjadi kenaikan pH, N-total, PBray1, C-organik, KTK, basa-basa K-, Na, Ca- dan Mg-dd serta Fe, Mn, Zn dan Cu pada ketiga jenis tanah yang diteliti dibandingkan keadaan awal. Setelah panen kedelai, pH, P-Brayl dan basa-basa meningkat, sedangkan N-total, C-organik, KTK, Al-dd serta Fe, Mn, Zn dan Cu menurun dibandingkan setelah inkubasi LCC.