STUDI HABITAT PENELURAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas, L) DI PULAU SAN GALAKI, KEPULAUAN DERAWAN, KABUPATEN BERAU, KALIMANTAN TIMUR
Abstract
Penyu Hijau {Cheionia mydas, L) merupakan reptil laut yang terancam punah keberadaannya, dikarenakan nilai ekonomisnya yang cukup tinggi. Penyu hijau terancam punah karena berbagai faktor, baik itu karena pemangsaan alami oleh hewan-hewan lain yang merupakan predator, perburuan penyu muda untuk diambil dagingnya, pengambilan telurnya untuk diperdagangkan, maupun oleh pencemaran lingkungan laut dan kerusakan habitat yang disebabkan oleh manusia, Fakta yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar faktor yang menyebabkan penyu hijau terancam punah adalah perilaku manusia yang dikatakan sebagai makhluk yang paling berakal di muka bumi ini. Di Kalimantan Timur 36,71 % PAD kabupaten Berau berasal .dari hasil konsesi pemanfaatan telur penyu, yang berasal dari kepulauan Derawan, dimana telur-telur tersebut hampir seluruhnya berasal dari Pulau Sangalaki (Pemda Kaltim, 1999). Dengan kenyataan bahwa penyu merupakan aset pembangunan yang berarti, khususnya bagi daerah-daerah tersebut, sewajarnyalah apabila kelangsungan populasinya diperhatikan. Eksploitasi berskala besar (konsesi) secara berkala dan daiam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan kepunahan populasi lokal. Upaya pemulihan populasi tidak mungkin dilakukan bila hal ini sudah terjadi, karena itu perlu tindakan pengelolaan terpadu secara cepat dan tepat (Hittipeuw,ef. ai, 2000). Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan cara menjaga kelestarian lingkungan dan merehabilitasi tempat-tempat yang merupakan habitat peneluran penyu hijau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor alami yang mempengaruhi tingkah laku peneluran penyu hijau terutama yang berkaitan dengan pemilihan tempat membuat sarang di Pulau Sangalaki. Lokasi penelitian bertempat di Pulau Sangalaki, Kepulauan Derawan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur selama bulan Agustus-September 2000. Parameter yang diambil meliputi parameter fisika dan biologi, Parameter fisika antara lain panjang dan lebar pantai, kemiringan pantai, jarak sarang dari pasang naik tertinggi, tipe substrat, pasang surut air laut. Parameter biologi yang dicatat berupa jenis-jenis vegetasi, jumlah penyu betina yang naik dan yang bertelur, panjang dan lebar karapas penyu yang naik. Penyu betina yang naik dicatat setiap malamnya. Panjang pantai (keliling pulau) diukur menggunakan GPS dan lebar pantai diukur menggunakan meteran roli 100 meter. Lebar pantai diukur dari batas pasang terendah hingga batas vegetasi terdekat dari air laut. Kemiringan pantai diukur dengan menggunakan meteran rol! 100 meter dan tongkat berskala serta mistar segitiga. Pengukuran jarak sarang dari batas pasang tertinggi dilakukan secara acak dan diukur dengan satuan feetdengan cara menghitung jumlah langkah normal dari batas pasang tertinggi hingga sarang yang dituju. Contoh pasir diambil dari 2 sarang pada tiap-tiap stasiun, dimana sarang-sarang ini dipilih secara acak. contoh pasir ini dianalisis di Balai Penelitian Tanah dan Agroklimat Sindang Barang-Bogor. Pengukuran pasang surut air laut dilakukan setiap jam dengan menggunakan tongkat pasang surut berskala yang dipasang pada batas Pasang surut terendah. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini ialah PCA {Princippal Component Analysis) atau disebut juga analisis komponen utama. Kelandaian pantai Pulau Sangalaki berkisar antara 3,8°sampai 5,95°, lebar pantai 18 sampai 37 meter dan butiran pasir relatif halus. Karakteristik pantai yang relatif landai ditunjang dengan keberadaan ekosistem lamun serta terumbu karang, menjadikan Pulau Sangalaki sangat cocok untuk daerah mencari makan, kawin dan tempat istirahat bagi penyu hijau. Daerah pantai ditumbuhi berbagai jenis vegetasi yang sebagian besar termasuk jenis mangrove ikutan seperti Waru laut, Ketapang, Nyamplung, Pandan laut dan jenis-jenis tumbuhan dari famili Baringtonea. Sarang telur penyu biasanya ditemukan agak jauh dari garis pantai, dimana lebar pantai berkorelasi positif terhadap jarak sarang. Sebagian besar sarang telur ditemukan di bawah naungan vegetasi Babakoan serta Ipomoea pes ceprae dan daerah berpasir halus. Tingkat keberhasilan peneluran di Pulau Sangalaki selama periode Agustus-September 2000 relatif cukup tinggi dengan komposisi 59 % berhasil bertelur, 32 % gagal bertelur, 2 % terganggu, 7 % tidak diketahui aktivitasnya. Panjang ukuran karapas yang tercatat berkisar antara 83,7 cm hingga 119,5 cm dan lebar karapas berkisar antara 72 cm hingga 112,3 cm dengan rasio antara lebar dan panjang karapas 0,8862, Berdasarkan jumlah penyu yang bertelur maka stasiun 2,3 dan 5 merupakan daerah yang paling sesuai sebagai habitat peneluran. Pasang surut sangat berpengaruh pada peneluran penyu karena biasanya penyu naik satu jam sebelum dan sesudah pasang tertinggi dan jumlah penyu yang bertelur lebih banyak saat bulan terang. Berdasarkan pengelompokan parameter fisik yang mempengaruhi peneluran yang antara lain adalah jarak sarang, kelandaian pantai, lebar pantai, tekstur pasir 0,05-0,1 mm, tekstur pasir 0,1-2 mm, tektur debu, dan tekstur liat didapatkan bahwa kelompok variabel lingkungan utama yang memberikan kontribusi pengaruh sebesar 33,78 % adalah kelandaian pantai, lebar pantai, tekstur pasir 0,1-2 mm, kelompok kedua dengan kontribusi 23,04 % adalah tekstur liat dan kelompok ketiga dengan kontribusi 17,91 % adalah tekstur pasir. Pengelompokan stasiun berdasarkan kedekatan stasiun yang didapatkan adalah kelompok stasiun pertama yaitu stasiun 2,3,5,6,7,9,11 yang berkorelasi erat dengan sumbu utama 1 (Fl) yang dicirikan oleh variabel lingkungan topografi pantai, kelompok stasiun kedua yaitu stasiun 4,8,10,12 yang berkorelasi positif dengan sumbu utama 2 (F2) yang dicirikan oleh tekstur liat dan kelompok ketiga yaitu stasiun 1,13,14,15 yang berkorelasi erat dengan sumbu utama 3 (F3) yang dicirikan oleh tekstur pasir 0,05-0,1 mm.