Kejadian Bruceuosis Pada Sapi Perah Di Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) Cibungbulang Kabupaten Bogor
Abstract
Bruceuosis adalah penyakit hewan menular yang secara primer menyerang sapi, kambing, babi dan secara sekunder menyerang berbagai jenis hewan lainnya serta dapat menular dari hewan ke manusia dan solit diobati, sehingga bruceuosis merupakan zoonosis yang penting. Penyebab bruceuosis adalah bakteri yang bersifat gram negatif, berbentuk batang halus, tidak bergerak, tidak berspora, bersifat aerob. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Bruceua abortus pada sapi, Bruceua suis pada babi, Bruceua meuitensis pada kambing, Bruceua avis pada domba dan Bruceua canis pada anjing. Penyakit ini dikenal pWa dengan sebutan penyakit keluron menolar atau penyakit Bang. Pada manusia bruceuosis menyebabkan demam yang bersifat undolans dan disebut demam malta (Ressang, 1984). Kerugian ekonomi yang disebabkan bruceuosis sangat besar, walaupun mortalitasnya keci!. Pada teroak kerugian dapat berupa keguguran, anak hewan yang dilahirkan lemah kemudian mati, terjadinya gangguan alat-alat reproduksi yang mengakibatkan kemajiran temporer atau permanen dan menurunnya produksi air susu. Konsumen susu sapipun ikut dirugikan karena berpotensi ikut tertular bruceuosis. Studi kasus ini bertujuan untuk mengetabui secara pasti kondisi lapang sehubungan dengan kejadian bruceuosis khususnya di Kawasan Usaha Petemakan (KUNAK) sapi perah Cibungbolang Kabupaten Bogor. Penelitian berdasarkan data primer yang diperoleh melalui pengisian kuisioner oleh peternak sebanyak 40 responden secara acak, pengamatan langsung di lapang dan wawancara dengan tim medis serta peternak. Data sekunder diperoleh dengan pengambilan data dari Dinas Peternakan Kabupaten Bogor dan Laboratorium Keswan Type B / Balai Penyidikan Penyakit Hewan (BPPH) Bogor. Hasil kuisioner menunjukkan bahwa pengalaman peternak sapi perah dalam beternak belum berlangsung lama dan pengetabuan peternak mengenai kesehatan hewan sangat rendah serta masih banyak ditemukan pengelolaan ternak termasuk kebersihan yang tidak sesuai dengan standar manajemen pemeliharaan. Hal ini disebabkan pada umumnya peternak di KUNAK adalah buruh teroak dengan tingkat pendidikan yang masih rendah, tidak pernah mengenyam pendidikan atau hanya sampai tingkat Sekolah Dasar, sehingga ada keterbatasan dalarn menyerap teknologi dan ilmu pengetabuan atau inovasi baru khususnya cara pengelolaan kesehatan ternak yang baik. Pemeriksaan serologik yang dilakukan oleh tim dari Balai Penelitian Veteriner Bogor tahun 2000 menunjukkan bahwa 222 sampel serum sapi dari KUNAK yang mempunyai popolasi sapi induk 883 diperiksa secara Rose Bengal Test (RET) positif sebanyak 69 (7,8 %). Dari yang positif RET dilanjutkan dengan pemeriksaan secara Complement Fixation Test (CFT) sebanyak 68 sampel dan positif sebanyak 60 (6,8 %). Dengan prevalensi 6,8 % KUNAK masuk dalam kategori tertolar berat (diatas 2 %) bruceuosis.