Kajian Struktur Komunitas Terumbu Karang di Pulau Menjangan dan Pulau Nusa Penida, Bali
Abstract
Pulau Bali meniiliki potensi sumberdaya terumbu karang yang besar. Namun demikian pemanfaatan dan pengelolaan dari potensi terunibu karang tersebut kebanyakan kurang selaras denganlingkungan. Hal ini menyebabkan menurunnya nilai penutupan terumbu karang di seluruh pesisir PulauBali. Dengan mengkaji struktur komunitas terumbu karang di Pulau Menjangan yang terletak di KawasanTaman Nasional Bali Barat dan Nusa Penida yang direncanakan sebagai Kawasan Taman Wisata AlamLaut sebagai wakil daerah penyelaman, diharapkan dapat menjawab pertanyaan penyebab menurunnyapenutupan terumbu karang di Pulau Bali dan mencari pemecahan yang terbaik. Keindahan panorama terumbu karang di Pulau Menjangan menarik banyak perhatian wisatawanmancanegara. Namun kini keindahan panorama tersebut tinggal kenangan. Keanekaragaman jenis karangyang tinggi, kini tinggal sisa-sisa karang mati dan pecahan karang yang berserakan. Pengamatan di BulanNovember 1996 menunjukkan nilai penutupan karang batu sebesar 12% - 28% di kedalaman 3 meter dan dikedalaman 10 meter sebesar 7% - 14%. Pengamatan di Bulan Februari 1998 menunjukkan penurunan nilaipenutupan karang batu di semua stasiun pengamatan di Pulau Menjangan. Nilai penutupan di kedalaman 3 meter sebesar 3% - 17% dan di kedalaman 10 meter sebesar 1% - 9%. Penyebab menurunnya penutupankarang batu adalah melimpahnya predator karang yaitu bintang taut Acanthasterplanci.Populasi Acanthaster planci di Pulau Menjangan melimpah. Pihak Taman Nasional Bali Barat melaporkan telah mengangkat sebanyak 400.000 ekor Acanthaster planci. Melimpahnya populasiAcanthasterplanci diduga karena naiknya kandungan unsur hara di perairan dan menghilangnya predator dari Acanthaster planci yaitu Triton terompet (Charonia fritonis) karena pengambilan secara besar-besaran oleh nelayan untuk barang cenderamata.Kondisi penutupan terumbu karang yang semakin menurun diperburuk lagi dengan fenomena coral bleaching. Coral bleaching adalah proses pernutihan karang yang disebabkan karena pigmen dalam zooxanthellae berkurang atau bahkan hilang sama sekali dan atau berkurangnya jumlah zooxanthellae didalam sel binatang karang. Proses pemutihan sekarang ini banyak terjadi di perairan yang suhunya tinggi dan menyimpang dari suhu rata-rata musim panas. Kegiatan perikanan dan pariwisata yang tidak ramah lingkungan memberikan andil yang cukup besar dalam penurunan nilai penutupan terumbu karang di Pulau Menjangan. Pengeboman ikan dan pengambilan ikan hias dengan menggunakan racun sianida sering terjadi di Pulau Menjangan. Pihak benvenang di Kawasan Taman Nasional Bali Barat telah banyak menangkap pelaku pengeboman dan peracunan tersebut. Frekuensi buangan jangkar yang tinggi ikut memberikan andil dalam penurunan nilai penutupan terunibu karang di Pulau Menjangan. Penernpatan mooriilg buoy untuk menambatkan kapal belum dapat menahan laju kerusakan terumbu karang dari danipak buangan jangkar. Mooring bali tersebut banyak yang dicuri oleh nelayan. Nusa Penida terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Klungkung. Kawasan ini direncanakan sebagai Taman Wisata Alam Laut. Keindahan panorama lerumbu karang di Nusa Penida menarik minat para stakeholder untuk memanfaatkan dan mengelolanya. "Ketidaktahuan" para stakeholder mengenai daya dukung ekosistem terumbu karang, men!adikan pengelolaan dan pemanfaatannya kurang selaras dengan lingkungan. Buangan jangkar adalah penyebab terbesar kerusakan terumbu karang di Nusa Penida. Upaya untuk mengurangi dampak buangan jangkar adalah dengan menanam mooring buoy. Narnun demikian, n7ooriilg buoy yang telali ditanam banyak yang dicuri. Survei lapangan yang diprakarsai oleh WWF Indonesia Kawasan Wallacea pada bulan Oktober 1997, memberikan informasi penutupan terumbu karang di Nusa Penida. Nilai penutupan karang batu di kedalaman 3 meter sebesar 17,6% - 63,5% dengan ko~nposis6i 1 ,I%p enyusunnya adalah karang Acropora sedangkan untuk kedalaman 10 meter sebesar 21,1% - 61,4% dengan komposisi 36,7% adalah karang Acropora. Arus yang kuat dan penurunan suhu perairan yang tiba -tiba adalah karakteristik perairan Nusa Penida. Arus yang kuat menjadikan penutupan karang lunak di Nusa Penida dominan. Nilai penutupan karang lunak di kedalaman 3 meter sebesar 18,4% - 42,7% dan kedalaman 10 meter sebesar 23,5% - 44,0%. Penempatan ponton Toyapakeh dan Bodong di Nusa Penida adalah salah satu contoh "ketidaktahuan" stakeholder mengenai daya dukung ekosistem tersebut. Kondisi penutupan terumbu karang di bawah ponton Toyapakeh dan Bodong adalah rusak total sedangkan kondisi penutupan terumbu karang di sekitar ponton Toyapakeh didominasi oleh karang lunak sebesar 56% dan penutupan karang batu sebesar 10%. Nilai penutupan abiotik sebesar 26% dikontribusikan oleh nilai pecahan karang. Pecahan karang ini disebabkan oleh baling-baling kapal dan lunas kapal karena tidak hati-hati dalam mengemudikan kapal serta beberapa wisatawan yang tidak mengindahkan larangan pihak pengelola agar tidak berdiri di atas karang. Kondisi penutupan terumbu karang di sekitar ponton Bodong didominasi oleh karang lunak sebesar 70% dan penutupan karang batu sebesar 18%. Jenis karang lunak yang dominan di Nusa Penida adalah Xenia, Nephthya dan Sinularia, Ukuran penutupan terumbu karang di sekitar Ponton Bodong dan Ponton Toyapakeh mempunyai pola yang sania, yaitu ukuran koloni karang lunak berukuran besar-besar dan mendominasi perairan, sedangkan ukuran koloni karang batu kecil-kecil. Data penyebaran karang batu sangat heterogen, sedangkan karang lunak homogen. Pola dispersi karang lunak adalah seragam, sedangkan karang batu mengelompok dalam ukuran yang kecil-kecil. Fenomena ini nienandakan ekosistem yang tidak seimbang, dimana karang lunak sangat mendominasi perairan di ke dua ponton.