Studi Percepatan Dekomposisi Serasah Acacia Mangium Willd. Dengan Berbagai Aktivator
Abstract
Acacia mangium Willd. merupakan salah satu jenis fast growing .\pecies. Selain menghasilkan kayu sebagai bahan baku industri pulp dan kertas, tegakan ini menghasilkan limbah serasah taDaman. Apabila proses dekomposisi berjalan lambat akan menyebabkan bahan organik akan semalOn menumpuk dilantai hutan, akibatnya akan berpengarub terbadap menurunnya ketersediaan ham bagi tanaman dan produktivitas hutan, selain itu dapat menjadi sumber bahan bakar utama sebagai penyebab terjadinya kebakaran hutan. Pengomposan merupakan salah satu alternatif untuk mempercepat proses dekomposisi serasah tetapi proses pengomposan ini memakan waktu yang cukup lama::l: 2-3 bulan (Indtiani, 2000). Usaha untuk mempercepat proses pengomposan telah banyak dilakukan, diantaranya ialah dengan perlakuan fisik seperti memperkecil ukuran ballan yang akan dikomposkan atau dengan perlakuan kimia seperti penambahan kapur pada timbunan bahan kompos, tetapi usaha-usaha tersebut belum tampak memberikan hasil yang nyata. Untuk percepatan pengomposan, pengayaan populasi mikroorganisme yang bersifat dekomposer dan mampu mendegradasikan bahan organik perlu dicoba. 8eberapa aktivator seperti EM4. Orgadec, GT 1000-WIb dan kotOl3Jl ayam telah banyak digunakan uRtuk mempercepat proses pengomposan. EM 4, Orgadec dan GT lOOO-WIb merupakan suatu produk yang berisi mikroorganisme seperti mikroorganisme selulotik, lignolitik dan Iignoselulotik yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanarnan dan berkemampuan tinggi dalam merombak bahan yang akan dikomposkan. Sedangkan kotoran ayam selain merupakan bahan yang memiliki kadar nitrogen yang tinggi juga mengandung mikroba dekomposer seperti Trichoderma spp. yang dapat mempercepat proses dekomposisi. Penelitian ini berttjuan untuk mengetahui pengaruh aktivator terhadap laju dekottlposisi serasah A. mangium dan untuk meRgetahui pengaruh hasil pengomposall terhadap pertumbuhan semai A. manglum. Penelitian illi dilakukan dirumah kaca LaboratoriulI1 Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogar. Waktu penelitian kurang lebih 5 bulan, dari bulan Februari sampai dengan bulan Juni tahun 2002. Kegiatan dekomposisi serasah akasia terdiri dari 5 perlakuan pengomposan dengan berbagai aktivator, yaitu : (perJakuan A) perbandingan serasah akasia dengan dedak adalah 9: I (w/w), aktivator EM4; (perlakuan B) perbandingan serasah akasia dengan zeolit adalah 8:2 (w/w), aktivator EM4; (perlakuan C) perbandingan serasah akasia dengan dedak adalah 8:2 (w/w), aktivator Orgadec: (perlakuan D) perbandingan serasah akasia dengan dedak adalah 8:2 (w/w). aktivator GT 1000-WTb~ (periakuan E) perbandingan serasah akasia dengan zeolit adalah 9: I (w/w). aktivator GT 1000-WTb; (perlakuan F) perbandingan serasah akasia dengan aktivator kotoran ayam adalah 9: I (wfw). Parameter yang diamati adalah suhu bahan kompos, penyusutan volume OOha11 kompos, bentuk, struktur dan warna kompos, analisis fisik dan kimia kompos meliputi, BD (Bulk Density), porositas, % pori drainase, kadar air(% volume) pada pF, air tersedia dan nisbah CIN. Kegiatan uji hayati dilakukan untuk menguji kompos yang dihasilkan dari hasil perlakuan dengan berbagai aktivator terhadap parameter tinggi, diameter, berat kering total, nisbah pucuk akar, kekokohan semai dan indeks mutu bibit. Percobaan uji hayati menggunakan Rancangan Aeak lengkap (RAL) yang terdiri atas 7 perlakuan dengan setiap perlakuan diulang sebanyak 8 kali, yaltu : kontrol (tanah podsolik merah kuning), kompos A, B, C, 0, E dan F. Untuk mengetahui pengaruh kualitas setiap kompos terhadap pertumbuhan sernai A. mangium dilakukan uji F, selanjutnya dilakukan uji lanjllta11 dengan menggunakan uji Duncan ',\' Multiple Range Te.\·t untuk mengetahui beda rata-rata perlakuan. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan berbagai aktivator dalam pengomposan serasah akasia. menghasilkan suhu bahan kompos selama pengomposan tennasuk kedalam kisaran subu mesofilik (0°C-4S°C), suhu ntaksimum bahan kompos pada perlakuan A, B, C, 0, E dan F secara berturut-turut ada1ah 400C, 36°C, 42.SoC, 41°C, 31<'C dan ]Joe. Pada minggu kedua suhu bahan kompos terus mengaiami penurunan hingga minggu terakhir pengomposan. Peningkatan suhu setelah melewati suhu maksimum tetjadi karena adanya perbaikan kondisi lingkungan bahan kompos setelah dilakukan pengadukan seara rutin setiap satu minggu sekaJj dan pemberian air pada bahan kompos apabila kadar air bahan kompos menjadi rendah, sehingga menciptakan kondisi aerasi dan kelembaban yang baik untuk aktivitas mikroorganisme dekomposer. Suhu bahan kompos selama pengomposall tidak mencapai suhu yang optimal untuk pengomposan, yaitu 4S"C-60°C (Gaur, 1981 a) sehillgga proses pendegradasian serasah berja1an lambat. Hal ini diduga karena volume tumpukan bahan yang digunakan tidak mampu menahan panas yang dihasilkan selama proses pengomposan. Perlakuan 0 mengalami laju penyusutan volume tertinggi sebesar 2047 ,SO em'~ atau 16,46 % dari volume awal atau 102,96 % lebih cepat dibandingkan dengan pengomposan menggunakan kotoran ayam (perlakuan F). Penyusutan yang terjadi pada semua perlakuan ternyata tergolong rendah. Hal ini diduga karena rendahnya suhu bahan kompos selama pellgomposan sehingga aktivitas mikroba dekomposer dalam mendegradasikan serasah berjalan lambat. Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa eiri-eiri kematanga11 kompos 11mlai tampak terlihat pada minggu terakhir pengomposan, yaitu adanya perubahan warna yang semula berwanla eoklat kekuningan menjadi hitam kecoklatan sampai hitam, Bentuk dan struktur OOhan nmlai haneur ditandai dengan gell1burnya bahan kompos, OOhan kompos tidak panas dan tidak berOOu. Penggunaan aktivalor EM4 pacta perbandingan serasah dan zeoli! 8:2 (w/w) (perlakuan B) memiliki nisbah CIN terkecil, yaitu sebesar 50,75. Nisbah CIN ini mengalami pellurunan 48.25 % dari nisbah CIN awal atau lebih rendah 14,43 % dlbandingkan de11gall periakllall F. Sedangkall pacta perlakuan A. C. D, E dan F secara berturut-turut memiliki nisbah CIN akhir hasil pengomposan sebesar 75.17; 73.49; 67.64: 61.60dan 59.3 L Hasil penurunan nisbah CIN serasah akasia pada seluruh perJakuan tentyata masih dapat menyebabkan teljadinya immobilisasi N. Seluruh perlakuan menghasilkan kompos dengan bobot isi yang rendah. porositas total yang tinggi, pori drainase sangat cepat yang tinggi tetapi memiliki air tersedia yang rendah. Media kompos yang dihasilkan oleh perlakuan E rnampu menghasilkan pertumbuhan tinggi yang tidak berbeda nyata dibandingkan sernai yang ditanam pada tanah podsolik merah kuning. Sedangkan perlakuan A, B, C, D dan F menghasilkan pertumbuhan tinggi yang lebih rendah dibandingkan dengansernai yang ditanam pada tallah podsolik merah kuning. Perlakuan B, C, D, E dan F menghasilkan nilai NPA yang baik dan perlakuan A, B. C, D dan F mampu menghasikan nilai kekokohan semai yang baik. Pertumbuhan sernai pada media kompos terhadap parameter diameter, berat kering total dan indeks mutu bibit menghasilkan pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan sernai yang ditanam pada tanah podsolik merah kuning.
Collections
- UT - Forest Management [3059]