Studi Rasio Kelestarlan Hutan Produksl Kelas Perusahaan Jati (Tee/Dna Grandis L.O Di Kesatuan Pemangkuan Hutan Sukabumi Perum Perhutani Unit Iii Jawa Barat Dan Banten (Studi Kasus: Bkph Jampang Kulon.Bagian Hutan Karang Bolong)
Abstract
Rutan merupakan sumberdaya alam yang bersifat dapat dipulihkan kembali (renewable). Di Pulau Jawa khususnya di Jawa Barat pemanfaatan dan pengelolaan hutan produksi telah dilakukan oleh Perhutani, salah satunya adalah Hutan Tanaman Jati (Tectona grandis L.f.). Sampai saat ini, produ!<- hutan jati yang berupa kayu jati masih banyak diminati oteh konsumen karena sifat-sifatnya yang baik seperti keawetan dan keindahannya. Oleh karena itu, umumnya kayu jati berharga Iebih mahal dibanding kayu lain. Nilai tersebut diperoieh melalui daur yang panjang. Daur yang digunakan oleh Perum Perhutani Unit ill Jawa Barat dan Banten adalah 40 tabun. Dalarn daur yang panjang tersebut dapat terjadi berbagai gangguan yang mempengaruhi hasilnya. Hal tersebut berdampak secara tidak langsung bagi jarninan terbentuknya tegakan ke arab normal. Ini menjadi salah satu penyebab diturunkannya panjang daur daur jati saat ini. Konsep hutan normal pada hutan seumur menyatakan sebaran luas lIDtuk seluruh kelas umur adalah sarna, sehingga luas penanarnan akan selalu sarna dengan luas tebangan. Selarna ini, konsep hutan normal diasumsikan hutan tidak mengalarni gangguan, namun pada kenyataannya banyak sekali gangguan yang terjadi pada saat penanaman sampai pemanenan, yang akan mempengaruhi produksi kayu yang diharapkan. Hal tersebut mengakibatkan akan selalu ada penarnbahan luas penebangan yang telah rencanakan. Apabila kegiatan ini terjadi terus menerus maka hutan jati semakin larna akan semakin habis bahkan punah, yang berarti kelestariannya menjadi .utit untuk dipertahankan. Atas dasar tersebut, penelitian ini hertujuan untuk menentukan persentase penurunan volume dan luas akibat adanya gangguan hutan, menghitung rasio kelestarian hutan berdasarkan volume dan luas, serta menentukan luas setara minimum yang harus ada pada setiap kelas umur. Penelitian ini dilakukan di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Sukabumi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten dengan mengambil studi kasus di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Karang Bolong, Bagian Hutan Karang Bolong. Penelitian yang diarahkan pada studi rasio kelestarian hutan ini, didasarkan pada perbandingan antara jumlah penanaman dan jumlah penebangan setiap tahun pada kelas umur (KU) dan bonita tertentu. Jumlah penanaman dan penebangan ini didekati dari penurunan volume pohon dan jumlah pohon yang hilang. Karena daur yang dignnakan 40 tahun, maka KU yang ada di KPH Sukabumi terdiri dari KU I sampai KU N. Pengamatan dilakukan pada 18 petak/anak petak tetpilih dengan KU dan bonita tertentu dengan mempertimbangkan kondisi ketinggian tempat. Setelah itu dibuat petak ukur sesuai dengan peraturan Perum Perhutani, namun dengan keterbatasan yang ada baik tenaga, biaya dan sarana prasarana maka petak ukur yang diambil minimum satu petak ukur yang dianggap clapat mewakili petaklanak petak terpilih. Pengamatan pada petak ukur meliputi volume, jumlah pohon dan gangguan hutan yang terjadi. Rata-rata persentase penurunan volume yang terjadi pada KU I adalah 11,94% yang berarti volume yang masih ada (persentase kenormalan) adalah 88,06% dari volume normalnya. Pada KU II, rata-rata persentase penurunan volumenya adalah -36,25%, yang berarti volume yang ada pada KU II lebih tinggi sebesar 36,25% dari volume normalnya. Sedangkan pada KU III, rata-rata persentase penurunan volumenya adalah 52,79%, dengan persentase kenormalan 47,21%. Pada KU N, rata-rata persentase penurunan volumenya adalah 73,79% dengan persentase kenormalan 26,21 %. Berdasarkan perbandingan antara jumlah persentase kenormalan setiap KU setelah mengalami gangguan dengan jumlah persentase kenormalan setiap KU tanpa gangguan maka rasio kelestarian butan berdasarkan volume adalah 0,74. Ini berarti tingkat kerawanannya termasuk "sedang". Untuk itu, agar pada akhir daur dapat meneapai hasil tebangan yang optimal yang sesuai dengan etat volume maka dibutuhkan 1/0,74 kali atau 1,35 kali penanaman dari yang rutin. Untuk rata-rata penunman luas pada KU I diperoleh 42,72% yang berarti luas tanam yang ada (persentase kenonnalan) adalah 57,28% dari luas tanam nonnal. Pada KU II, rata-rata penurunan luasnya adalah 28,87% dengan persentase kenonnalan 71,13%. Sedangkan pada KU III, rata-rata penurunan luasnya adalah 42,61% dengan persentase kenonnalan 57,39%. Dan pada KU N, rata-rata persentase penurunan luas yang terjadi adalah 49,89% dengan persentase kenonnalan SO, II %. Berdasarkan perbandingan antara jumlah persentase kenonnalan setiap KU setelah mengalami gangguan dengan jumlah persentase kenorrnalan setiap KU tanpa gangguan maka rasio kelestarian hutan berdasarkan luas adalah 0,59. Ini berarti tingkat kerawanan untuk luas masih tergoiong "sedang". Berdasarkan konsep rasio kelestarian hutan berdasarkan luas maka diperoleh luas minimum setara untuk setiap KU. Luas minimum setara untuk KU I yaitu 1.718,31 Ha, KU II 1.363,63, KU III 1.008,97 dan KU IV 654,31. Selain itu diperoleh juga Luas untuk Tujuan Lain untuk KU I sampai dengan KU IV seeara berturut-turut yaitu 0,00 Ha, 354,68 Ha, 709,34 Ha dan 1.064,00 Ha. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai rasio kelestarian hutan (RKH) terdiri dari faktor internal dan faletor ekstemal. Faktor internal yang mempengaruhi RKH antara lain : Bonita, Kerapatan Bidang Dasar (KBD). Umur, Jarak Tanam. Faktor terse but erak kaitannya dengan sifat genetik dan kualitas biji, persentase keberhasilan tanaman, dan pemeliharaan tegakan yang dilakukan. Sedangkan faletor ekstemal berupa gangguan hutan antara lain : Peneurian Kayu, Pembabatan Rutan, Penggembalaan, Kebakaran Rutan, Bibrikan, dan Beneana Alam serta Hama Penyakit. Pada Bagian Rutan Karang Botong, gangguan hutan yang sering terjadi adalab pencurian kayu dan bibrikan hutan. Umumnya falctor ekstemal lebih dominan dihandingkan dengan faktor internal. Hal ini menyebabkan semakin tinggi tingkat gangguan hutan maka semakin rendah nilai RKH yang akan dihasilkan. Banyak sekali faktor-faktor yang menyebabkan kegiatan gangguan hulan, dan hal ini memerlukan pendekatan perilaku manusia (human behavioural), sosioantropologis dan sosio-kultural dalam meneliti dan menanggulanginya. Ada beberapa cara dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di hutan jati khususnya di Jawa, antara lain : (1) Meningkatkan sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan (Social-economic Approach), (2) Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya hUIan dan lingknngan melalui pendidikan (Education Approach), (3) Memberikan sarana dan prasarana penWljang yang memadai bagi masyarakat (Facilities Approach), (4) Menciptakan sistem keamanan yang terpadu (Integrated Security Approach). (5) Peningkatan kualitas ~wnber daya manusia di lingkungan Perhutani dan mitIanya (Human Resources Development), dan (6) Peningkatan kualitas lembaga penelitian dan pengembangan (Research and Development).
Collections
- UT - Forest Management [3068]