Studi Potensl Tumbuhan Obat Di Gunung Basma Pada Kawasan Hutan Alam Kayu Rimba Bkph Wanareja, Kph Banyumas Barat
Abstract
Kawasan Hutan Alam Kayu Rimb. (HAKR) BKPH Wanareja merupakan kawasan yang difungsikan sebagai hutan lindung, terletak di witayah pengelolaan RPH OayeuNuhur, BKPH Wanareja, KPH Banyumas Bam, Kabupten Cilacap. Sejak sistem pengusahaan dan pengelolaan HAKR diserahkan pads PT. Perhutani KPH Banyumas Barat, BKPH Wanareja, RPH Dayeuhluhur, dalam peningkatan pengusahaan HAKR behun dilakukan secara optimal. Walaupun sudah mulai mengarah pada komersialisasi namun skala pemanfaatannya masih lingkup yang tecil seperti : pemanfatan rotan dan penangkapan war Wltuk bahan b~ obat atau jamu, sedangkan salah satu potensi lain di kawasan HAKR yang dapat dikembangkan yaitu tumbuhan obat belum diketahui. Tingkat pennintaan bahan baku tumbuhan ohat teros meningkat dari taboo ke taboo. Pennintaan bahan baku tumbuhan obat akan terus meningkat sejalan dengan mcningkatnya jumlah penduduk. meningkatnya barga obat-obatan modern. meningkatnya industri obat tradisional dan adany. kecenderungan masyarakat dwlia untuk bergaya hidup back to nature. Dalam pengembangan tumbuhan obat dapat dilakukan secara insitu (di habitat aslinya) maupun secara eksilU (di luar habitat aslinya). Namun data dan informasj tentang potensi tumbuhan obat di kawasan HAKR saat ini belum tersedia. Qleh sehab itu untuk mengetahui sejaclt mana potensi tumbuhan khususnya tumbuhan obat yang terdapat pada kawasan HAKR khususnya di Gunung Basma, maka perlu dilakukan penelitian ini. Tujuan penelitian untuk inventarisasi dan mengetahui sejauh mana potensi tumbuhan obat yang ada di HAKR khususnya di Gunung Basma RPH Dayeuhluhur, BKPH Wanareja, KPH Banyumas Barat. Manfaat penelitian adalah diharapkan dapat menjadi MasuLlo bagi pengelola HAKR dalam penyusunan rencana pengembangan. pemanfaatan dan pelestarian HAKR, khususnya pengembangan program pelestarian pemanfataan tumbuhan obat. Penelitian dilakukan di Gunung Basma dengan luas wilayah 201 ha yang terlctak pada kawasan HAKR, BKPH Wanareja, KPH Banyumas Barat pada bulan Januari·Pebruari 2003. Dalam penelitian ini pengukuran dan perhitungan data kuantitatif tumbuhall dilakukan dalam petak contoh yang diletakkan secara sistematis dengan awal acak (Systematic Sampling with Rundom Start) di sepanjang garis/transek dengan memperhatikan keterwak:ilan karakteristik twnbuhan yang akan diukur. Jalur pengamatan atau arab transek diletakkan scarab gans kontw' sebanyak 16 transek yang panjangnya 200 m, dengan Intensitas Sampling (IS) 2,5%, maka tUBS keselunihan unit contoh adalah 6.4 Ha. Taha~tahap kegiatan yang dilakukan dalam penarikan contoh ini adalah sebagai berikut : menetapkan garis transek dengan sejajar kontur. Arab transek ditentukan dengan mempertimbangkan keterwakilan tipe komunitas tumbuhan' yang Jiteliti scarab jarum jam dan dibuat pada setiap ketinggian (900 m dpl, 1.000 m dpl, 1.100 m dpl dan 1.200m dpl), pada setiap garis transek ditentukan petak·petak pengamatan secara sistematik dengan awal acak; pembuatan herbarium dan identifIkasi jenis tumbuhan obat. Data yang telah dikumpulkan jjanalisa dengan perhitWlgan znalisis vegetasi, penentuan pola penyebaran tumbuhan obat menggunakan Indeks Penyebaran Morisita (Morisita's Index 0/ Dispersion) alau Id , tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat, menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon (H'), dan kesamaan komunitas clengan menggunakan Indeks o/Similarity. Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang ditemukan 93 jenis tumbuhan dari 46 famili, 58 jCllis dari 33 famili diantaranya termasuk tumbuhan obat Berdasarlcan lokasinya, jumlah jenis dan famili pa1ing tinggi terdapat di arab lereng utara dengan ketinggian 900 m dpl (31 jenis dari 25 famili). Tingginya jumlah jenis dan famlli tersebut di duga di pengaruhi oleh banyak faktor, seperti faktor iklim. geografis. edafis dan biotik. Dari basil pengamatan di lapang, dapat di duga bahwa faktor biotik (manusia) mempunyai peranan penting. Di lokasi tersebut masih minimnya aktifitas manusia seperti penebangan liar dan pemungutan rotan karena jauh dari pemukiman penduduk. Jumlah jenis dan famili terendah terdapat pada arab lereng utara clengan ketinggian 1.100 m dpl. Rendahnya jumlah jenis dan \ \ • famili twnbub2n ohat tersebut di duga brena faktor edatis yaitu tempat twnbuh sebagian besar berkerikil dan berbatu, sehingga metnpengarui pertumbuhan tumbuhan pada lokasi tersebut. Keanekaragaman jenis ccnderung akan renda.'1 dalam ekosisitem-ekosistem yang secara fisik terkendali dan tinggi dalam ekosisitem yang diatw" seeara ekologi. Keanekaragaman jenis akan tetap tinggi apabUa perlindungan mutlak terltadap kawasan tetap terjaga dengan mengurangi tehnantekanan fisik dari roanusia terhadap kawasan sehingga proses ekologis tetap bertahan tanpa campur tangan manusia secara ta.'gsung (Odum, 1993). Berdasarkan habitus dan tingkat permudaannya twnbuhan obat, dapat diketahui bahwa habitus twnbuhan bawah memiliki jumlah jenis dan famili tertinggi. Di Gunung Basma seeara keseluruhan pada berbaga! arab lereng dan berbagai tempat ketinggian dapat diketahui bahwa habitus tumbuhan bawah mempWlyai jumlab jenis dan famlli y&ng banyak. Banyaknya jumlah jenis dan famili pada seroua arab lereng dar. berbagai tempst ketinggian tetsebut diduga karena pengaruh intensitas cahaya roatuhari. Semakin banyak cahaya matahari yang sampai atau menembus Iantai hu(an maka akan meroacu pertumbuhan vegetasi tumbuhan bawah. Menurul'Fitter dan Hay (1991), peranan mendasar dalam pertwnbuhan vegetasi adalah radiasi callaya matahari untuk fotosintesis dan metabolisme tanaman. Seeara fisiologi, cahaya mempunyai pengaruh baik langsWlg maupun tidak langsung. Pengaruhnya pada metabolisme secara langsung meialui proses fotosintesis, dan seeara tidak langsung melalui pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kerapatan tumbuhan obat tertinggi berada pada arab lereng barat. Pada tingkat pohon (1.200 m dpl) 92,5 individulha; tingkat dans (1.200 m dpO 370 individulha, tingkat pancang (1.200 m dpl) 840 individulha; tingkat semai (1.000 m dpl) 2.750 individulha, tingkat tumbuhan bawab 19.250 individulha pada ketinggian 1.100 m dpl, pada ketingglan 1.200 m dpl habitus epifit 10 individulha dan pada ketinggian 1.000 m dpl habitus liana 30 individu/ha. Kerapatanjenis tumbuhan sebagai salah satu indikator untuk menduga kepadatan jenls tumbuhan obat pada suatu komunitas. Kerapatan tumbuhan obat paela suatu area1 memberikan gambaran ketersediaan dan potensi tumbuhan obat di areal tersebut. Menurul Gardner (1991), !ingkungan mempengaruhi kerapatao tanaman optimum. Faktor-faktor lingkungan yang utama, meliputi : penyinaran, kelembaban dan kesuburan tanah. Keterbatasan i8ktor-faktor lingkungan tersebut merendahkan kerapatan tanaman. Jenls-jenis tumbuhan yang potensial sebagai obat pada tingkat pohon, umumnya tidak mendominasi. Jenis yang mendominasi untuk tingkat pobon pada arab lereng timur adalah huru leucwdengan INP 300% dengan ketinggian 900 m dpl, pada arab lereng barat adalah mindi dengan INP 105,48% pada ketinggian 1.100 m dpl. arab lereng utara adalah saninten dengan INP 144,37% pada ketinggian 1.000 m dpl, sedangkan pada arab lereng selatan adalab puspa dengan INP 207,66% pada ketingiian 1.100 m dpl. Pada tingkat tiang, jenls yang cukup mendominasi adalab ara tandok dengan INP 207,66% pada arab lereng selatan dengan ketinggian 1.1 00 m dpl, pada arab lereng timur adalah puspa 202,04 % dengan ketinggian 900 m dpl, pada arab utara adalah saainten INP 130,16% dengan ketinggian 1.000 m dpl, sedangkan pada arab lereng barat adaiab sanioteo 128,74% dengan ketinggian 1.200 m dpl. Pada tingkat cpifit, pads arab timur (1.100 m dpl), barat (900 m dpl), utara (900 m cpl, 1.000 m dpl, 1.200 m dpl) dan selatan ( 1.000 m dp~ 1.100 m dpl, 1.200 m dpl) yang mendominasi adalah paku kadaka dengan nilai INP 200 %, sedangkan pada arab barat (1.200 m dpl) adalah diperoleh tabat barito dengan INP 200%. Pada tingkat liana yang mendominasi pada umumnya adalah bantengan dengan INP 200% pads semua arab lereng. Selain itu pada tingkat pancang, jenis yang cukup mendominasi adalah puspa dengan INP 140,83% pOOa arab lereng selatan dengan ketinggian 900 m dpl, dilanjutkan pada arab lereng timur dengan ketinggian 900 m dpl adalah puspa dengan INP 100%, pada arab lereng utara dengan ketinggian 1.000 m dpl adalah mindi dengall INP 68,33% dan pada arab lereng barat adalab saninten dengan INP 63,15% pada ketingggian 900 m dpl. Tingkat semai banyak didominasi oleh Bra tandok dengan INP 200% yaitu pada arah lercng timur dengan ketinggian 900 m dpl, dilanjutkan pada arab lereng barat adalab girang dengan INP 84,44% pada ketinggian 1.100 m dpl, pada arah lereng utara adalah mindi dengan INP 200% pada ketinggian 1.000 m dpl dan pada arab lereng selatan adalah puspa dengan INP 200% pada ketinggiun 1.200 m dpl. Pada tingkat tumbuhan bawah, jenis yang cukup mendominasi adalah rotan manau. Tumbuhan ini mendominasi pada arah timur pada ketinggian 1.200 m dpl (62%), arab lereng barnt pada ketinggian 1.100 m dpl (65,3!i%) dan arab lereng utara pada ketinggian 1.100 m dpl ( 55,02%) sedangkan pada arab selatan adalah kicente dengan INP 50,45 % pads ketinggian 900 m dpJ. Pada tingkat epifit, pada arab timur (1.100 m dpl), barat (900 m dpl), utara(900 m dpl, 1.000 m dpl, 1.200 m dpl) dan selatan ( 1.000 m dpl, 1.100 m dpl, 1.200 m dpl) yang mcndominasi adalah paku kadaka dengan nilai INP 200 %, sedangkan pada arab barat (1.200 m dpl) adalah diperoleh tabat barito denga.'l INP 200%. Pada tingkat liana yang mendominasi pada umumnya adalah bantengan dengan INP 200% pada semua arab lereng. Pola penyebaran tumbuhan obat di Gunung Basma untuk semua habitus dan tingkat permudaan paela umumnya mengelompolc. Hal tersebut menggambarkan keberadaan suatu individu pada sualu titik, meningkatkan paling adanya individu yang sarna pada suatu titik yang lain di dekatnya. (McNaughton dan Wol~ 1979) Hasil perhitungan Indeks Keanekaragaman Shannon jenis nunbuhan oba: pada berbagai habitus dan tingkat permudaan, dapat diketahui untuk tingkat pobon dan pennudaannya seeara wnwn nilai indeks keanekaragaman berkisar antara 0-2, menunjukan bahwa keanekaragaman jenis pada tingkat pobon berada pada level rendah. Hal ini discbabkan terdapat eampur tangan manusia yaitu penebangan liar serta pengaruh kerusakan alam. yaitu adanya longsor. Pada habitus twnbuhan bawah mempWlyai indeks keanekaragaman 2-3, dan termasuk kategori sedang, sedangkan epifit dan Hana termasuk dalam kategori rendah dengan nilai indeks keanekaragaman berkisar 0-2. Secara wnum keanekaragaman jenis ini diduga karena dipengaruhi oleh kondisi iklim, ketinggian tempat dan kondisi tanah. Menurut lstomo dan Kusmana (1997), suatu komunitas mempWlyai IS sarna dengan 0 % apabila dua komunitas yang dibandingkan sarna sekali berbeda, sedangkan apabila mempunyai IS [1 75 % maka dua komunitas yang dibandingkan tersebut dianggap sarna. Hasil perhllungan dari koelisien kesamaan komunitas menunjukan bahwa semua komunitas yang dibandingkan di Gunung Basma untuk semua habitus dan tingkat permudaan secara umum mempWlyai komunitas yang berbeda. Perbedaan komunitas tersebut dikarenakan adanya perbedaan jumlah jenis yang sarna yang ditemukan pada kedua lokasi yang dibandingkan. Berdasarkan bagian tumbuhan obat yang digunakannya, jenis-jenis tumbuhan obat yang elitemukan eli lokasl penelitian dapat dikelompokan keda1am 15 macam. Bagian-bagian tum!>uhan obat yang digunakan ada1ah akar, batang, kulit batang, rlmpang, daWl., air balang, umbi, kayu, gelah, pueuk. daun, bunga, buah, tangkai., biji dan semua bagian. Daun termasuk bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan sebagai obat di GWlung Basma, sedangkan bagian tumbuhan yang paling sedikit digunakan sebagai obat adalah air batang, pucuk daWl dan biji yang masing·masing hanya satu jenis nunbuhan. Berdasarkan kelompok penyakit/penggunaanya., jenis-jenis tumbuhan obat di Gunung Basma dapat dikelompokan keda1am 17 macam. Dj Gunung Basma kclompok penyakit kulit memiliki jumlah jenis tertinggi dibandingkan dengan kelompok penyakitlpenggunaan lainnya, yaitu sebanyak 13 jenis nunbuhan, kemudian diikuti kelompok penyakit kepala dan deman: (11 jenis), sedangkan jumlah jenis twnbuhan oba! yang paling scdikit digunakan adalah untuk penyakit malaria. Berikut ini contoh jenisjenis tumbuhan obat berdasarkan manfaatlkhasiat dan bagian yang digunakan berdasarkan kelompok penyakitlpenggunaanya. Jwnlah jenis twnbuhan obat yang terdapat di GWlWlg Basma yang dapal digunakan untuk mengobati penyakit kulit sebanyak 15 jenis. Jumlah khasiatlmacam penyakit yang ditemukan sebWlyak 11 macam, seperti bisul, roam berkudis, anti fimgi, kudis, panu, gatal-gatal, caear.