Pengaruh Konsentrasi Bap (6-Ben1j!Laminopurin) Terhadap Pertumbuhan (Kultur In Vitro) Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpa Scheff. Boerl.)
Abstract
Mabkota Dewa (Phaleria macrocarpa) merupakan salah satu tumbuhan yang mempunyai potensi tinggi untuk dikembangkan menjadi bahan ohat, karena tumbuhan tersebut diketahui mempunyai kbasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakiL Penyakit·penyakit yang dapat disembubkan oleh tumbuhan ini antara lain : penyakit jantung, diabetes, lever, darab tinggi. reumatik. asam urat, kanker, ginjal, serta penyakit kulit. Mahkota Oewa juga dapat digunakan sebagai abat alergi, penurun kolesterol, serta sebagai obat untuk meDgalasi ketergantungan narkoba. Selain itu. bersama dengan ramuan lain, tumbuhan Mahkota Dewa juga sering digunakan sebagai obat penambah stamina, setta untuk kecantikan wajah. Mahkota Dewa dapat digunakan sebagai obat dalam, dengan cars dimakan atau diminum, dan sebagai obat luar, dengan tara dioleskan atau dilulurbn. Mahkota Dewa memiliki kandungan kimia yang sangat kaya, dan hal tersebut masih belum banyak terungkap. Dauo dan kulit buahnya diketahui mengandung alkaloid. saponin, dan tlavanoid. Selain itu di dalam daunnya juga diketahui mengandung polifenol (Barlan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, 1999). Keberadaan tumbuhan Mahkota Dewa di alam diketahui semakin jarang. Hal ini terjadi karena orang masih belum banyak mengetahui tentang khasiat tumbuhan tersebut, serta adanya anggapan bahwa tumbuhan Mahkota Dewa merupakan tumbuhan beracun. sehingga keberadaannya lebm banyak dihindari daripada dibudidayakan Idilestarikan. Apabila keadaan tersebut dibiarkan lebih lanjut. dikhawatirkan kelestarian Mahkota Dewa akan terancam. Oleh karena im, penelitian yang menyeluruh mengenai tumbuhan Mahkota Dews sudah sangat mendesak. selain sebagai bioprospektif untuk bahan baku obat, juga sebagai sarana untuk melestarikan bahan plasma nutfah. Kultur jaringan menggunakan dasar teori seperti yang dikemukakan oleh $chleiden dan Schwann, sel memiliki kemampuan otonom atau mampu twnbuh mandiri, bahkan rnemiliki kemampuan totipotensi. Totipotensi adalah kemampuan setiap sei. dimana pada bagian manapun sel tersebut diambil, apabila diletakkan dalam linglrungan yang sesuai abn tumbuh menjadi tanaman yang sempuma (Nugroho & Sugito. 1996). Kegunaan utama dari kultur jaringan adalah untuk mendapatkan tanarnan baru dalarn jumlah yang banyak. dalam waktu yang relatif singkat, serta mempunyai sifat fisiologis dan morfologis yang sarna seperti induknya. Teknik kultur jaringan ini pula dibarapkan diperoleh tanaman barn yang bersifat unggul (Hendaryono & Wijayani, 1994). BAP (6-BenzyJaminopurin) merupalcan zat pengatur tumbuh yang tergolong ke dalam sitokinin sintetik. Sitokinin mempengaruhi herbagai proses fisiologi di dalam tanaman. Aktivitas yang utama dati sitokinin adalah sitokenesis atau pembelahan sel. Aktivitas ini yang me~adi !criteria utama untuk menggolongkan suatu zat pengatur tumbuh kedalam sitokinin (Wattimena, 1988). Kockankov et al. (l989) menyatakan bahwa BAP dapat menginduksi terjadinya transisi tunas vegetatif menjadi tunas generatifpada tanaman Rudheckia bicoJor. Selain itu BAP juga efisien dalam mendorong inisiasi tunas bunga tetapi tidak mempengaruhi perkembangan tanaman seJanjutnya. Penggunaan BAP dengan konsentrasi yang tinggi dan masa yang panjang seringkali menyebabkan regenerant sulit berakar dan dapat menyebabkan penampakkan pucuk abnormal. Hal ini jelas terlihat pada kultur pucuk Asparagus officinalis. (Wattimena, 1988) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh BAP terhadap pertumbuhan Mahkota Dewa dengan berbagai macam konsentrasi. Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi BAP yang cocok untuk pertumbuhan Mahkota Dewa sehingga dapat mengoptimalkan pertumbuhan Mahkota Dewa dalam teknik kultur jaringan. Penelitian ini dilaksanakan di Unit Kultur Jaringan Laboratorium Konservasi Tumbuhan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan, yaitu dimulai pada bulan November 2002 sampai dengan bulan Maret 2003. Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media MS (Murashige &. Skoong) yang telah dimodifikasi dengan penambahan BAP. Konsentrasi BAP yang digunakan adalab 0 ppm (kontrol), 0.5 ppm, 1.0 ppm, 1.5 ppm dan 2.0 ppm. Media ini dibuat dalaro bentuk padat dengan menambahkan agar.agar pada media. Parameter yang diamati selama pengamatan terdiri dan parameter kuantitatif : jumlah tunas, jumlah daun, panjang batang berat basah tunas dan daun serta berat kering tunas dan daun. Sedangkan parameter deskriptifyang diamati adalah: ukuran dan warna daun Rancangan yang digunakan dalam menganalisis basil penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan jumlah perlakuan 5 dan jumlah ulangan 10. Faktor atau perlakuan yang digunakan adalah konsentrasi BAP yang dihertkan pada media tanam.Untuk rnengetahui pengaruh yang dIberikan pada percobaan tenebut maka dilakukan uji F. Apabila basil sidik ragam memberikan. basil herpengarub nyata. selanjutnya dilakukan uji lanjutan wilayah Duncan untuk mengetahui beda antar perlakuan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Stamtica/ Analysis System. Analysis o/Variance Procedur (SAS·ANOVA) MS·DOS Release 6.03 (SAS insttute, 1988). Pemberian SAP pada media el<splan Mahkota Dewa dengan berbagai konsentrasi memberikan pengaruh yang berbeda·beda terhadap parameter·parameter pertumbuhan. Parameter pertumbuhan tersebut terdiri dati jumlah tunas, jumlah daun, panjang batang. hera! besab tunas, herat basah daun, berat kering tunas dan herat kering daun. Selama pertum.buhan eksplan Mahkota Dewa terlihat arab pertumbuhan menuju terbentuknya tunas, sedangkan akar selama waktu pengamatan tidak tumbuh. Tidak twnbuhnya akar dalam pertumbuhan eksplan Mahkota Dewa secara In vitro dengan perlakuan pemberian berbagai macam konsentrasi BAP karena salah satu sifat dari sitokinin, dalam hal ini BAP yang memiliki simt menghambat pertumbuhan akar. Penggunaan BAP dengan konsenttasi tinggi dan masa yang panjang seringkali menyebabkan regenerant suln berakar dan dapat menyebabkan pucuk abnonnal, hal ini jelas terlihat pada kultur pucuk Asparagus officinalis (Wattimena, 1987). Dari basil pengamatan selama 5 bulan, pertumbuhan tunas yang diberi konsentrasi BAP 0.5 % berjalan lebih cepat dibandingkan dengan kontrol dan konsentrasi BAP lainnya. Hal ini diduga karena pengaroh konsentrasi BAP 0.5 % merupakan konsentrasi yang paling cocok digunakan untuk pertumbuhan eksplan Mahkota Dewa secara in Vitro. Selain itu diduga pula bahwa konsentrasi BAP 0.5 % terserap dengan baik oleh eksplan sehingga menyebabkan terjadinya pembelahan sei dan terbentuknya tunas adventif pada batang eksplan. Dengan demikian berarti bahwa konsentrasi BAP 0.5 % bekerja sebagaimana fungsinya, yaitu berperan untuk pembelahan sel dan pembentukan tunas. Dari basil dati penelitian ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam penggunaan selang konsentrasi BAP yang lebih sempit lagi dengan skala 0.1 ppm guna mendapatkan inforrnasi yang lebih akurat dalam penggunaan BAP yang lebih optimum untuk pertumbuhan tanaman Mahkota Dewa secara in vitro. Selain itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai waktu pemindahan eksplan Mahkota Dewa ke dalam media perakaran guna mendapkan tanaman yang sempuma dan mengetahui kecepatan tumbuh kultur jaringan tanaman Mahkota Dewa sebagai acuan dasar dalam kegilUall kultur jaringan.