Kualitas Gas Rumah Kaea Aklbat Pemadaman Kebakaran Di Lahan Gambut Dengan Menggunakan Air Laut
Abstract
Beberapa kali kebakaran besar teljadi sejak awal tahun 1980-80, yaitu pada tabun 1982, 1983, 1991, 1994, dan 1997/1998 telah menimbulkan ~ ckonomi yang tinggi maupun kcrusaka.n ckosistem. misalnya. asap yang ditimbulkan mencemari udara, mcngganggu kesehatan manusia dan mcngbambat scktor pcrbubungan, selain im dampak sasiaI kebakaran butan dan Iahan terutama di tingkat desa yaitu kotidaknyamanan dan hilangnya hari boja (UNDP. 1998~ Kebakaran butan tidak hanya tcljadi di laban )'8DI bcrasal dari Ianah-tanah mineral namun juga dapat tajadi eli _ yang lBDahnya merupakan _ ClIpIIik alau disebut juga dengan bulan rawa gambut. Pada kondisi normal dengan kanduDgan air yq cukup tinggi sepanjang taboo, butan seperti inj sulit untuk terbakar walaupun pada saat padang rumput yang sebclahnya terbakar. namun pada musim kering yang ckstrim api dapat mcmbakar bahaa bakar permukaan dan menjangkau kepada lapisan gambut yang lebib daIam. Api alcan cenderung bcrkembang setelah mcmatikan pabon dan menjadi sangat sulit dikendalikan (Aryanti. 2001). Dampak Iangsung dari kebakaran butan yang mmgganggu bagi kebidupan adalah munculnya gangguan asap yang terdiri atas gas dan partikel yang membahayakan kebidupan manusia. gas-gas yang yang dihasiikan dari suatu proses pembakaran scperti CO. CO2. C14 NOx dan non-methan hidrokarbon dapat menimbulkan gangguan pemapasan pada manusia. mempercepat pemanasan global (efek rumah kaca) dan memperbwuk polusi udara (Goldammer, 1997 clalam Aryanti, 2001). Efek rumah kaca adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan temperatur bumi sebagai akibat terhalangnya proses radiasi kembali dari pennukaan bumi dalam bentuk gelombang panjang oleh karena melimpahnya gas-gas rumah kaca di atmO$f« rnclebihi konsentrasi nonnal, yang termasuk gas-gas rumah kaca adalah CO2, CH., N20 dan CFCs (Vagi dan Minami, 1989 dolam Murtanti, 1994). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 200 I sampai dengan November 200 I dan berlokasi di Laboratorium Kebakaran Hutan dan Laban IPB. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan cara simulasi di dalam Laboratorium. Gambut yang digunakan adalah gambut tipe saprik, hemik, dan fibrik. Plot penelitian berjumlah enam buah, dengan luas masing-masing plot 0,15 m2 • Proses pembakaran diawali dengan pemyiapan bahan bakar, pengukuran parameter sebelum pembakaran, pengukuran parameter cuaca, dan pembakanm plot. Parameter yang diukur pada saat pembakaran berlangsung adalah pengukuran kondisi cuaca, pengukuran laju penjalaran api, pengukuran tinggi api, pengukuran suhu pembakaran dan pengukuran bahan bakar yang tersisa. Untuk perhitungan emisi digunakart rumus Seiler dan Crutzen (1980). Pada gambul tipe saprik dengan suhu udara 33°C (plot I) dan 36°C (plot 2), kelembaban udara 600/0 (plot I) dan 55% (plot 2), ketehalan bahan bakar 14,9 em (plot I) dan 14,4 em (plot 2), serta kadar air bahan bakar berkisar antara 9,7 - 23,1% (plot 1) dan antara 7,9 - 25,4% ( plot 2) temyata perilaku api menunjukkan rata-rata tinggi api adalah 102 em (plot 1) dan 114 em (plot 2) dengan kecepatan penjalaran api 0,2 mlmenit (plot I) dan 0,2 mlmenit (plot 2). Pelaksanaan pembakaran untuk gambul tipe hemik dilakukan pada suhu udara 33°C (plot 1 dan 2), kelembaban udara 65% (plot I) dan 60% (plot I), ketebalan bahan bakar 13,8 em (plot 1) dan 14 em (plot 2), serta kadar air bahan bakar berkisar antara 9,1 - 20,5% (plot I) dan 8,6 - IS,90A. (plot 2) mempedihatkan perilaku api dimana rata-rata tinggi api adalah 71,6 em (plot 1) dan 150 em (plot 2) sma kecepatan penjalaran apinya sebesar 0,1 mlmenit (plot I dan 2). Sedangkan untuk gambut tipe fibrik pembakaran dilakukan pada suhu 3t;OC (plot 1) dan 32°C (plot 2), kelembaban udara 55% (plot I) dan 60% (plot 2), ketebalan bahan bakar sebesar 14 em (plot I) dan 12,8 em (plot 2), dan kadar air bahan bakar berkisar dari 8,8 - 21,4% (plot 1) dan 7,8 - 20,7% (plot 2) menghasilkan perilaku api dimana rata-rata tinggi apinya.adalah 162 em (plot I) dan 121 em (plot 2)dengan kecepatan penjalaran api sebesar 0,1 mlmenit (plot I dan 2). Rata-rata tinggi api dipengaruhi oleh ketebalan ballan bakar dan kadar air bahan bakar. Ratarata ketinggian api tcrtinggi adalah pada gambOl tipe fibrik sebesar 141,5 em meskipun mempunyai kctebalan bahan bakar yang lebm keeil, hal ini disebabkan karena diantara ketiga tipe gambOl tcrsebut tipe fibrik memiliki rata-rata kadar air bahan bakar yang eukup rendah jika dibandingkan dengan tipe gambut yang lainnya, sehingga menyebabkan bahan bakar lebih cepat mencapai titik penyaJaan dan menghasilkan sedikit asap sehingga nyala tinggi api menjadi optimum. Komposisi bahan bakar khususnya bahan bakar kering terlihat mempengaruhi penjalaran api. Keeepatan penjalaran api pada gambut tipe saprik lebih tinggi dibandingkan dengan gambut tipe hemik dan fibrik. hal ini disebabkan karena kadar air bahan bakar gambut tipe saprik cukup rendah dibandingkan dengan kadar air bahan bakar gambut tipe hemik dan fibrik. Intensitas api tertinggi terjadi pada gambut tipe fibrik plot 1 yaitu sebesar 960,7 kW/m. dan terendab terjadi pada gambut tipe hemik plot I yaitu sebesar 197.1 kW/m. Besamya intensitas api dipengaruhi oleh tinggi api pada masing-masing plot. Panas per unit area tertinggi adalah pada gambut tipe fibrik plot 1 yaitu sebesar 9607 kl/ml dan terendah adalab pada gambut tipe hemik plot I yaitu sebesar 985,6 kJ/m2 • Besamya panas per unit area dipengaruhi oleh tinggi api dan keeepatan penjalaran api pada masing-masing plot. Kisaran suhu pada saat proses pembakaran berlangsung untuk semua plot yaitu sebesar 649°C. Emisi gas yang dihasilkan dari pembakaran ketiga tipe gambut (saprik, hemik dan fibrik) yang terbesar sampai yang terkecil adalah emisi gas karbon, CO2, CO, NH3, 0], CH4, dan yang terkecil adalah emisi gas NOx, kecenderungan ini muncul karena adanya beberapa kesamaan seperti kadar air bahan bakar permukaan dan kondisi cuaea yang relalifsama. Levine et ai., (1995) menyalakan bahwa emisi gas dari suatu pembakaran tergantung kepada tipe ekosistem seperti kadar air bahan bakar, keadaan alam, perilaku dan karakteristik kebakaran yang terjadi. Untuk emisi gas pada kebakaran gam but juga dipengaruhi oleh tingkat kematangan tipe gambul. Pada pembakaran pada ke tiga tipe gambut baik saprik, hemik. ataupun fibrik dihasilkan emisi gas-gas dalam jumlah yang relatif rendah, hal ini disebabkan karena enam minggu sebelum pembakaran dilakukan pengeringan bahan bakar gambut sehingga kadar aimya rendah dan relatif secagam. Untuk bahan baku pennukaan seperti ranting elm serasah tidak diberi perlakuan pengeringan karena kadar aimya rendah dan relatif seragam. Dengm bdar air yang rendah maka potensi bahan bakar juga rendah sehingga asap yang dihasilkan sedika sehingga emisi gas yang dihasilkan cukup rendah. Selain faktor bahan bakar, emisi gas yang dihasilkan cukup rendah diakibatkan oleh penyiraman dengan air laut pada saat tinggi api mabimmn ( pada saat fuse flamming) sehingga sebagian besar yang terbakar serasah dan ranting. ""","gkan gambut hanya sedikit yang terbakar sehingga tidak terjadi fuse smoldering yang menpasilkan banyak asap. Faktor lain yang mempengaruhi banyaknya emisi gas yang dihasilkan adaIIh tingkat kematangan gambul. Dati hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku api dipengaruhi oleh suhu udara, kelembaban relatif, kadar air bahan bakac, poteosi bahan bakar dan waktu pembakaran. Tinggi api dipengaruhi oleh ketebalan bahan bakar, kadar air baban bakar, tipe bahan bakar. Laju penjalaran dipengaruhi oleh kecepatan angin, kadar air bahan bakar dan intensitas api. Sedangkan panas per unit area dipengaruhi olch tinggi api dan keccpatan penjalaran api. Emisi gas-gas yang dihasilkan dari pembakaran gambut dipengaruhi kadar air bahan bakar, keadaan alam, perilaku api dan karakteristik kebakaran yang tetjadi serta dipengaruhi oleh tingkat kematangan dari gambul.
Collections
- UT - Forest Management [3062]