PengaruhpenebanganTerhadap Suksesi Hutan Alam Mangrove Di Propinsi Kalimantan Barat (Studi Kasus Di Uph Pt Inhutani Ii, Kabupaten Pontiaoak., Kalimantan Barat)
Abstract
Kawasan butan mangrove yang diteliti dikelola oleh PT. INHUT ANI II untuk menghasilkan kayu sebagai bahan baku chip. Sislern silvikultur yang digunakan dalam teknik pengusahaan hUWl adalah Sistem Pahon Induk (Seed Trees Methods). Sejak kegiatan operasional pengusahaan bulan PT Bina Mandah Pratama Chips Industries yang merupakan KeIjasama Operasional (KSO) PT lnhutani II dilakukan lebih kurang tahun 1995 sampai saat ini, belwn banyak pengkajian pengaruh penebangan terhadap suksesi hutan mangrove. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengkaji tentang perubahan struktur dan komposisi tegakan mangrove akibat kegiatan penebaogan, serta pengaruh penebangaan terhadap perubahan lingkungan (fisik tanah, biotik, flora dan fauna). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dlllamika perubahan komposisi jenis dan struktur vegetasi hutan alam mangrove karena pengaruh penebangan. Selain im juga lllltuk mendapatkan data tentang potensi vegetasi dan pengaruh penebangan terhadap burung dan mamalia. Penelitian dilakukan di wilayah Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat. Stasiun Pengamatan yang dibuat berjumlah 6 stasiun, yang mencakup Rutan Mangrove Primer dan Hutan Bekas Tebangan dengan lima masa setelah penebangan (0 tahun, I tahun, 3 tahun, 5 tahun dan 7 tahllll) dengan waktu penelitian di Iakukan bulan lull 2002 sampai dengan Agustus 2002. Pengumpulan data diIakuIam meIalui pengamatan Iangsung dan studi PendahuIuan Oitemtur). Metode pengambilan contob vegetasi yang digwJakan dalam penelitian ini adalah penarikan contob dengan sistemjaiur (strip sampling) yaitu dengan earn membuat jalur yang di pilib secara acak pacla kelompok butan dengan lebar 10 m dari hatas terluar sampai Ire pedalarnan. Pengamatan satwa burung (Aves) dan mamalia dengan menggunakan "Metode Kelimpahan Titik" umunmya digunakan untnk menghitung kelompok burung (Aves) dengan menggunakan tehnik time series, yakni pada interval waktu tertentu secara berurutan. Berdasarkan basil penelitian menunjukkan bahwa hutan bekas tebangan mempunyai jenis vegetasi yang lebm beragam pada semua tingkat vegetasi dibandingkan dengan hutan primer. Pada hutan primer ditemukan Ijenis vegetasi yaitu bakau (Rhizophora apiculata) dan kerapatan pohonnya adalah 185,71 pohonlha dengan frekuensi 0.86. Untuk tingkat semai, ditemukan 1 jenis yaitu bakau ( Rhizophora apiculata) dan ditemukan kerapatan yang sedang yaitu 1785.71 anakanIhektar. Pada hutan primer tidak ditemukanjenis tingkat pancang yang discbabkan kondisi dalam proses suksesi. Pacla hutan bekas tebangan ditemukan 3 jenis vegetasi yaitu jenis Rhizophora apicu[ata, Bruguiera gymnorrizha danXy/ocorpus granatum. Pacla 0 talmo setelah penehangan terdapat 2 jenis vegetasi pada tingkat pobon. Jenis yang dominan adalah bakau (Rhizophora apicuJata) dengan INP 271.46% dan tumu (Bruguiera gymnorrhiza) dengan INP 28.54%. Pada 3 tahun setelah penebangan terdapat 3 jenis vegetasi tingkat pobon yang didominasi bakau (INP 147.25%) dan twnu (INP 117.07%). Jenis pabon Iainnya adalah Nyirih (XyJocarpus granatum) (INP 35.68%). Sec:tansJcan untuk 1 tabun. 5 tabun dan 7 tabun sete1ah penebangan hanya terdapat 1 jenis vegetasi tingkat pobon yaitu bakau (Rhizophora apicuJata). Jumlah permudaan basil inventarisasi pada tingkat semai untuk jenis bakau dan tuum pada tebangan 0 tab .. (2.857,14 anakanIha), tebangan 1 tabun (6.785,71 anakanIba), tebangan 3 tahun (9.642,86 anakanIha). tebangan 5 tabun (7.500 anakanIha) dan untuk 7 tahun setelab penebangan (19.285,71 anakanIba). hal ini menunjukkan regenerasi berIangsung dengan baik. Hal ini sesuai berdasarkan Swat Keputusan Direktorat Jenderal K.ehutanan No. 6OIKptslDJIIII978 tentang Sistem Silvikultur Hutan Payau yang mengatur tentang penebangan di hutan mangrove. Dominansi Jenis (0 menunjukkan pada hutan primer dan hutan bekas tebangan betbeda-beda tergantung pada tingkaIan permudaan dan pertumbubannya. Pada tingkat pobon niJai tert>esar adalah pada tebangan 0 tahun dan 3 tahun. Pada tingkat semai dan tingkat pancang nilai C yang terbesar pada 1 taboo setelah penebangan dan yang terlrecil &daIah pada 5 tabun setelah penebangan. Hal ini terjadi karena pada umur satu tah1.m setelah penebangan areal teWuk.a sehingga semakin menurunnya tingkat pem!ingan antar pohon yang akhirnya te>jadi pertumbuhan dan penyebanm jenis dengan cepat. Pada petbandingan niIai keanekaragaman jenis (II') menunjukkan bahwa untuk hekas tebangan mempunyai keanekaragaman jenis lebih tinggi dibanding hutan primer yang memang dominan dikuasai satu jenis saja yaitu pobon bakau (Rhizophora apicu laJa), begi tu juga pada tingkat pancang dan semai tidak tenlapat jenisnya. Nilai H' untuk tingkal pancang paling tinggi adaIah pada areal 5 tabun seteIah penebangan yaitu (0.72) sedangkan untuk areal Jainnya hampir sarna yaitu: pada hUlan hekas tebangan 0 tahun adaIah (0.61), bman hekas tebangan 1 tahun (0.30), bUlan hekas tebangan 3 tabun (0,41) dan butan bekas tebangan 7 tabun (0.35). BerdasaIkan nilai IS (koefisien kesamaan komunitas) terlihat untuk tegakan butan primer dan hutan bekas tebangan 0 tabun apabila di bandingkan untuk tingkat pancang dan semai mempunyai kesamaan 50 % sedangkan untuk nilai pada pobon dan tumbuhan sarna sekaIi berbeda. lni menunjukkan dalam proses perkembangan umur tegakan, tegakan bekas tebangan 0 tabun akan menuju fonnasi Ire hutan primer. Diantara semua tegakan yang dibandingkan yang mempunyai nilai kesamaan yang tertinggi adalah butan bekas tebangan 0 tabWl dan hutan bekas tebangan 3 tabllll. Nilainya 66.67 % untuk tingkat pobon, 40 % untuk tingkat pancang, 50% untuk tingkat semai dan 100% wttuk tingkat tumbuhan bawah. Sedangkan untuk tingkat pobon perbandingan butan primer dengan bekas tebangan 1 tahnn dan 7 tabun mempunyai nilai 1 ()()OIo, sedangkan untuk bekas tebangan o tabun dan 7 tahun untuk tingkat pobonjuga mempWlyai nilai 1000/0. Proses suksesi ini dipengaruhi oleh praktek penebangan yang dilakukan pada areal di HPH oleh PT.Bina mandah Pratama Chips Industries sebagai KSO PT Inhutani TI. Penebangan yang dilakukan di areal ini jelas akan mempengaruhi jumlah volume yang akan di tebang. Pengaruh yang terjadi yaitu adanya dominasi pada beberapa bekas tebangan dimana didominru.; pohon nyirih karena pohon tersebut tidak ditebang karena tidak komersil bagi bahan baku serpih sehingga proses suksesi menjadi hilang. Tetapi menurut pengamatan eli Iapangan yang sangat mempengaruhi suksesi adalah pembukaan wilayah hutan dimana banyak tegakan muda ditebang sebagai bahan pembuatan jaIan sarad Pada penebangan dengan intensitas tinggi maka menyebabkan keteIbukaan Iahan yang semakin besar sehingga akan menyebabkan cepatnya perkembangan piyai (Acros/hicum aureum) pada areal yang frekuensi genangnya kurang dan akan menyaingi twnbulmya anakan vegetasi mangrove Potensi tegakan berdasaritan kerapatannya secara keseluruhan pada semua tingkatan vegetasi semakin nail<. Hal ini berl<aitan ern! dengon pennudaan pada areal tegakan bekas tcbangan daIam proses suksesi. Untuk rata-rata diameter pohon pada butan primer Icbm besar dibanding dengan hutan bekas tebangan, demikian juga rata-rata tinggi pahon. Sehingga volume pada hutan primer lebih besar dibandingkan dengan areal bekas tebangan Volume kayo komersial hutan primer (128,93 m3Jha) sedangkan bulan bekas tebangan (3.15 - 71.58 m'Iha), dengan kempalan (14.29 • 40714.29 indIha) pada seluruh areal tegakan hutan primer dan hutan bekas tebangan. Dari basil uji statistik terhadap sUat fisik dan kimia tanah terlihat tidak berbeda antara hUIan primer dan bekas tehangan 0 tallOn, 1 tahun, 3 tahun, 5 tahun dan 7 tahun. Sehingga hal ini memmjukkan bahwa sifat-sifat fisik tanah dan kimia tanah mempunyai pengaruh yang sarna terhadap vegetasi mangrove. Berarti peIbedaan kondisi tegakan pada butan mangrove bokan karena sifat-sifat fisik tanah dan kimia tanah. Berdasarkan hasil inventarisasi jenis burung di areal Inhutani II batu Ampar pada bulan primer jenis yang di temukan lebih sedikit di banding hutan bekas tebangan terutama pada 0 taboo, 1 taboo, 3 tahun dan 5 tahWl setelah penebangan Burung4)Urung di lokasi pengamatan yang paling sering terlihat adalah Nectarinia caJcostelha dan yang paling jarang terlihat adalah Anhinga melanogaster, ACCipiter trivirgatus, Gallicrex cinerea, Alcedo a/his, MulJeripicus pu/verulentus, Riparis riparia, Prinia po/ychroa, Phelantoma velatum jenis bunmg -burung ini hanya terlihat sekali selama pengamatan Kelimpahan dart masing-masing individu didapatkan 8 jenis burung yang dominan, 17 jenis burung sub dominan dan 27 jenis burung tennasukjenis tidak dominan. Berdasarkan struktur pakannya terlihat pada setiap tegakan baik hutan primer maupWl hutan bekas tebangan di dominasi oiehjenis burung pemakan serangga (insectivore). Dati basil pengamatan ditemukan 6 jenis mamalia yang tersebar di lokasi penelitian, yang tergolong dalam 4 ordo (Scandentia, Primata, Rodentia dan Artiodactyla) dan 5 suku (Tupidae, Cercopithecidae. Sciuridae. Suidae dan Cervidae. Jenis-jenis mamalia yang terdapat di kawasan hutan mangrove Batu Ampar diantaranya adalah monyet ekor panjang (Macaca !ascicu[aris), tupai akar (Tupaia glis), bajing kinabalu (Callosciurus baluensis) bajing ekor pendek (Sundasciurus lowii), babi berjenggot (Sus barbatus) dan rosa sambar (CeIWS unicolor). KelimpalwJ. mamalia terdapat 3 jenis yang dontinan yaitu Macaca fascicularis, CaIlosciurus baluensis dan Sundasciurus lowii dan 3 jenis mamalia sub dontinan yaitu Tupaia gUs, Sus barbatus dan Cervus unfcolor. Nilai komposisi. kenekaragaman, kemerataan dan berdasarkan struktur pakannya jenis mamalia terlihat yang paling besar adalah Macaca fascularis dan yang paling sedikit ada 2 jenis yaitu Sus barbatus dan Cervus unic%r _ penelitian ini dapat ditarik lresimpulan bahwa adanya pengaruh penebangan pada butan mangrove terhadap ekosistem mangrove. Penebangan merubah komposisi dan struktur butan mangrove pada tahap awaI (tebangan 0 tahWl sampai 3 tahwt). sedangkan pada tahap lanjutan (tehangan 5 tahun sampai 7 taltun) komposisi dan struktur jenis vegetasi pada tingkat pancang, tingkat semai dan tingkat tumbuhan bawah mengalami kenaikan. Volume pabon pada butan bekas tebangan lebih kecil di bandingkan butan primer karena kerapatan areallebih di dominasi jenis vegetasi tingkat semai dan pancang. K.eanekaragaman jenis pobon dan pennudaannya pada areal butan setelah tebangan mempunyai nilai lebih tinggi di banding bulan primer. Berdas8rkan Indeks Dominansi jenis yang rendah pada areal hulan seteIah tebangan untuk tingkat pobon dan permudaannya menunjukkan bahwa dominasi jenis pabon dan permudaannya dipusatkan pada beberapa jenis vegetasi. yaitu bakau (Rhizophora apiculata). Kelimpahan bunmg pada butan bekas tebangan 0 tahun, 1 tahun, 3 tahun, 5 tahtm dan 7 tahtm lebih tinggi jika dibandingkan dengan butan primer. Komposisi jenis burung di butan mangrove tersebar di dominasi jenis burung yang termasuk insectivore dan jrugtvore. Sedangkan kelompok mamalia pada hutan primer yang paling dominan adalah monyet kra (JJacaca fascicularis), tmtuk butan bekas tebangan ditemukan bahi berjenggot (Sus barbatus) dan rosa sambar (Cervus un/color