Analisis manfaat penggunaan hutan tanaman acacia mangium sebagai pengikat karbon
Abstract
Manajemen hutan tanaman yang dilakukan selama ini adalah untuk memproduksi kayu yaitu membangun tegakan untuk dijual kayunya, namun dengan adanya protokol Kyoto memungkinkan pengusahaan hutan untuk menjual karbon terikatnya. Penelitian dilakukan untuk mengetahui tipe manajemen hutan tanaman yang dapat memberikan keuntungan finansial yang lebih tinggi antara manajemen butan tanaman untuk dijual kayunya dengan manajemen hutan tanaman untuk dijual karbon terikatnya melalui ana1isis sistem dan simulasi model. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa data tabel tegakan Acacia mangium, data hasil inventarisasi tegakan Acacia mangium oleh Seksi Perencanaan Hutan serta data Japoran keuangan KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Analisis sistem yang dilakukan pada penelitian didasarkan pada tahapan yang dilakukan Grant et al. (I997) yaitu dengan melakukan formulasi model konseptual, spesifikasi model kuantitatif, evaluasi model dan penggunaan model. Untuk dapat menjawab tujuan penelitian, maka dijalankan 4 skenario yaitu : 1. Skenario I, menjalankan tipe manajemen butan tanaman untuk dijual kayunya. 2. Skenari6 2, menjalankan tipe manajemen hutan tanaman untuk dijual karbonnya dengan harga karbon USS3 atau Rp. 30.000 per tC. 3. Skenario 3, menjalankan tipe manajemen hutan tanaman untuk dijual karbonnya dengan harga karbon USS6,5 atau Rp. 65.000 per tC. 4. Skenario 4, menjalankan tipe manajemen hutan tanaman untuk dijual karbonnya dengan harga karbon USSIO atau Rp. 100.000 per tC. 5. Skenario 5, menjalankan tipe manajemen hutan tanaman untuk dijual karbonnya dan diakhir daur dijual kayunya.' Masing-masing skenario di atas disimulasikan selama 10 tahun atau satu daur tebang Acacia mangium dalam luasan 1 hektar pada berbagai suku bunga yaitu pada tingkat 10%, 15%. dan 20%. Berdasarkan hasil simulasi pada tiap skenario, didapat nilai keuntungan finansial perusahaan dalam bentuk net present value (NPY) tertinggi dicapai pada suku bunga 10%. Nilai keuntungan perusahaan dibuat dalam bentuk NPV adalah untuk mengantisipasi perubahan-perubahan nilai yang terjadi sejalan dengan waktu. Sebab nilai yang diperoleh saat ini belum tentu bernilai sama bila diterima pada tabun yang akan datang. Skenario pertama yaitu manajemen hutan tanaman untuk dijual kayunya dicapai NPV keuntungan perusahaan tertinggi sebesar Rp. 6.035.032 yaitu pada suku bunga 10% dengan biaya usaha yang dikeluarkan sebesar Rp. 2.134.271. Dan apabila menjalankan skenario manajemen hutan tanaman untuk mengikat karbon dengan biaya usaha pengikatan karbon sebesar Rp. 5.247.432, pada hargajual karbon US$3 atau Rp. 30.000 diperoleh NPV keuntungan finansial perusahaan tertinggi sebesar Rp 893.292. NPV keuntungan perusahaan tertinggi pada harga jual karbon US$6,5 atau RP. 65.000 adalah sebesar Rp. 12.113.737. Dan NPV keuntung;ln perusahaan tertinggi pada harga jual karbon US$1O atau Rp. 100.000 adalah sebesar Rp. 23.334.182. Apabila menjalankan usaha pengikatan karbon dan diakhir waktu pengikatan yang disepakati tegakan dijual kayunya sebagai nilai tambah, diperoleh keuntungan tambahan sebesar Rp. 3.530.967 dengan biaya tambahan yang dikeluarkan sebesar Rp. 650.590. Berdasarkan besamya NPV keuntungan perusahaan yang diperoleh dari hasil skenario-skenario yang telah dijalankan, manajemen hutan tanaman untuk dijual kayunya memiliki nilai NPV lebih besar dibandingkan dengan manajemen hutan tanaman untuk dijual karbonnya pada harga juaJ karbon US$3, tetapi lebih keeil bila dibandingkan dengan NPV laba usaha karbon terikat pada harga juaJ karbon terikat sebesar US$6,5 dan US$lO per tC. Hal ini menunjukkan bahwa pengusahaan hutan tanaman untuk dijual karbon terikatnya merupakan sebuah alternatif piIihan yang secara finansial lebih menguntungkan dibandingkan dengan pengusahaan hutan tanaman umumnya (menjual kayu) pada harga jual karbon terikat di atas US$3 per tC yaitu sebesar US$6,5 dan US$1O. Namun hal ini periu dikaji lebih lanjut dengan memasukkan faktor -faktar penelitian yang lebih kompleks dan mengingat perdagangan karbon di Indonesia masih dalam tahap penelitian.
Collections
- UT - Forest Management [3059]