Analisis Pengelolaan Hutan Lestari Sistim Silvikultur Tpt I Dan Tpt Ii Dengan Mempertimbangkan Manfaat Jasa Lingkungan (Kasus Di Pt.Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat)
View/ Open
Date
2013Author
Fahrizal
Nuryartono, Nunung
Arifin, Bustanul
Hasan, Muhammad Fadhil
Metadata
Show full item recordAbstract
Kebijakan pengelolaan hutan bertujuan untuk mendapatkan produksi hasil
hutan yang tinggi, terus meningkat, lestari dan jasa lingkungan yang optimal. Oleh
karena itu, setiap bentuk pengelolaan hutan secara langsung atau tidak langsung
selalu dituntut untuk memberikan hasil tersebut. Tujuan penelitian adalah untuk
(1) menjelaskan perbedaan substansial antara sistim silvikultur TPTI dan TPTII
pada IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur; (2) menganalisis secara ekonomi dan
non-ekonomi sistim silvikultur TPTI dan TPTII pada IUPHHK PT. Suka Jaya
Makmur melalui tiga kriteria investasi; (3) menganalisis tingkat kelayakan
pengusahaan hutan dengan sistim silvikultur TPTI dan TPTII dengan
mempertimbangkan beberapa skenario kebijakan ekonomi nasional. Penelitian
dilakukan di IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat yang
melaksanakan sistim pengelolaan hutan lestari dengan pola TPTI dan TPTII.
Metode analisis menggunakan metode Analisis Biaya Manfaat (Cost Benefit
Analysis), Analisis Finansial, Analisis Ekonomi, Analisis sensitivitas, dan Uji-T
statistik.
Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa pola pengelolaan hutan sistim
TPTI dan TPTII dinyatakan sangat layak. Hal ini terbukti dengan hasil analisis
menunjukkan nilai MIRR berada di atas suku bunga 10%, 12%, dan 14%, dan
nilai NPV yang relatif besar dari 0 serta nilai BCR di atas 1. Hasil analisis
ekonomi pola pengelolaan hutan sistim TPTI dan TPTII memperoleh hasil yang
sangat layak, dengan nilai MIRR diatas suku bunga diskonto yang ditetapkan
dalam penelitian, nilai NPV yang relatif besar dari 0 dan nilai BCR di atas 1.
Hasil analisis kepekaan terhadap sistim TPTI dan TPTII menunjukkan
bahwa perubahan suku bunga (diskon faktor) maupun perubahan nilai tukar
rupiah terhadap dolar berpengaruh cukup besar terhadap nilai kelayakan (NPV,
MIRR, dan BCR), tetapi tidak mempengaruhi status kelayakannya, bahkan
sebaliknya nilai MIRR menjadi semakin layak. Meningkatnya harga jual log atau
kayu bulat, akan semakin meningkatkan keuntungan yang akan diperoleh
perusahaan. Selanjutnya ditinjau dari kuantitas tebangan, sistim silvikultur TPTII
lebih kecil target produksinya dibandingkan dengan penebangan sistim silvikultur
TPTI.
Hasill uji-t statistik analisis finansial antara sistim silvikultur TPTI dan
TPTII menunjukkan tidak berbeda nyata. Sementara itu pada hasil uji-t statistik
analisis ekonomi antara sistim silvikultur TPTI dan TPTII, khususnya NPV dan
BCR menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Nilai NPV TPTII lebih besar dari
TPTI, demikian juga dengan BC rasionya, sedangkan nilai MIRR kedua sistim
silvikultur tersebut tidak berbeda nyata. Namun demikian dari hasil tersebut
menunjukkan bahwa secara analisis ekonomi dengan mempertimbangkan manfaat
jasa lingkungan sistim silvikutur TPTII jauh lebih baik dan menguntungkan dari
sistim silvikultur TPTI.
Implementasi secara konseptual, keuntungan ekonomi, sosial dan budaya
sistim silvikutur TPTII akan memberi peluang lapangan kerja yang lebih banyak
dan luas kepada masyarakat setempat sehingga kesejahteraan masyarakat
meningkat. Peluang kerja ini meliputi kegiatan pembibitan, penanaman,
pemeliharaan serta kegiatan-kegiatan silvikultur lainnya yang memiliki volume
kerja yang jauh lebih besar dan lebih intensif dibanding aktivitas yang sama pada
sistim silvikultur TPTI.
Berdasarkan hasil kajian didapatkan kesimpulan, yaitu (1) Terdapat
perbedaan yang signifikan antara sistim silvikultur TPTI dan TPTII, terutama
menyangkut kegiatan pembinaan hutan yang dilakukan lebih intensif pada sistim
silvikultur TPTII sehingga biaya yang diperlukan juga lebih besar dibandingkan
pada sisem silvikultur TPTI; (2) Biaya dan manfaat IUPHHK pada hutan alam
produksi di Indonesia saat ini masih dikelola untuk memproduksi kayu dan belum
sepenuhnya memperhatikan produk jasa lingkungan hasil hutan lainnya;
(3) Pengelolaan hutan sistim silvikutur TPTI dan TPTII baik untuk analisis
finansial dan analisis ekonomi menghasilkan perhitungan yang layak usaha;
(4) Pemerintah perlu membuat aturan atau regulasi agar dapat dilaksanakan
pemanenan tidak hanya kayu pada areal IUPHHK, serta mengharuskan dibentuk
unit manajemen khusus dan berbeda dalam melaksanakan sistim silvikultur
TPTII, berikut pembinaan dan pengawasannya; (5) Pola pengusahaan hutan pada
areal IUPHHK dengan sistim silvikultur TPTII dianggap layak dan lebih baik
untuk dijadikan pedoman pelaksanaan pengelolaan hutan di Indonesia, karena
tidak hanya mempertimbangan manfaat produksi kayu, tetapi juga manfaat jasa
lingkungan yang merupakan satu kesatuan dalam ekosistim hutan, serta berbagai
pertimbangan lainnya yaitu menghasilkan pertumbuhan riap yang lebih baik, serta
dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak dibandingkan sistim silvikultur TPTI.
Collections
- DT - Business [370]
