Laju Infiltrasi pada Berbagai Jenis Penutupan Laban Hutan Di RPH Tenjowaringin, BKPH Singaparna, KPH Tasikmalaya Perum Perhutani Unit III Jawa Barat
Abstract
Daerah Aliran Sungai merupakan suatu ekosistem yang di dalamnya terdapat berbagai penggunaan lahan seperti lahan semak, pertanian, lahan hutan dan pemukiman. Pemberian lahan yang berbeda memberikan respon infiltrasi yang berbeda. Air merupakan sumberdaya yang penting bagi kehidupan, sehubungan dengan itu perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mengendalikan produksi air dalam suatu DAS, terutama faktor penggunaan lahan dalam meresapkan air. Nilai infiltrasi sangat penting untuk diketahui. Jika nilai infiltrasi diketahui, maka besarnya eurah hujan yang menjadi potensi untuk melimpas setelah meneapai permukaan dapat diperhitungkan. Nilai laju infiltrasi di lapangan dapat diduga dengan menggunakan persamaan infiltrasi. Persamaan yang digunakan adalah persamaan Horton, Kostiakov dan Philip. Penelitian ini dilaksanakan di RPH Tenjowaringin BKPH Singapama KPH Tasikmalaya, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat yang dilaksanakan dari bulan Juni sampai bulan Juli 2001 dengan tujuan penelitian untuk mengetahui besamya laju infiltrasi pada berbagaijenis penutupan lahan serta mengetahui model yang terbaik untuk menduga laju infiltrasi pada berbagai jenis penutupan lahan tersebut. Pengukuran laju infiltrasi di lahan semak, tumpangsari, hutan pinus KU II, hutan pinus KU VIII dan hutan alam dilakukan sebanyak empat ulangan. Pemilihan titik-titik pengukuran dilakukan secara aeak dan mewakili lokasi penelitian. Pengukuran laju infiltrasi dengan menggunakan metode penggenangan. Pengukuran muka air tanah dalam tabung infiltrometer dieatat setiap selang waktu 2, 5. 10, \5, 30, 45 dan 60 menit. Sebelum dilakukan pengukuran laju infiltrasi terlebih dahulu dilakukan pengambilan eontoh tanahdengan menggunakan ring sample untuk dianalisa sifat fisik tanahnya berupa bobot isi, kadar air tanah awal dan permeabilitas. Masing-masing contoh tanah dibawa ke laboratorium untuk dianalisa. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa lahan hutan alam memiliki laju infiltrasi rata-rata terbesar dengan nilai 2,143 em/menit atau 128,58 em/jam. Sedangkan rata-rata laju infiltrasi terendah sebesar 0,657 em/menit atau 39,42 em/jam pada lahan semak belukar. Hal ini menunjukkan bahwa lahan hutan alam dan· pinus mempunyai laju infiltrasi yang baik dibandingkan dengan lahan semak dan tumpangsari. Tingginya laju infiltrasi pada lahan hutan alam maupun hutan pinus diduga disebabkan oleh faklor vegetasi dan sifat fisik tanah. Pada hutan alam vegelasi lebih rapat dan didominasi olell jenis Puspa (Schima walichii), pada hutan pinus KU VlIl pohon-pohon berumur eukup tua sehingga memiliki- perakaran yang dalam dan rapa!. Pada hutan pinus KU II memiliki kondisi penutupan tajuk yang masih baik dan terdapat lapisan serasah yang eukup tebal. Kondisi ini memungkinkan terjadinya retensi air yang lebih besar dengan demikian laju infiltrasi akan lebih besar. Kondisi tajuk yang lebih rapat pada laban hutan (hutan alam, hutan pinus KU II dan KU VIII) dapat melindungi tanah dari pukulan butir-butir air hujan yang dapat memadatkan tanab dan menyebabkan bahaya erosi. Dimana air hujan yang jatuh tidak langsung mengenai permukaan tanah tetapi tertahan oleh tajuk dan diteruskan melalui curahan tajuk dan aliran batang sehingga laju infiltrasi yang terjadi akan meningka!. Berbeda dengan lahan semak dan tumpangsari dim ana penutupan tajuk lebih terbuka karena vegetasi yang terdapat merupakan vegetasi semak belukar dan tanaman semusim. Pada lahan tumpangsari terdapat jenis tanaman semusim seperti kol, jagung, pisang dan kacang-kacangan. Kondisi penutupan lahan yang terbuka dapat menurunkan laju infiltrasi karena air hujan yang jatuh langsung mengenai permukaan tanah yang mengakibatkan tanah menjadi pada!. Tekstur tanah mempengaruhi tinggi rendahnya laju infiltrasi. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pada lahan hutan alam berdasarkan klasifikasi tekstur tanah didominasi oleh kelas tekstur pasir dengan kandungan pasir sebesar 87 % sehingga laju infiltrasi tinggi. Pada hutan pinus KU VIII kandungan pasir sebesar 86 %, pinus KU II sebasar 64 % dan pada tumpangsari sebesar 58 %. Sedangkan pada semak belukar kelas tekstur didominasi oleh tekstur debu dengan nilai presentase sebesar 58 %, sedangkan kandungan pasimya hanya 34 %. Bobot lsi tanab mempengaruhi tinggi rendahnya laju infiltrasi. Berdasarkan hasil analisa laboratoriurn, dim ana nilai rata-rata bobot isi pada hutan alam sebesar 0,83 gr/em' dengan kedalaman eontoh tanah 0-20 em. Rendahnya nilai bobot isi pada lahan hutan alam tersebut menunjukkan bahwa kepadatan tanah hutan alam rendah. Menurut Hardjowigeno (1985), bobot isi tanah merupakan petunjuk suatu kepadatan tanah, semakin tinggi bobot isi tanah maka semakin padat tanah terse but sehingga laju infiltrasi terhamba!. Hutan pinus KU II dan KU VIll memiliki bobot isi tanah lebih tinggi dibandingkan hutan alam yaitu 0,90 gr/cm' dan 0,84 gr/em' dengan kedalaman contoh tanah 0-20 cm. Sedangkan pada lahan pertanian dan semak belukar yaitu sebesar 0,98 gr/em' dan 1,03 gr/em' dengan kedalaman eontoh tanah 0-20 em. Besamya nilai bobot isi tanah pada lahan semak dan tumpangsari diduga adanya pemadatan oleh aktivitas petani dalam mengolah lahan pada lahan tumpangsari dan pukulan air hujan yang terjadi pada kedua lahan terse but sehingga tanah sulit untuk merembeskan air. Selain faktor terse but, faktor lain yang berpengaruh yaitu dengan adanya kelas tekstur tanah dimana pada laban semak fraksi debu lebih dominan dan nilai liat yang ada merupakan nilai terbesar dibandingkan dengan lahan hutan. Fraksi liat akan menghambat laju air secara gravitasi dimana butir-butir tanah akan tersuspensi dengan air dan mernbentuk pori mikro sehingga laju infiltrasi menurUI1. Kadar air awal mempengaruhi tinggi rendahnya laju infiltrasi. Hasil analisis menunjukan bahwa kadar air lahan semak lebih tinggi dibandingkan dengan penutupan lahan lain yaitu sebesar 53,73 % sedangkan untuk hutan alam sebesar 36,50 %. Kadar air awal yang rendah akan meningkatkan laju infiltrasi. Hal ini disebabkan pada saat awal ruang pori tanah masih banyak yang belum terisi air. Air yang masuk ke dalam tanah digunakan terlebih dahulu untuk menjenuhkan tanah yaitu ruang antar partikel tanah atau pori tanah. Gaya yang bekerja pada tanah yang mUlanya tidak jenuh ini adalah gaya kapiler akan semakin berkurang. Pada saat demikian gaya yang bekerja untuk menarik air didominasi oleh gaya gravitasi. Berkurangnya gaya kapiler di dalam tanah merupakan salah satu penyebab menurunnya laju infiltrasi (Arsyad, 1983). Permeabilitas pada hutan pinus KU Vlll sebesar 30,31 em/jam, hutan pinus KU ][ sebesar 24,54 em/jam dan hutan alam sebesar 16,54 em/jam dibandingkan dengan lahan semak dan tumpangsari yaitu sebesar 1,76 emljam dan 2,90 em/jam. Hal ini diduga terjadi karena pada lahan hutan pinus dan hutan alam tanah didominasi oleh kelas tekstur pasir dengan tekstur yang dimiliki relatif kasar sehingga memungkinkan permeabilitas yang terjadi tinggi dimana pergerakan air dan udara dalam tanah terjadi dengan bebas sehingga meningkatkan laju infiltrasi. Berdasarkan hasil perhitungan kuadrat sisa pada lahan semak model yang terbaik adalah model Kostiakov yang memiliki jumlah kuadrat sisa yang terkeeil yaitu sebesar 0,290 emlmenit dibandingkan dengan model Horton yang memiliki kuadrat sisa sebesar 0,291 emlmenit dan Philip yang memilikijumlah kuadrat sisa sebesar 0,459 emlmenit. Berdasarkan hasil perhitungan kuadrat sisa untuk lahan tumpangsari model yang terbaik adalah model Kostiakovyang memilikijumlah kuadrat sisa yang terkeeil yaitu sebesar 0,781 emlmenit dibanding model Horton yang memiliki jumlah kuadrat sisa sebesar 0,148 emlmenit dan model Philip yang memiliki jumlah knadrat sisa sebesar 1,343 emlmenit. Berdasarkan hasil perhitungan jumlah kuadrat sisa untuk hutan pinus KU II, model yang terbaik adalah model Kostiakov yang memiliki jumlah kuadrat sisa yang terkeeil yaitu sebesar 1,081 emlmenit dibandingkan dengan model Horton yang memiliki kuadrat sisa sebesar 1,055 emlmenit dan Philip yang memilikijumlah kuadrat sisa sebesar 1,150 em/menit. Berdasarkan hasil perhitungan jumlah kuadrat sisa untuk hutan pinus KU Vlll, model yang terbaik adalah model Philip yang memiliki jumlah kuadrat sisa yang terkeeil yaitu sebesar 3,212 emlmenit dibandingkan dengan model Kostiakov yang memiliki kuadrat sisa sebesar 4,793 emlmenit dan model Horton yang memiliki jumlah kuadrat sisa sebesar 9,024 emlmenit. Berdasarkan hasil perhitungan jumlah kuadrat sisa untuk hutan alam, model yang terbaik adalah model Horton yang memiliki jumlah kuadrat sisa yang terkeeil yaitu sebesar 5,385 emlmenit dibandingkan dengan model Kostiakov yang memiliki kuadrat sisa sebesar 8,221 emlmenit dan Philip yang memilikijumlah kuadrat sisa sebesar 9,36 I em/men it.
Collections
- UT - Forest Management [3061]