Strategi Pemanfaatan Obligasi Pemerintah Dalam Rangka Rekapilitas
View/ Open
Date
2002Author
Kasjmir, Katrina
Djohar, Setiadi
Saptono, Imam Teguh
Metadata
Show full item recordAbstract
Kita tidak dapat menyangkal bahwa imbas krisis moneter yang terjadi mulai pertengahan tahun 1997 yang kemudian merembet menjadi krisis ekonomi berkepanjangan pada akhirnya menyeret perbankan nasional ke jurang kehancuran. Lebih dari 55% atau sebanyak 93 bank dari 168 bank di Indonesia memiliki kinerja yang memprihatinkan. Memburuknya kinerja perbankan nasional ini menyebabkan bank-bank mengalami kerugian yang sangat besar sehingga menggerogoti modal bank hingga menjadi negatif. Penyebab memburuknya kinerja perbankan nasional tersebut antara lain: negative spread yang disebabkan oleh meningkatnya biaya dana yang besar tanpa dapat diimbangi oleh pendapatan dari penyaluran kredit dan aktivitas jasa lainnya, meningkatnya kredit bermasalah yang jumlahnya cukup signifikan, tekanan suku bunga dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar Amerika dan selanjutnya terjadi rush yang mengakibatkan bank-bank kekurangan likuiditas dan meningkatnya pinjaman antar bank yang berbunga tinggi. Sebagai akibatnya, sebagian besar bank di Indonesia mengalami masalah serius. Bahkan sebagian darinya kini "tinggal nama" dan sebagian lagi terselamatkan oleh karena segera diinjeksi tambahan modal oleh pemerintah melalui penerbitan obligasi di bawah kebijakan rekapitalisasi perbankan. Sekitar 50-60% aset bermasalah (non performing loan) bank- bank dipindahkan ke BPPN dan sebagai gantinya disisi aset tampak obligasi pemerintah dengan jumlah yang kurang lebih sama dengan asset yang dipindahkan. Dengan kata lain, hampir semua bank pasca rekap memiliki kemiripan struktur earning asset yang kurang lebih juga sama. Program Rekapitalisasi perbankan secara rinci tertuang dalam SKB Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia No. 53/KMK.017/1999 dan No. 31/12/KEP/GBI tanggal 8 Februari 1999. Didalam ketentuan tersebut pemerintah melakukan penyetoran modal pemerintah terhadap bank-bank rekapitalisasi dalam bentuk obligasi. Penyetoran modal tersebut dimaksudkan untuk membantu bank dalam mencapai CAR minimum 4%, dan dengan demikian fungsi intermediasi bank dapat berjalan kembali. Sekalipun telah "diinfus" obligasi pemerintah dalam jumlah besar (Rp 434 triliun), keleluasaan bank untuk bangkit dalam waktu singkat sangat sulit terealisir karena tidak secara otomatis obligasi pemerintah dapat dikonversi begitu saja menjadi kredit yang dapat memberikan pendapatan lebih tinggi, sekalipun pemerintah telah menetapkan besarnya portofolio yang dapat....dst.
Collections
- MT - Business [1566]