Pengaruh Steel Slag, Fly Ash dan Bottom Ash Terhadap Sifat Kimia Tanah Gambut dan Pertumbuhan Padi Sawah
Date
2024Author
Purnamasari, Laili
Hartono, Arief
Sudadi, Untung
Anggria, Linca
Metadata
Show full item recordAbstract
Berbagai macam kegiatan industri beroperasi di Indonesia. Kegiatan industri tersebut menghasilkan limbah seperti terak baja, abu terbang dan abu dasar. Ketiga limbah industri tersebut kaya akan hara esensial dan benefisial yang bermanfaat untuk meningkatkan kualitas tanah, pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Pada awalnya, terak baja, abu terbang dan abu dasar dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3) bersama dengan limbah industri lainnya. Namun setelah diterbitkan PP Nomor 22 Tahun 2021, ketiga limbah tersebut digolongkan menjadi limbah non B3. Terak baja yang digolongkan sebagai limbah non B3 adalah terak baja yang berasal dari kegiatan industri peleburan bijih logam besi dan baja. Sementara itu abu terbang dan abu dasar yang digolongkan sebagai limbah non B3 adalah yang berasal dari kegiatan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Keluarnya terak baja, abu terbang dan abu dasar dari daftar limbah B3 mendorong berbagai pihak untuk memanfaatkannya, salah satunya dalam kegiatan pertanian. Dalam kegiatan pertanian, limbah industri banyak dimanfaatkan sebagai amelioran seperti amelioran tanah gambut yang memiliki tingkat kesuburan rendah.
Berdasarkan data BBSDLP tahun 2019, luas lahan gambut di Indonesia mencapai 13,4 juta ha tetapi tidak semua dapat dikembangkan untuk usaha pertanian sehingga diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas tanah gambut agar dapat meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Tanah gambut berpotensi ditanami padi karena memiliki kandungan bahan organik dan ketersediaan air yang tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh penambahan terak baja, abu terbang dan abu dasar terhadap sifat kimia tanah gambut, pertumbuhan dan produksi padi. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengkaji kandungan logam berat Pb dan Cd pada beras yang dihasilkan.
Percobaan terdiri dari dua jenis percobaan, yaitu percobaan inkubasi dan percobaan padi di pot dalam rumah kaca. Percobaan inkubasi dilakukan selama 120 hari merupakan percobaan faktor tunggal dengan 13 perlakuan dan tiga ulangan sehingga diperoleh 39 satuan percobaan. Sementara itu, percobaan pot rumah kaca merupakan percobaan faktor tunggal dengan 14 perlakuan dan tiga ulangan sehingga diperoleh 42 satuan percobaan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Tanah gambut yang digunakan berasal dari Desa Arang-Arang Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Provinsi Jambi. Kedalaman tanah gambut yang digunakan 0-30 cm. Tanaman padi yang digunakan varietas IR 64. Perlakuan dalam percobaan ini terdiri dari kontrol, terak baja 2,50%; terak baja 5,00%, terak baja 7,50%; terak baja 10,0%; abu terbang 2,50%; abu terbang 5,00%; abu terbang 7,50%; abu terbang 10,0%; abu dasar 2,50%; abu dasar 5,00%; abu dasar 7,50% dan abu dasar 10,0%. Pada percobaan pot di rumah kaca ditambah dengan perlakuan kapur dengan dosis 2 ton/ha. Analisis data percobaan meliputi ANOVA dan untuk perlakuan yang nyata dilakukan uji lanjut DMRT a = 5%. Kedua analisis data menggunakan software statistik SPSS.
Hasil penelitian menunjukkan terak baja dan abu terbang dapat meningkatkan sifat kimia tanah gambut setelah diinkubasi selama 120 hari. Sifat kimia yang meningkat setelah aplikasi terak baja dan abu terbang yaitu pH, P-Bray 1, Si-tersedia, Ca-tersedia, Mg-tersedia dan Mn-tersedia. Aplikasi terak baja, abu terbang dan abu dasar secara signifikan meningkatkan tinggi tanaman padi. Perlakuan terak baja dan abu terbang berpengaruh nyata meningkatkan jumlah anakan, jumlah malai, bobot kering jerami, bobot gabah kering panen (BGKP) dan bobot gabah kering giling (BGKG). Berdasarkan hasil percobaan padi di pot dalam rumah kaca menunjukkan perlakuan terak baja terbaik adalah terak baja 7,50% dengan BGKG 80,0 g/pot sedangkan perlakuan abu terbang terbaik adalah abu terbang 7,5% dengan BGKG 92,5 g/pot. Pada perlakuan terak baja, % taraf perlakuan optimum adalah 6,17% dengan hasil BGKG sebesar 71,0 g/pot dan % taraf perlakuan maksimumnya adalah 7,92% dengan hasil BGKG sebesar 74,8 g/pot. Sementara itu pada perlakuan abu terbang, % taraf perlakuan optimum adalah 6,96% dengan hasil BGKG sebesar 87,2 g/pot sedangkan % taraf perlakuan maksimumnya adalah 8,95% dengan hasil BGKG sebesar 91,8 g/pot. Hasil analisis terhadap logam berat dalam beras menunjukkan kandungan logam berat Pb tidak terdeteksi sedangkan kandungan logam berat Cd terdeteksi. Kadar Cd dalam beras tersebut masih berada di bawah batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan menurut SNI 6128:2020. Various kinds of industrial activities operate in Indonesia. These industrial activities produce waste such as steel slag, fly ash, and bottom ash. These three industrial wastes are rich in essential and beneficial nutrients, which are useful for improving soil quality, plant growth, and productivity. Initially, steel slag, fly ash, and bottom ash were categorized as hazardous and toxic waste along with other industrial waste. However, after the issuance of Government Regulation Number 22 of 2021, these three wastes were classified as non-hazardous and toxic waste. Steel slag, which is classified as non-hazardous and toxic waste, is steel slag originating from industrial activities smelting iron and steel metal ores. Meanwhile, fly ash and bottom ash, which are classified as non-hazardous and toxic waste, are those originating from steam power plant activities. The removal of steel slag, fly ash, and bottom ash from the hazardous and toxic waste list encourages various parties to use them, one of which is in agricultural activities. In agricultural activities, many industrial wastes are used as ameliorants, such as peat soil ameliorants which have a low fertility level.
Based on the Indonesian Center for Agricultural Land Resource Research and Development (ICALRD) data in 2019, the area of peat land in Indonesia reached 13.4 million ha, but not all of it can be developed for agricultural purposes, so efforts are needed to improve the quality of peat soil in order to increase plant growth and productivity. Peat soil has the potential to be planted with rice because it contains organic matter and high water availability. This study aimed to examine the effect of adding steel slag, fly ash, and bottom ash on the chemical properties of peat soil, growth, and rice production. In addition, this study also aimed to examine the content of heavy metals Pb and Cd in the rice produced.
The experiment consisted of two types of experiments, namely incubation experiments and experiment by planting paddy in pot in the greenhouse. The incubation experiment was carried out for 120 days and was a single-factor experiment with 13 treatments and three replications, resulting in 39 experimental units. Meanwhile, pot experiments in the greenhouse were a single-factor experiment with 14 treatments and three replications, resulting in 42 experimental units. The experimental design used was a Completely Randomized Design (CRD). The peat soil used came from Arang-Arang Village, Kumpeh Ulu District, Muaro Regency, Jambi Province. The depth of the peat soil used was 0-30 cm. The rice plant used was the IR 64 variety. The treatments in this experiment consisted of control, steel slag 2.50%; steel slag 5.00%; steel slag 7.50%; steel slag 10.0%; fly ash 2.50%; fly ash 5.00%; fly ash 7.50%; fly ash 10.0%; bottom ash 2.50%; bottom ash 5.00%; bottom ash 7.50% and bottom ash 10.0%. In the pot experiment in the greenhouse, lime treatment was added at a dose of 2 tons/ha. The analysis of experimental data included ANOVA and for real treatments a further DMRT a = 5% test was carried out. Both data were analyzed by using SPSS statistical software.
The results of the study showed that steel slag and fly ash improved the chemical properties of peat soil after incubation for 120 days. The chemical properties that increased after the application of steel slag and fly ash were pH, P-Bray 1, available Si, available Ca, available Mg, and available Mn. The application of steel slag, fly ash, and bottom ash significantly increased the height of rice plants. The steel slag and fly ash treatment had a significant effect on increasing the number of tillers, number of panicles, straw dry weight, harvested dry grain weight, and dry grain weight. Based on the results of experiments by planting paddy in pot in the greenhouse showed that the best steel slag treatment was steel slag 7.50% with a dry grain weight of 80.0 g/pot, while the best fly ash treatment was fly ash 7.50% with a dry grain weight of 92.5 g/pot. In the steel slag treatment, the optimum treatment level is steel slag 6.17% with a dry grain weight of 71.0 g/pot, and the maximum treatment level is steel slag 7.92% with a dry grain weight of 74.8 g/pot. Meanwhile, for the fly ash treatment, the optimum treatment level is fly ash 6.96% with a dry grain weight of 87.2 g/pot, while the maximum treatment level is fly ash 8.95% with a dry grain weight of 91.8 g/pot. The results of the analysis of heavy metals in rice showed that the heavy metal content Pb was not detected, while the heavy metal content Cd was detected. The Cd levels in rice were still below the maximum limit for heavy metal contamination in food according to the Indonesian National Standard 6128:2020.
Collections
- MT - Agriculture [3787]