Studi Implementasi Konsep Keunggulan Kompetitif Negara (Porter'S Diamond Model) Pada Industri Pengolahan Susu Di Indonesia
View/ Open
Date
1999Author
Sukmawati, Anggraini
Djohar, Setiadi
Maarif, M.Syamsul
Metadata
Show full item recordAbstract
Lingkungan industri pengolahan susu di Indonesia memberikan prospek yang cerah bagi perusahaan pengolahan susu untuk tumbuh dan berkembang jika dikaitkan dengan laju pertumbuhan penduduk, serta tingkat konsumsi susu per kapita di Indonesia masih rendah. Hal ini membuka peluang bagi pengembangan pasar susu olahan di Indonesia.
Implementasi GATT/WTO yang menghendaki dihapuskannya penghalang perdagangan non-tarif dan penandatanganan nota kesepakatan antara IMF dan pemerintah Indonesia yang melahirkan Instruksi Presiden Nomor 4 tahun 1998 mengenai pencabutan kebijakan rasio susu. Hal ini berarti bahwa IPS akan mempunyai peluang dikaitkan dengan impor bahan baku, sekaligus mempunyai tantangan dalam pertumbuhannya dikaitkan dengan kemungkinan masuknya susu olahan impor mulai tahun ini.
Hingga kini, industri pengolahan susu (IPS) dinilai masih sangat tergantung dengan pihak luar negeri, berbeda dengan industri lain yang rata-rata menghasilkan devisa, IPS justru menyedot devisa dengan cara mengimpor bahan baku. Hal ini tercermin dari tingginya impor bahan baku dan rendahnya produksi susu dalam negeri yang diekspor. Sejauh ini, sebagian besar pabrikan susu nasional lebih berorientasi pada pasar domestik.
Permasalahan dalam IPS ini sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam, terutama setelah pemerintah menyatakan IPS terbuka bagi penanaman modal baru dengan persyaratan khusus. Permasalahan utama yang harus dipecahkan adalah bagaimana menganalisis determinan-determinan yang sangat berpengaruh dalam meningkatkan keunggulan kompetitif IPS dan memilih strateginya.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan (1) Melakukan analisis determinan- determinan keunggulan kompetitif nasional industri pengolahan susu di Indonesia dan (2) Memberikan alternatif strategi yang dapat dilakukan oleh penyusun kebijakan untuk meningkatkan keunggulan bersaing industri pengolahan susu di Indonesia.
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi telaahan awal tentang keunggulan kompetitif negara bagi industri pengolahan susu di Indonesia dan menjadi masukan bagi pihak-pihak yang memerlukannya.
Penelitian ini menggunakan metode survei dalam lingkungan Industri Pengolahan Susu (IPS) di Indonesia. Industri Pengolahan Susu yang dimaksud adalah industri yang menghasilkan produk-produk susu olahan yang termasuk dalam golongan susu bubuk, susu cair, susu kental manis, dan susu formulasi.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan kuesioner dan wawancara dengan pihak-pihak tertentu sebagai pengambil keputusan pada perusahaan di lingkungan IPS dan dengan para pakar. Sedangkan data sekunder dan informasi terkait dari Departermen Perindustrian dan Perdagangan serta Ditjen Peternakan Departemen Pertanian.
Berdasarkan pendapat para responden dari pengisian kuesioner didapatkan hasil rataan penilaian mengenai tingkat kepentingan suatu sub faktor dari masing-masing determinan, yaitu sumberdaya, permintaan, indusrti pendukung dan terkait, strategi perusahaan, struktur dan persaingan, kesempatan dan pemerintah yang dibedakan berdasarkan waktu, yaitu sebelum krisis, saat krisis sebelum dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 4 tahun 1998, saat krisis setelah dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 4 tahun 1998 dan era pasar bebas. Dari hasil pemeringkatan proporsi penilaian oleh responden diurutkan dan dipilih sampai urutan kelima terbesar dari-masing-masing determinan. Pemeringkatan hasil berdasarkan proporsi tersebut merupakan nilai dari determinan yang bersangkutan.
Industri pengolahan susu di Indonesia saat ini terpusat di pulau Jawa. Total kapasitas produksi IPS pada tahun 1996 yang lalu mencapai 695.133.400 kg setara susu segar. Dari jumlah tersebut 35,64% merupakan kapasitas produksi IPS yang berlokasi di DKI Jakarta, sementara Jawa Barat memenuhi 13,74%, Jawa Timur 23,94%, sedangkan 3,79% dan 19,29% sisanya berturut-turut dipenuhi dari Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Perkembangan produksi susu olahan di Indonesia tampak terus meningkat selama 5 tahun terakhir dengan peningkatan 10,83% per tahun, kecuali tahun 1996 yang sedikit mengalami penurunan. Demikian pula produksi tahun 1998 diperkirakan mengalami penurunan akibat menurunnya konsumsi susu olahan dalam negeri.
Pendapat responden mengenai tingkat kepentingan sub faktor dari keenam determinan keunggulan kompetitif IPS dibedakan berdasarkan waktu, sebelum krisis, saat krisis sebelum, saat krisis setelah Inpres No.4 tahun 1998 dan era pasar bebas untuk mengetahui ada tidaknya pergeseran tingkat kepentingan diantara keenam determinan pada kondisi yang berbeda.
Determinan sumberdaya menempati urutan pertama pada saat sebelum krisis, saat krisis sebelum dan sesudah diberlakukannya Inpres Nomor 4 tahun 1998 serta pada era pasar bebas. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan sumberdaya merupakan faktor penting bagi keunggulan kompetitif industri suatu negara pada keempat situasi yang digambarkan.
Pada saat sebelum krisis responden menilai determinan permintaan menempati urutan kedua. Pada saat setelah krisis sebelum dan sesudah diberlakukannya Inpres Nomor 4 tahun 1998 determinan ini berada pada urutan ketiga, sedangkan pada era pasar bebas, permintaan kembali turun berada di urutan peringkat kelima. Hal ini berarti peran determinan ini akan lebih menurun dibanding sebelum krisis dalam membentuk keunggulan kompetitif industri pengolahan susu.
Responden menilai determinan industri terkait dan industri pendukung menempati urutan kelima pada saat sebelum krisis. Pada saat setelah krisis sebelum dan sesudah diberlakukannya Inpres Nomor 4 tahun 1998 serta pada era pasar bebas, dst,,
Collections
- MT - Business [1570]