Strategi Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit Indonesia
View/ Open
Date
2000Author
Muhammad, Irland Y
Djohar, Setiadi
Gumbira, Said, E
Metadata
Show full item recordAbstract
Kelapa sawit telah menjadi komoditi andalan bangsa Indonesia dan telah terbukti sebagai salah satu penyelamat perekonomian Indonesia melalui devisa yang dihasilkan. Komoditi inipun telah mampu meningkatkan pendapatan petani sawit.
Lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia yang saat ini telah mencapai 2.5 juta ha dengan produksi CPO mencapai 5 juta ton pada tahun 1998 masih mungkin berkembang dengan ketersediaan lahan yang masih luas. Diperkirakan pada tahun 2010 produksi CPO Indonesia akan melebihi Malaysia yaitu sekitar 12.6 juta ton dan menjadi pelaku bisnis nomer satu di dunia minyak nabati dunia, khususnya yang berasal dari kelapa sawit.
Namun dengan berbagai kebijakan yang selama ini diambil oleh pemerintah seperti pengenaan Pajak Ekspor dan berubah-rubahnya kebijakan investasi di Indonesia khususnya pada komoditi kelapa sawit mengakibatkan pangsa pasar kelapa sawit Indonesia menurun dan terancam tidak dapat mengejar ketertinggalannya dari Malaysia sebagai market leader selama ini. Belum lagi strategi dan kebijakan yang selama ini dikeluarkan oleh Malaysia sangat kondusif untuk mengembangkan komoditi tersebut sehingga mempunyai keunggulan daya saing (competitive advantages) yang lebih baik dibandingkan dengan Indonesia.
Kondisi keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia saat ini dan dimasa mendatang diharapkan juga ditunjang oleh keunggulan daya saing sehingga citra Indonesia menjadi lebih baik di dunia agribisnis kelapa sawit. Untuk itu perlu disusun strategi yang matang pada berbagai sektor manajemen seperti pemasaran, produksi, keuangan, riset dan pengembangan, SDM dan kelembagaan.
Berdasarkan input dari pakar dan kajian literatur mengenai kelapa sawit di Indonesia yang akhirnya diterjemahkan dalam bentuk analisis SWOT, maka diperoleh 10 (sepuluh) faktor kekuatan penghambat utama yang merupakan gabungan dari kelemahan (Weakness) dan hambatan (Threats) serta 10 (sepuluh) faktor kekuatan pendorong utama yang merupakan gabungan antara kekuatan (Strength) dan kesempatan/peluang (Opportunity) dalam usaha mengembangkan agribisnis kelapa sawit Indonesia agar mempunyai tingkat daya saing yang terbaik di dunia kelapa sawit. Kesepuluh kekuatan penghambat utama tersebut adalah (1) Lemahnya kemampuan SDM dalam penguasaan teknologi pada sektor industri hilir, (2) Kurangnya kemampuan permodalan baik investasi/modal kerja, (3) Lemahnya kemampuan lembaga riset lemah dan tidak adanya keterpaduan antar lembaga riset, (4) Kelembagaan yang mengelola agribisnis kelapa sawit berjalan sendiri-sendiri, (5) Lemahnya kemampuan pemasaran khususnya untuk pasar ekspor, (6) Kemajuan Malaysia sangat cepat (SDM, Teknologi, Pasar, Permodalan, R&D, Kelembagaan, Promosi), (7) Meningkatnya pertumbuhan minyak nabati lainnya (kedelai, bunga matahari dan lobak), (8) Isu kesehatan (antara lain kandungan kolesterol/lemak) yang diberitakan oleh pesaing, (9) Aturan bea masuk negara pengimpor produk sawit (barrier to entry) dan (10) Pasar bebas AFTA 2003 yang akan membebaskan perdagangan dirnegara ASEAN.
Dilain pihak kesepuluh pendorong utama yang telah diidentifikasi dan dianalisis adalah (1) Ketersedian lahan yang sangat luas, (2) Ketersediaan tenaga kerja yang banyak dan lebih murah, (3) Kemampuan SDM dalam penguasaan Teknologi sektor hulu, (4) Besarnya jumlah penduduk Indonesia sebagai konsumen, (5) Dorongan pemerintah menjadikan agribisnis sebagai andalan bangsa, (6) Peluang ekspor tinggi (harga lebih rendah, produktivitas tinggi dibanding sumber nabati lain), (7) Kecenderungan konsumen dunia yang peduli terhadap lingkungan (green product), (8) Tingginya tingkat konsumsi minyak nabati di pasar dunia, (9) Peluang sawit sebagai pengganti petrokimia (deterjen, pelumas, bio-diesel dll) dan (10) Hambatan pemasaran terhadap produk sawit Indonesia relatif lebih kecil.
Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai adalah (1) Meningkatkan pangsa kelapa sawit Indonesia menjadi terbesar di dunia (2) Tercapainya koordinasi kelembagaan yang optimal untuk meningkatkan daya saing agribisnis kelapa sawit Indonesia dan (3) Meningkatkan penguasaan teknologi oleh SDM Indonesia sehingga mempunyai daya saing yang tinggi.
Berdasarkan analisis terhadap tingkat kemudahan pemecahan pada penghambat utama, tingkat kendali terhadap pendorong utama, dampak relatif masing-masing kekuatan serta keterkaitan antara kekuatan untuk mencapai tujuan jangka panjang, maka terpilih 7 (tujuh) kekuatan kunci yang terdiri dari 3 (tiga) kekuatan penghambat utama yaitu (1) Kurangnya kemampuan permodalan baik investasi/modal kerja, (2) Kelembagaan yang mengelola agribisnis kelapa sawit berjalan sendiri-sendiri, (3) Kemajuan Malaysia sangat cepat (SDM, Teknologi, Pasar, Permodalan, R&D, Kelembagaan, Promosi), serta 4 (empat) kekuatan pendorong utama yaitu (1) Ketersedian lahan yang sangat luas, (2) Ketersediaan tenaga kerja yang banyak dan lebih murah dan (3) Peluang ekspor tinggi (harga lebih rendah, produktivitas tinggi dibanding sumber nabati lain) dan (4) Dorongan Pemerintah menjadikan sektor Agribisnis sebagai andalan bangsa.
Strategi/usulan kebijakan bidang fungsional yang ditetapkan berdasarkan 7 (tujuh) kekuatan kunci adalah sebagai berikut.
Strategi di bidang Pemasaran adalah melakukan kegiatan riset pasar yang tepat untuk merebut kembali pasar tradisional dan melakukan pengembangan pasar baru melalui pembukaan pasar di negara-negara yang selama ini belum terjamah baik oleh Malaysia maupun Indonesia. Kemudian segera membentuk Badan Promosi Kelapa Sawit Indonesia (BPKSI) yang merupakan tanggungjawab Departemen Perindustrian dan Perdagangan untuk merealisasikannya.
Strategi di bidang Keuangan adalah memberikan kemudahan/insentif bagi yang mengembangkan industri hilir, melakukan potongan terhadap produk ekspor kelapa sawit sebagai Dana Kelapa Sawit Indonesia (DASI) yang dapat digunakan untuk keperluan penelitian dan pengembangan, pembuatan aturan dan kegiatan promosi. Realiasasi kebijakan DASI sepenuhnya wewenang Departemen Keuangan. Selain itu memberikan alokasi dana bagi pengembangan UKM-K pada sektor perkebunan dan Industri kelapa sawit.
Strategi di bidang Penelitian dan Pengembangan adalah melakukan kegiatan dalam rangka peningkatan produktivitas pada semua tahap agribisnis dimulai dari pembibitan untuk mendapatkan bibit unggul yang tahan penyakit dan produktivitas tinggi, tahap budidaya dalam rangka peningkatan produktivitas dan alternatif panen yang baik, peningkatan efisiensi dalam pengolahan dan kegiatan riset pasar yang maksimal untuk menjual produk-produk kelapa sawit di dunia. Selain itu prioritas penelitian dilakukan pada pengembangan pada produk yang bernilai tambah tinggi dan semaksimal mungkin memanfaatkan limbah menjadi produk yang mempunyai nilai. Strategi kelembagaan riset yang satu pintu harus menjadi prioritas pemerintah agar tidak terjadi lagi duplikasi kegiatan yang selama ini sering terjadi. Diusulkan untuk membuat Badan Riset Kelapa Sawit Indonesia (BRKSI). Untuk mewujudkan usulan kebijakan ini maka Kementrian Riset dan Teknologi sangat berwenang untuk mempersiapkannya.
Strategi di bidang Produksi adalah peningkatan produktivitas pada sektor perkebunan dengan menggunakan bibit yang unggul, kegiatan oudidaya yang didukung oleh teknologi, peningkatan efisiensi pada industri pengolahan melalui inovasi teknologi dan penurunan biaya produksi. Khusus untuk pengembangan lahan baru diharapkan memanfaatkan lahan yang terbaik (kelas 1).
Strategi di bidang Sumber Daya Manusia adalah peningkatan kemampuan SDM pada semua tahap pengembangan agribisnis dimulai dan pembibitan, budidaya, pengolahan, manufakturing dan pemasaran melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan. Perlu didorong untuk membentuk Politeknik perkebunan dan industri khususnya di sentra kelapa sawit. Untuk mengetahu potensi dan kebutuhan SDM dari berbagai kualifikasi dirasakan segera untuk membuat pengelompokan (clustering) SDM Kelapa Sawit Indonesia,
Strategi di bidang Kelembagaan adalah menyusun kelembagaan satu pintu yang dapat mengkoordinasikan seluruh kegiatan agribisnis kelapa sewit agar tercipta iklim usaha yang kondusif dan mereduksi terjadinya tumpang tindih kegiatan yang selama ini terjadi. Restrukturisasi kelembagaan dimulai dengan membentuk Departemen Industri Utama (DEPINDU) yang mengelola komoditi unggulan Indonesia (pertanian dan pertambangan). Untuk mewujudkan departemerr baru ini, maka Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) sangat berwenang untuk mempersiapkan organisasi tersebut.
Beberapa Implikasi terhadap implementasi strategi diantaranya adalah a) Dengan terbentuknya Departemen Industri Utama, maka akan berdampak pada alokasi penempatan pegawai dan keresahaan.
b) Dengan terbentuknya Badan Riset Kelapa Sawit Indonesia (BRKSI) untuk menjadi Pusat kegiatan penelitian kelapa sawit di Indonesia maka perlu ada kerelaan dari lembaga lain untuk tidak melakukan kembali kegiatan yang sama.
c) Dengan diberlakukannya kewajiban dana potongan ekspor kelapa sawit (DASI) untuk kegiatan penelitian, aturan dan promosi, maka akan ditentang oleh asosiasi pengusaha kelapa sawit dengan alasan ketidakjelasan penggunaan dana dan terjadinya penurunan marjin.
d) Dengan kebijakan peningkatan kualifikasi kemampuan tenaga kerja baik akan berdampak tidak murahnya lagi upah buruh tenaga kerja sehingga faktor daya saing akan menjadi faktor terpenting dalam pengembangan agribisnis kelapa sawit ini.
e) Dengan prioritas pengembangan lahan baru hanya pada lahan yang berkualitas terbaik berakibat akan mendapat tentangan dari pemerintah daerah yang saat ini sudah merencanakan pengembangan besar-besaran (Kalimantan).
1) Dengan prioritas pemberian dana pemerintah kepada UKM-K akan banyak ditentang konglomerat yang selama ini telah menikmati kucuran dana murah dari BI, sehingga perlu goodwill pemerintah berpihak kepada yang lemah agar perkebunan kelapa sawit yang telah terbukti sebagai penyelamat bangsa dapat berkembang.
Dengan pembentukan kelembagaan petani sawit yang kuat dan Tersedianya akses pasar yang sama akan berdampak positif sehingga petani sawit mempunyai nilai tawar yang relatif sama yang pada akhirnya adalah peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani khususnya di perdesaan.
Collections
- MT - Business [2031]