Pengaruh Layanan Konseling, Ketidakhadiran Ayah, Gaya Pengasuhan Ibu-Ayah Terhadap Konsep Diri Dan Harga Diri Remaja
Date
2024-03-14Author
Fardhiya, Zaki
Latifah, Melly
Riany, Yulina Eva
Metadata
Show full item recordAbstract
Masa remaja adalah fase transisi dari masa dari anak-anak menuju dewasa, dimana remaja mengalami sejumlah perubahan yang mencirikan pencarian identitas diri. Indonesia menempati peringkat ketiga dalam julah kasus kehilangan peran ayah di dunia. Remaja yang tumbuh tanpa kehadiran ayah cenderung lebih banyak dibandingkan dengan remaja yang menghadapi situasi tanpa ibu. Ketidakhadiran ayah seringkali dipengaruhi oleh budaya patriarki yang meletakkan ayah sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah utama, sementara ibu dianggap hanya sebagai ibu rumah tangga dan mengasuh anak. Padahal membesarkan anak seharusnya menjadi tanggung jawab bersama kedua orang tua. Ketika salah satu dari kedua orang tua tidak hadir, maka terdapat ketimpangan dalam perkembangan psikologis pada remaja, seperti rendahnya konsep diri dan harga diri remaja.
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh layanan konseling, ketidakhadiran ayah, gaya pengasuhan ibu-ayah terhadap konsep diri dan harga diri remaja. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah 1) mengidentifikasi karakteristik remaja, karakteristik keluarga, ketidakhadiran ayah, gaya pengasuhan ibu-ayah, konsep diri dan harga diri remaja; 2) menganalisis hubungan antara karakteristik remaja dan karakteristik keluarga dengan ketidakhadiran ayah, gaya pengasuhan ibu-ayah, konsep diri dan harga diri remaja; 3) menganalisis konsep diri dan harga diri remaja sebelum dan sesudah layanan konseling; 4) menganalisis pengaruh layanan konseling, ketidakhadiran ayah, gaya pengasuhan ibu-ayah terhadap konsep diri dan harga diri remaja.
Penelitian ini menggunakan metode true experimental dengan desain two group pre-test and post-test. Lokasi penelitian dilakukan di SMPN 6 dan SMP PGRI 6 Kota Bogor, dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Partisipan penelitian terdiri dari 120 remaja awal berusia 11-15 tahun yang tinggal bersama keluarga utuh, terbagi dua kelompok subyek, yaitu 60 remaja kelompok kontrol dan 60 remaja kelompok intervensi. Kelompok intervensi dibagi menjadi 6 kelompok, setiap kelompok berjumlah 10 remaja. Kelompok intervensi mendapatkan satu kali perlakuan konseling kelompok dengan durasi 60-90 menit. Data dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu. Selanjutnya data dianalisis secara deskriptif dan inferensial. Analisis inferensial mencakup uji perbedaan, uji korelasi dan uji regresi dengan menggunakan perangkat lunak SPSS versi 25.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan dan status ibu bekerja kelompok kontrol lebih tinggi dibandingkan kelompok intervensi. Terdapat perbedaan bahwa remaja kelompok kontrol (46,89) lebih merasakan ketidakhadiran ayah dibandingkan kelompok intervensi (44,09). Kelompok intervensi menunjukkan tingkat gaya pengasuhan authoritative lebih tinggi dari kedua orang tua (ibu=63,58; ayah=64,79). Sementara remaja kelompok kontrol cenderung merasakan tingkat gaya pengasuhan authoritarian (ibu=48,50; ayah=45,54) dan permissive (ibu=49,54; ayah=49,08). Perbedaan signifikan juga terdapat pada variabel konsep diri dan harga diri, yaitu konsep diri (86,62) dan harga diri (88,11)
remaja kelompok intervensi lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (konsep diri=52,45; harga diri=44,67).
Jenis kelamin memiliki hubungan positif dengan harga diri, remaja laki-laki memiliki harga diri yang lebih tinggi dibandingkan remaja perempuan. Urutan kelahiran memiliki hubungan negatif dengan ketidakhadiran ayah, semakin akhir urutan kelahiran remaja maka semakin tinggi harga diri remaja. Pendapatan keluarga memiliki hubungan positif dengan harga diri remaja, semakin tinggi pendapatan keluarga maka semakin tinggi harga diri yang dirasakan remaja. Jumlah anak memiliki hubungan negatif dengan harga diri, semakin sedikit jumlah anak maka semakin tinggi harga diri yang dirasakan remaja.
Hasil uji beda terdapat perbedaan yang sangat signifikan pada variabel konsep diri dan harga diri remaja sebelum dan sesudah konseling kelompok (p-value=0,000). Terjadi peningkatan konsep diri dan harga diri setelah remaja mengikuti konseling kelompok yang dapat dilihat dari indeks rataan post-test (konsep diri=86,6; harga diri=88,1) yang lebih tinggi dibandingkan nilai pre-test (konsep diri=49,5; harga diri=48,7). Hasil uji pengaruh menunjukkan bahwa konseling kelompok berpengaruh terhadap konsep diri dan harga diri. Konsep diri berpengaruh terhadap harga diri remaja. Gaya pengasuhan authoritarian dan permissive ibu-ayah berpengaruh positif signifikan terhadap ketidakhadiran ayah. Gaya pengasuhan authoritative ayah berpengaruh negatif signifikan terhadap ketidakhadiran ayah. Sementara itu, ketidakhadiran ayah, gaya pengasuhan ibu dan ayah tidak berpengaruh terhadap konsep diri dan harga diri remaja. Adolescence is a transition phase from childhood to adulthood, where adolescents experience a number of changes that characterize the search for self-identity. Indonesia ranks third in the number of cases of loss of fatherless in the world. Adolescents who grow up without the presence of fathers tend to be more likely than adolescents who face situations without mothers. The absence of a father is often influenced by a patriarchal culture that places the father as the head of the family and the primary breadwinner. At the same time, the mother is seen only as a homemaker and taking care of children. However, raising children should be the joint responsibility of both parents. When one of the parents is not present, there is an imbalance in the psychological development of adolecents, such as low self-concept and self-esteem in adolescents.
In general, this research aims to analyze the influence of counseling services, fatherless, and mother-father parenting styles on adolescents' self-concept and self-esteem. Specifically, the objectives of this research are 1) to identify adolescent characteristics, family characteristics, fatherless, mother-father parenting style, adolescent self-concept and self-esteem; 2) analyze the relationship between adolescent characteristics and family characteristics with fatherless, mother-father parenting style, adolescent self-concept and self-esteem; 3) analyze adolescents' self-concept and self-esteem before and after counseling services; 4) analyze the influence of counseling services, fatherless, mother-father's parenting style on adolescents' self-concept and self-esteem.
This research uses an accurate experimental method with a two-group pre-test and post-test design. The research location was conducted at SMPN 6 and SMP PGRI 6 Bogor City, which were selected using purposive sampling techniques. The research participants comprised 120 young adolescents aged 11-15 years who lived with nuclear families, devided into two subjects, namely 60 adolescents in the control group and 60 adolescents in the intervention group. The intervention group was divided into six groups, each comprising ten adolescents. The intervention group received one group counseling treatment for 60-90 minutes. Data was collected through direct interviews using a questionnaire as a tool. Next, the data was analyzed descriptively and inferentially. Inferential analysis includes difference tests, correlation tests, and regression tests using SPSS version 25 software.
The results showed that the education and status of working mothers in the control group were higher than those in the intervention group. There was a difference in that adolescents in the control group (46,89) felt the absence of fathers more than those in the intervention group (44,09). The intervention group showed higher levels of authoritative parenting style from both parents (mother=63,58; father=64,79). Meanwhile, teenagers in the control group tended to experience levels of authoritarian (mother=48,50; father=45,54) and permissive (mother=49,54; father=49,08) parenting styles. Significant differences were also found in the self-concept and self-esteem variables, namely the self-concept (86,62)
and self-esteem (88,11) of the intervention group adolescents were higher than those in the control group (self-concept=52,45; self-esteem=44,67).
Gender has a positive relationship with self-esteem; male adolescents have higher self-esteem than female adolescents. Birth order has a negative relationship with the father's absence; the later a teenager's birth order, the higher the teenager's self-esteem. Family income has a positive relationship with adolescent self-esteem, the higher the family income, the higher the self-esteem felt by adolescents. The number of children has a negative relationship with self-esteem; the fewer the number of children, the higher the self-esteem felt by adolescents.
The results of different tests showed a very significant difference in the variables of self-concept and self-esteem of adolescents before and after group counseling (p-value=0.000). There was an increase in self-concept and self-esteem after teenagers attended group counseling, which can be seen from the post-test mean index (self-concept=86.6; self-esteem=88.1), which was higher than the pre-test score (self-concept=49, 5; self-esteem=48.7). The results of the influence test show that group counseling affects adolescents' self-concept and self-esteem. Adolescent self-concept influences adolescent self-esteem. Mother’s authoritarian and permissive parenting styles have a significant positive effect on the fatherless. The father’s authoritative parenting style significantly negatively affects the fatherless. Meanwhile, the fatherless and the mother’s and father’s parenting styles do not affect adolescents' self-concept and self-esteem.
Collections
- MT - Human Ecology [2255]