Strategi pengembangan hortikultura melalui KUD : Studi kasus di Kec. Cikajang, Kab. Garut dan Kec, Pacet Kab. Cianjur, Propinsi Jawa Barat
Abstract
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 telah mengamanatkan bahwa dalam proses pembangunan ekonomi, khususnya sektor pertanian, pembinaan kelembagaan (institusional) diarahkan untuk merangsang peran serta masyarakat petani dalam wadah kelompok tani atau koperasi. Hal ini mengarahkan bahwa pembangunan sektor pertanian melalui kelembagaan koperasi perlu terus dibina dan dikembangkan. Pemilihan agribisnis produk hortikultura sebagai salah satu upaya mempercepat pengembangan koperasi di pedesaan tidak lain karena produk ini merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru perekonomian di sektor pertanian.
Strategi pengembangan hortikultura melalui koperasi /KUD diharapkan mampu memecahkan berbagai masalah secara komprehensif agar pengembangan agribisnis hortikultura dapat menghasilkan manfaat ekonomis yang lebih besar melalui peningkatan efisiensi bisnis dan memperkecil resiko bagi setiap pelaku yang terlibat terutama para petani.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Dari masing-masing kabupaten selanjutnya ditentukan kecamatan sampel, yaitu Kecamatan Cikajang di Kabupaten Garut dan Kecamatan Pacet di Kabupaten Cianjur. Data primer diperoleh dari wawancara dengan petani, kelompok tani, pedagang, pengolah dan pengurus KUD. Data sekunder dikumpulkan dari instansi-instansi yang terkait. Metode analisis data yang digunakan meliputi analisis tabulasi dan deskriptif; dan analisis SWOT.
Hasil analisis SWOT menunjukkan beberapa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi pengembangan hortikultura di Kabupaten Garut dan Cianjur melalui KUD. Kekuatan-kekuatan internal adalah keinginan yang tinggi dari petani untuk berhortikultura, kemapanan jaringan pedagang besar-kecil, posisi rebut tawar pedagang kuat terhadap petani, potensi kelompok tani sebagai jembatan petani ke akses dengan pihak luar, dan KUD memiliki akses modal, kebijakan dan input. Kelemahan-kelemahan internal adalah penguasaan teknologi oleh petani masih rendah, permodalan petani lemah, posisi rebut tawar petani lemah, posisi rebut tawar pedagang lemah terhadap pedagang besar propinsi/eksportir, manajemen kelompok tani lemah, sumberdaya anggota kelompok tani lemah, partisipasi anggota KUD rendah, KUD bersifat risk averse, pengalaman KUD berhortikultura kurang, manajemen KUD lemah, SDM anggota KUD lemah, dan informasi/akses pasar lemah…dst