Perkembangan Inti Sel Telur dan Sperma Pasca Fertilisasi In Vivo dan In Vitro (Mus musculus albinus)
Abstract
Fertilisasi adalah proses penyatuan atau peleburan inti sel telur dengan inti sperma, membentuk mahluk hidup baru yang disebut zygot. Tahapan dalam proses fertilisasi telah banyak diketahui, namun foto atau media informasi lain yang merekam dan menyajikan gambaran mikroskopis semua perubahan yang terjadi secara lengkap, baik perubahan sel telur maupun sperma belum dapat ditemui. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengamati perbedaan kecepatan perkembangan inti sel telur dan sperma, tingkat fertilisasi dan tingkat polisperma pasca fertilisasi in vivo dan in vitro. Hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk penelitian-penelitian yang menggunakan sel telur pada tahap perkembangan morfologi inti tertentu serta dapat digunakan sebagai bahan penyusunan atlas fertilisasi. Sel telur dipanen dari tuba Fallopii mencit betina strain DDY yang berumur 6-8 minggu yang telah disuperovulasi dengan menyuntikkan PMSG dan hCG (48 jam pasca PMSG), masing-masing sebanyak 0,5 IU per ekor secara intraperitoneal. Untuk fertilisasi in vivo, mencit betina tersebut kemudian dikawinkan dengan mencit jantan dewasa dengan strain yang sama, sedangkan pada in vitro, mencit betina yang telah disuperovulasi tidak dikawinkan dengan mencit jantan. Sel telur baik pada ferilisasi in vivo maupun in vitro, dipanen dari kantung fertilisasi tuba Fallopii. Untuk fertilisasi in vitro, sel telur dipanen 14 jam pasca hCG menggunakan media phosphate buffered saline (PBS) yang disupplementasi dengan embiotik 1 %. Sperma diperoleh dari epididimis dan vas deferns mencitjantan dewasa. Kapasitasi dan fertilisasi in vitro dilakukan dengan menggunakan PBS yang disupplementasi dengan embiotik 1 % dan BSA 3% didalam inkubator CO2 5% dengan suhu 37°C. Sel telur yang telah dipanen kemudian dimasukkan kedalam suspensi sperma yang telah diinkubasi selama 2 jam (kapasitasi in vitro). Tiga jam setelah inseminasi, sel telur dicuci dan diinkubasi dalam media TCM 199 yang telah disupplementasi dengan embiotik 1 % dan BSA 3 %. Sel telur kemudian difiksasi dengan acetic acidethanol kemudian diwarnai dengan aceto orcein 1% dan diamati pada 4,8, 12, 16,20, 24 dan 28 pasca fertilisasi. Untuk fertilisasi in vivo, 0 jam pengamatan setara dengan 12 jam pasca hCG, sedangkan in vitro 0 jam pengamatan setara dengan saat inseminasi. Sel telur dinyatakan telah dibuahi atau telah mengalami fertilisasi jika ditemukan dekondensasi kepala sperma, atau 2 PN (pronukleus) atau lebih dalam sitoplasma sel telur. Berdasarkan hasil pengamatan, perkembangan inti sel telur dan sperma pasca fertilisasi in vivo dan in vitro tidak berbeda. Inti sel telur berada pada tahap metafase II pada jam ke 4, proses pelepasan badan kutub II pada jam ke 8 jam dan pembentukan pronukleus betina pada jam ke 12-16 pasca fertilisasi. Inti sperma mengalami dekondensasi pada jam ke 4 dan pembentukan pronukleus jantan pad a jam ke 12-16 pasca inseminasi. Kedua inti (sel telur dan sperma) mengalami karyogami pad a jam ke 20 dan mitosis (embrio tahap 2 sel) pada jam ke 20-24 pasca fertilisasi. Meskipun tingkat fertilisasi antara fertilisasi in vivo dan in vitro tidak berbeda (69,49% sampai dengan 84,69% untuk in vivo dan 72,22% sampai dengan 86,49% untuk in vitro), tetapi tingkat polispermia pada fertilisasi in vitro (19,12%), lebih tinggi jika dibandingkan in vivo (2,93%; P<0,05).