Pengawetan bambu betung (dendrocalamus asper (schult.f.) Backer ex Heyne) dan bambu hitam (gigantocloa atroviolacea Widjaja) secara boucherie dengan senyawa boron
View/ Open
Date
1998Author
Hayu, Sri Wiwara
Tobing, Togar L.
Nandika, Dodi
Metadata
Show full item recordAbstract
Bambu betung (Dendrocalamus asper (Schult. f.) Backer ex Heyne) dan Bambu Hitam (Gigantochloa atroviolacea Widjaja) merupakan dua jenis bambu yang tumbuh di berbagai daerah di Indonesia dan sangat potensial digunakan untuk berbagai keperluan masyarakat. Namun demikian, dua jenis bambu tersebut rentan terhadap serangan hama perusak kayu. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya pengawetan kedua jenis bambu tersebut untuk meningkatkan umur pakainya. Menurut Liese (1980), pengawetan secara Boucherie merupakan metode yang terbukti efektif untuk mengawetkan bambu segar tebang. Dalam penelitian Arinana (1997), buluh bambu betung dapat terawetkan seluruhnya dalam empat hari pengawetan secara Boucherie dengan posisi buluh berdiri (tinggi buluh 1310,67 cm). Sedangkan Tektonia (1998) dalam penelitiannya melaporkan bahwa buluh bambu sembilang (Dendrocalamus giganteus Munro) sepanjang 2016,31 cm dapat terawetkan sampai ke ujung selama empat hari. Sementara itu pengaruh posisi buluh bambu dalam proses pengawetan metode Boucherie terhadap penetrasi bahan pengawet belum diketahui.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pengawetan bambu betung dan bambu hitam secara Boucherie menggunakan senyawa Boron dengan konsentrasi 5% pada posisi buluh berdiri dan rebah. Tingkat efektivitas pengawetan diukur melalui penetrasi longitudinal senyawa Boron pada contoh uji.
Collections
- UT - Forestry Products [2380]