Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Sekitar Pulau Batam, Riau
Abstract
Terumbu karang merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia dimana kuantitas dan kualitasnya sangat mengesankan. Disamping itu terumbu karang mempunyai fungsi ekologis sebagai daerah asuhan, tempat mencari makan, tempat berpijah dan tempat persembunyian biota laut lainnya. Dengan ditetapkannya Pulau Batam sebagai kawasan industri, maka besar kemungkinan perairan disekitar Pulau Batam akan mengalami tekanan ekologis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keadaan/ kondisi ekosistem terumbu karang di perairan sekitar Pulau Batam berdasarkan life forin saat itu sehingga dapat memberikan masukan dalam pengelolaan terumbu karang secara tepat dan benar. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 3,4,6,7,8,12,13 dan 14 April 2003 diperairan sekitar Pulau Batarn yang meliputi daerah I (Pulau Lengkang), daerah I1 (Pulau Abang Kecil) dan daerah 111 (Pulau Ngenang). Pengamatan habitat dasar penyusun ekosistem terumbu karang menggunakan metode transek garis menyinggung (Line Intercept Transect) dan tipe substrat dasar dicatat menggunakan bentuk pertumbuhan (Life Form) sesuai klasifikasi English. Et al, (1994). Parameter fisika-kimia perairan yang terukur pada lokasi penelitian meliputi: suhu, salinitas, kecerahan, kecepatan arus, derajat keasarnan (pH), masih dalam kisaran optimum pertumbuhan biota karang. Secara umum dapat dilihat bahwa penutupan karang batu di kedalaman 3 meter dikategorikan dalam keadaan baik berdasarkan kriteria Gomez dan Yap (1988). Adanya habitat penyusun ekosistem terumbu karang di daerah I (Utara Pulau Batam) lebih rendah nilai penutupan karang batunya jika dibandingkan dengan daerah I1 (Selatan Pulau Batam) dan daerah 111 Timur Pulau Batam). Posisi daerah I yang berdekatan dengan pesisir Pulau Batam, dimana terdapat pelabuhan internasional Sekupang dengan intensitas kapal yang berlabuh cukup banyak sehingga mempengaruhi kualitas perairan disekitar stasiun pengamatan. Daerah ini juga banyak ditemukan pabrik dan doking kapal yang membuang limbahnya langsung keperairan. Aktifitas didarat ini akan membatasi perkembangan karang. Hal ini dapat dilihat dari stasiun 2 (Selatan Pulau Lengkang) lebih rendah penutupan karang kerasnya dibandingkan dengan stasiun 1 (Utara Pulau Lengkang) walaupun kedua stasiun berada pada pulau yang sama di daerah I (Utara PuIau Batam). Berbeda dengan daerah I1 (Selatan PuIau Batam) yang jauh dari daratan Pulau Batam, karang yang ditemukan cenderung lebih baik karena sedikitnya tekanan ekologis yang berasal dari darat. Sedangkan daerah 111 (Timur Pulau Batim) penutupan karangnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah I (Utara Pulau Batam) dan daerah I1 ( Selatan Pulau Batam), walupun posisinya lebih tertutup (diantara Pulau Batam dan Pulau Bintan). Daerah ini juga mendapat tekanan dari Pulau Batam dimana terdapat pelabuhan regional Telaga Pungkur, doking kapal serta pabrik yang membuang hbahnya langsung ke perairan, tetapi pencemaran ini sedikit dapat dihindari dengan adanya arus yang kecepatannya cukup tinggi melewati daerah ini. Kestabilan komunitas pada kedalaman ini dapat dilihat dari nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman yang tinggi dimana jumlah individu tiap life form yang ada tidak terlalu berbeda dan indeks dominansinya rendah, yang berarti pada kedalaman ini tidak ada lifeform yang mendominasi. Adanya korelasi positif antara persen penutupan karang batu, keanekaragaman dengan kecepatan arus. Serta salinitas, pH, kecerahan dengan keseragaman di stasiun pengamatan, hal ini didukung dengan hasil Analisis Komponen Utama (PCA) di kedalaman 3 meter. Berbeda dengan kedalaman 10 meter, secara umum pada kedalaman ini dapat dikategorikan dalam keadaan sedang berdasarkan kriteria Gomez dan Yap (1988). Dimana ditemukan penutupan karang keras tertinggi berada pada daerah I1 (Selatan Pulau Batam) jika dibandingkan dengan daerah I (Utara Pulau Batam) dan daerah I11 (Timur Pulau Batam). Tingginya penutupan karang di daerah ini karena posisi stasiun pengamatan yang jauh dari &etas di Pulau Fatam, sehingga daerah ini merupakan yang terbaik di kedalaman 10 meter. Keadaan ini didukung dengan tingkat kecerahan perairan yang cukup tinggi, sehingga memungkinhn karang untuk tumbuh dan berkembang. Sedangkan di daerah I (Utara Pulau Batam) dan daeral~I1 1 (Tin~urP ulau Batam) nilai penutupan karang batunya hampir sama. Ini dikarenakan posisi kadua daerah yang dekat dengan Pulau Batam sehingga secara tidak langsung aktifitas yang te qadi di Pulau Batam akan mempengaruhi kondisi karang antara lain : reklamasi psisir pantai Batam, doking kapal, pembuangan limbah pabrik dan penambangan pasir laut di perairan Pulau Batam. Komunitas yang relatif stabil pada kedalaman 10 meter hanya dijumpai pada daerah I1 (Selatan Pulau Batam) pada stasiun 6 (Utara Pulau Abang Kecil). Sedangkan stasiun yang lainnya masuk dalam keadaan yang labil, dimana keseragaman life form karangnya sedang dan dominminya rendah. Adanya korelasi positif antara keanekaragaman, keseragaman dengan kecerahan dan pH, penutupan karang batu, salinitas dengan kecepatan arus, serta suhu dengan mortalitas dan dominansi. Hal ini didukung oleh hasil Analisis Komponen Utama (PCA) di kedalaman 10 meter.