Fortifikasi Protein dan Kalsium Bagiak Khas Banyuwangi dengan Konsentrat Protein Ikan (KPI) dan Tepung Tulang Ikan
Abstract
Makanan ringan sering dianggap sebagai camilan dan bukan sebagai makanan utama, namun mempunyai peran sangat penting dalam memengaruhi pola makan dan kualitas diet masyarakat. Kebiasaan ngemil (snacking), terkait dengan jenis dan jumlah makanan ringan yang dikonsumsi, memiliki dampak signifikan pada status gizi dan kesehatan. Hasil studi dari Snapcart menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia cenderung memilih makanan ringan yang kurang sehat dan tinggi kalori. Ini merupakan tantangan serius bagi pelaku usaha makanan ringan, bagaimana mengembangkan variasi makanan ringan yang lebih sehat. Tantangannya melibatkan pengembangan produk camilan yang lebih kaya gizi dengan mengurangi kandungan gula, garam, dan lemak, menambahkan protein, serat pangan, vitamin, dan mineral, serta menggabungkan bahan pangan lokal fungsional yang memiliki manfaat kesehatan. Food Review Indonesia (2023) melaporkan, sebagaimana ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization, WHO) angka prevalensi tengkes (stunting) yang menjadi target global adalah di bawah 20%. Sedangkan di Indonesia, kasus tengkes masih berada di atas target global tersebut. Untuk itu, perlu edukasi yang lebih masif terutama pada konsumsi pangan ringan sebagai upaya menurunkan angka tengkes. Konsumsi pangan ringan yang lebih menyehatkan bisa menjadi salah satu alternative. Bagiak merupakan sejenis biskuit yang terbuat dari tepung sagu, tepung tapioka, tepung pati garut, gula dan bahan lainnya. Jajanan bagiak merupakan oleh-oleh khas Banyuwangi yang disukai baik anak-anak maupun dewasa. Bagiak memiliki kandungan gizi karbohidrat yang tinggi namun rendah protein. Peningkatan gizi melalui diversifikasi produk berbasis KPI dan tepung tulang ikan lele diharapkan menjadi suatu inovasi dalam rangka meningkatkan added value atau nilai tambah dari jajanan suku osing bagiak. Volume produksi ikan lele di kabupaten Banyuwangi pada tahun 2020 4.574.327 kg, meningkat 6,29% di tahun 2021 menjadi 4.862.355 kg. Ketersediaan ikan lele di Banyuwangi kemudian dimanfaatkan dengan mengolahnya menjadi konsentrat protein ikan dan tepung tulang sebagai salah satu alternatif sumber protein dan kalsium hewani pada formulasi bagiak. Penelitian ini bertujuan (1) Menentukan metode terbaik pada pembuatan konsentrat protein ikan (KPI) tipe A berbahan baku ikan lele dengan faktor jenis pelarut dan pengulangan ekstraksi yang berbeda, serta evaluasi terhadap karakteristik fisikokimia dari KPI terbaik. (2) Mencari metode penepungan terbaik pada pembuatan tepung tulang ikan lele menggunakan metode pressure cooker dan metode ekstraksi asam basa. Penelitian ini juga mengevaluasi karakteristik fisik dan kimia tepung tulang ikan lele terbaik yang dihasilkan dari masingmasing metode penepungan. (3) Menentukan formula terpilih hasil substitusi konsentrat protein ikan lele terhadap tepung sagu, tepung tapioka dan tepung pati garut serta penambahan tepung tulang ikan lele pada biskuit bagiak, mengevaluasi karakteristik fisik, kesesuaian parameter mutu SNI biskuit serta membandingkan biskuit bagiak formula terpilih dengan biskuit bagiak produk komersial. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah pembuatan konsentrat protein ikan menggunakan metode Swedia yang dimodifikasi dengan perlakuan jenis pelarut (isopropil alkohol dan etanol) dan pengulangan ekstraksi (1,2,3 kali). Tahap kedua adalah pembuatan tepung tulang ikan dengan perlakuan metode pressure cooker dan metode ekstraksi asam basa. Tahap ketiga adalah aplikasi pembuatan biskuit bagiak dengan substitusi KPI dan tepung tulang ikan terhadap tepung sagu, tepung tapioka, dan tepung pati garut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode terbaik pada pembuatan konsentrat protein ikan tipe A adalah menggunakan pelarut isopropil alkohol dengan pengulangan ekstraksi 3 kali. KPI yang dihasilkan adalah KPI tipe A, dengan kadar protein 83,10±0,92% dan kadar lemak 0,20±0,04%. Karakterisitik fisik dan kimia KPI terpilih memiliki derajat putih 85,10±0,08%, daya serap air 6,48±0,04 g/mL, daya serap minyak 6,05±0,09 g/mL, kadar air 5,34±0,27%, kadar abu 0,67±0,50%, dan kadar karbohidrat 10,69±0,39%. KPI terpilih memiliki 8 jenis asam amino esensial dan 7 asam amino non esensial. Asam amino esensial tertinggi adalah L-leusin 93,51 mg/g, L-lisin 82,81 mg/g dan L-arginin 81,18 mg/g. Asam amino non esensial tertinggi adalah L-asam glutamat 147,08 mg/g. Metode penepungan terbaik pada pembuatan tepung tulang ikan lele adalah metode ekstraksi asam basa, dengan jumlah kalsium 323,81 mg/g. Karakteristik fisik dan kimia tepung tulang ikan lele terpilih memiliki derajat putih 94,65±1,96%, daya serap air 8,36±0,14 g/mL, daya serap minyak 6,47±0,31 g/mL, kadar air 4,17±0,35%, kadar abu 85,88±0,72%, kadar protein 1,48±0,18%, kadar lemak 1,27±0,38%. Formula bagiak terpilih hasil substitusi konsentrat protein ikan dan tepung tulang ikan lele terhadap tepung sagu, tepung tapioka dan tepung pati garut adalah formula A1B3 yaitu formulasi KPI 10% dan tepung tulang ikan 3%. Formulasi bagiak terpilih menghasilkan kandungan protein 10,90±0,01%, 272,01% lebih besar daripada bagiak kontrol dan 548,81% lebih besar daripada bagiak komersial. Kandungan kalsium bagiak terpilih adalah 572,32 mg/100g, 468,96% lebih besar daripada bagiak kontrol dan 1.869,44% lebih besar daripada bagiak komersial. Hasil pengujian bagiak terpilih parameter kadar air 4,25%, Angka lempeng total aerob <2.500 koloni/g, Enterobacteriaceae <10 koloni/g, Salmonella spp negatif/25g, Staphylococcus aureus <10 koloni/g, cemaran logam berat (Timbal (Pb) 0,3424 mg/Kg, Kadmium (Cd) 0,0182 mg/Kg, Timah (Sn) 0,0624 mg/kg, Merkuri (Hg) 0,0478 mg/kg, dan Arsen (As) 0,0260 mg/kg. Hasil pengujian memenuhi persyaratan mutu SNI Biskuit, SNI 2973:2022. Nilai gizi protein dan kalsium bagiak terpilih pada kelompok umum per takaran saji adalah 11 g protein dan 572 mg/100g kalsium, sedangkan AKG (Angka Kecukupan Gizi) per takaran saji (dalam satu kemasan 100g) adalah 18% protein dan 52% kalsium. Ketentuan batas toleransi hasil analisis zat gizi untuk produk tanpa klaim adalah sekurang-kurangnya 80% dari nilai yang tercantum dalam tabel Informasi Nilai Gizi (ING). Batas toleransi nilai gizi protein dan kalsium pada bagiak terpilih adalah 100% sehingga sudah memenuhi syarat produk tanpa klaim sesuai yang tercantum dalam tabel acuan ING. Snacks are often considered as treats rather than main meals, yet they play a crucial role in influencing eating patterns and the overall diet quality of a society. Snacking habits, in terms of the types and amounts of snacks consumed, have a significant impact on nutritional status and health. Snapcart's study results indicate that a considerable portion of the Indonesian population tends to choose unhealthy and high-calorie snacks. This poses a serious challenge for snack industry players in developing healthier snack options. The challenge involves creating snack products that are nutritionally rich by reducing sugar, salt, and fat content, adding protein, dietary fiber, vitamins, and minerals, and incorporating functional local ingredients with health benefits. According to Food Review Indonesia (2023), as set by the World Health Organization (WHO), the global target prevalence for stunting is below 20%. However, in Indonesia, stunting cases still exceed this global target. Therefore, there is a need for more extensive education, especially regarding the consumption of snacks, as an effort to reduce stunting rates. Opting for healthier snack consumption can be one alternative. Bagiak is a type of biscuit made from sago flour, tapioca flour, arrowroot starch, sugar, and other ingredients. Bagiak snacks are a typical souvenir from Banyuwangi enjoyed by both children and adults. Bagiak has a high carbohydrate content but low protein. Improving nutrition through product diversification based on Fish Protein Concentrate (KPI) and catfish bone flour is expected to be an innovation in increasing the added value of Osing ethnic snacks, specifically bagiak. The catfish production volume in Banyuwangi in 2020 was 4,574,327 kg, increasing by 6.29% in 2021 to reach 4,862,355 kg. The availability of catfish in Banyuwangi is then utilized by processing it into fish protein concentrate and bone flour as an alternative source of animal protein and calcium in bagiak formulations. This research aimed to (1) determine the best method for making Type A fish protein concentrate (FPC) using catfish as raw material, considering different solvents and extraction repetitions, and evaluate the physicochemical characteristics of the best FPC. (2) Identify the best milling method for making catfish bone flour using the pressure cooker method and acid-base extraction method. This research also evaluates the physical and chemical characteristics of the best catfish bone flour produced by each milling method. (3) Determine the selected formula resulting from the substitution of catfish protein concentrate and catfish bone flour for sago flour, tapioca flour, and arrowroot starch, as well as the addition of catfish bone flour to bagiak biscuits, evaluate the physical characteristics, compliance with the quality parameters of the biscuit national standard (SNI), and compare the selected formula bagiak biscuits with commercial bagiak biscuits. The research consisted of three stages. The first stage involved making fish protein concentrate using a modified Swedish method with different solvent treatments (isopropyl alcohol and ethanol) and extraction repetitions (1, 2, 3 times). The second stage included making catfish bone flour with treatments using the pressure cooker method and the acid-base extraction method. The third stage involved the application of making bagiak biscuits with the substitution of fish protein concentrate and catfish bone flour for sago flour, tapioca flour, and arrowroot starch. The results showed that the best method for making Type A fish protein concentrate was using isopropyl alcohol as the solvent with three extraction repetitions. The resulting FPC was Type A, with a protein content of 83.10±0.92% and fat content of 0.20±0.04%. The physical and chemical characteristics of the selected FPC had a whiteness degree of 85.10±0.08%, water absorption capacity of 6.48±0.04 g/mL, oil absorption capacity of 6.05±0.09 g/mL, water content of 5.34±0.27%, ash content of 0.67±0.50%, and carbohydrate content of 10.69±0.39%. The selected FPC contained 8 essential amino acids and 7 non-essential amino acids. The highest essential amino acids were L-leucine at 93.51 mg/g, L-lysine at 82.81 mg/g, and L-arginine at 81.18 mg/g. The highest non-essential amino acid was Lglutamic acid at 147.08 mg/g. The best milling method for making catfish bone flour was the acid-base extraction method, resulting in a calcium content of 323.81 mg/g. The physical and chemical characteristics of the selected catfish bone flour had a whiteness degree of 94.65±1.96%, water absorption capacity of 8.36±0.14 g/mL, oil absorption capacity of 6.47±0.31 g/mL, water content of 4.17±0.35%, ash content of 85.88±0.72%, protein content of 1.48±0.18%, and fat content of 1.27±0.38%. The selected bagiak formula resulting from the substitution of catfish protein concentrate and catfish bone flour for sago flour, tapioca flour, and arrowroot starch was the A1B3 formula, with 10% fish protein concentrate and 3% catfish bone flour. The selected bagiak formula produced a protein content of 10.90±0.01%, 272,01% higher than the control bagiak and 548,81% higher than the commercial bagiak. The calcium content of the selected bagiak was 572.32 mg/100g, 468,96% higher than the control bagiak and 1.869,44% higher than the commercial bagiak. The test results for the selected bagiak parameters were 4.25% water content, total aerobic plate count <2,500 colonies/g, Enterobacteriaceae <10 colonies/g, negative Salmonella spp/25g, Staphylococcus aureus <10 colonies/g, heavy metal contamination (Lead (Pb) 0.3424 mg/Kg, Cadmium (Cd) 0.0182 mg/Kg, Tin (Sn) 0.0624 mg/Kg, Mercury (Hg) 0.0478 mg/Kg, and Arsenic (As) 0.0260 mg/Kg). The test results met the quality requirements of the SNI Biscuit, SNI 2973:2022. The nutritional values of protein and calcium for the selected bagiak in the general group per serving size were 11 g of protein and 572 mg/100g of calcium, while the Recommended Nutrient Intake (RNI) per serving size (in one 100g package) was 18% protein and 52% calcium. The tolerance limits for nutritional analysis of products without claims were at least 80% of the values listed in the Nutrition Information Table (ING). The tolerance limits for protein and calcium nutritional values in the selected bagiak were 100%, meeting the requirements for products without claims as stated in the reference table ING.
Collections
- MT - Fisheries [3019]