Kawin berulang sebagai salah satu penyebab gangguan reproduksi pada sapi perah dan pengobatan dengan menggunakan antibiotik
View/ Open
Date
1989Author
Pratiwi, Dasa
Achjadi, R Kurnia
Noordin, Muchidin
Purwantara, Bambang
Metadata
Show full item recordAbstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan penggunaan antibiotika intra uterine terhadap kejadian kawin berulang yang diduga disebabkan oleh kuman aspesifik.
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bogor pada sapi rakyat milik anggota Koperasi Produksi Susu (KPS) Bogor.
Kerugian ekonomi yang tak terlihat masih merupakan salah satu dilema yang kurang diperhatikan oleh peternak rakyat dimana peternak hanya berfikiran dari segi air susunya saja tanpa memperhatikan selang kelahiran (calving interval). Kerugian ekonomis akibat gangguan. reproduksi merupakan hambatan yang paling besar dalam rangka meningkat- kan populasi ternak. Salah satu gangguan reproduksi yang jarang diperhatikan adalah kawin berulang dengan siklus berahi normal.
Kawin berulang pada sapi betina yang mempunyai siklus berahi normal atau hampir normal tetapi setelah dua, tiga kali atau lebih dikawinkan dengan pejantan atau kawin suntik tetap tidak menunjukan tanda-tanda kebuntingan. Kasus ini banyak terjadi di lapangan dan diduga sebagai penyebabnya adalah jasad renik atau kuman aspesifik yang bermukim di dalam rahim.
Akan tetapi ada beberapa pendapat mengatakan kawin berulang disebabkan oleh kegagalan fertilisasi, kematian embrio dini, kelainan anatomi saluran reproduksi yang ber- sifat kongenital atau genetik, kelainan ova dan spermatozoa yang bersifat kongenital atau genetik, proses perbarahan atau traumatika, gangguan hormonal, manajerial atau pakan.
Kejadian di lapangan pada sapi, dengan anamnese dua, tiga kali atau lebih diinseminasi tidak bunting dan setelah dilakukan palpasi perektal tidak teraba kelainan organ reproduksi baik pada uterus ataupun ovarium. Kemungkinan yang sangat mencurigakan dan menunjang hal ini adalah adanya jasad renik atau kuman aspesifik sehingga suasana uterus tidak menunjang untuk terjadinya konseptus atau im- plantasi. Mungkin pula adanya kematian embrio dini dibawah 14 hari setelah diinseminasi tanpa disertai perubahan dari siklus berahinya.
Penelitian ini dilakukan pada 14 ekor sapi yang mengalami kawin berulang, diobati dengan antibiotika (Strep- tophen 2.5 cc yang diencerkan dengan aquadest steril hingga 10 co atau Metritin 10 cc). Setelah diobati kemudian di- tunggu sampai menunjukkan gejala berahi dan baru dilakukan inseminasi buatan (IB), setelah dua atau tiga bulan baru…dst