Penanggulangan dan evaluasi kasus coprus luteumpersisten pada sapi perah : ( Studi kasus di KPS - Bogor )
View/ Open
Date
1989Author
Fong, Wong Kiuk
Djojosudarmo, Suharto
Noordin, Muchidin
Metadata
Show full item recordAbstract
ipta m Corpus Luteum Persisten (CLP) atau Corpus Luteum Pseudograviditatum adalah suatu keadaan dimana seharusnya corpus luteum yang terbentuk mengalami regresi apabila tidak terjadi kebuntingan, tetapi dalam hal ini corpus luteum justru tetap bertahan hidup. Dengan tertahannya corpus luteum maka produksi hormon progesteron terus berlangsung dan tetap disekresikan akibatnya siklus berahi hewan tersebut menjadi terhenti.
Tujuan pengamatan ini adalah untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) pada sapi perah setelah petanggulangan CLP, berdasarkan angka konsepsi (CR) dan jumlah inseminasi per kebuntingan (S/C).
Pengambilan data dilakukan di wilayah kerja KPS-Bogor pada bulan September 1988 sampai dengan September 1989. Dengan materi sapi perah betina dewasa milik peternak sebanyak 74 ekor.
Secara keseluruhan dari 74 ekor yang ditanggulangi ternyata 57 ekor bunting (35 ekor bunting pada IB I, 20 ekor bunting pada IB II dan 2 ekor bunting pada IB III), dijual 8 ekor dan belum bunting setelah di IB lebih dari tiga kali 9 ekor. Sehingga keberhasilan untuk menjadi bunting adalah 88,89 prosen dengan CR 58, 11 prosen dan S/C 1,69. Dalam perhitungan ini, sapi yang dijual oleh pemiliknya sebelum dilakukan evaluasi keberhasilan dinyatakan bunting sehingga masuk perhitungan CR, sedangkan sapi yang belum bunting dianggap mendapatkan servis IB lebih dari tiga kali dalam perhitungan S/C.
Dari beberapa perlakuan dalam penanggulangan CLP yang diamati, perlakuan dengan enukleasi dari 31 ekor yang ditanggulangi 24 ekor bunting (18 ekor bunting pada IB I dan 6 ekor bunting pada IB II), dijual 3 ekor dan belum bunting setelah tiga kali IB sebanyak 4 ekor, sehingga keberhasilan untuk menjadi bunting adalah 87,10 prosen dengan CR 67,74 prosen dan S/C 1,58.
Perlakuan dengan enukleasi disertai pemberian antibiotika, dari 12 ekor yang ditanggulangi 9 ekor bunting (5 ekor bunting pada IB I dan 4 ekor bunting pada IB II dan dijual 3 ekor sehingga semuanya dapat dinyatakan bunting 100 prosen dengan CR 66,67 prosen dan S/C 1,33.
Perlakuan dengan pemberian prostaglandin, dari 22 ekor yang ditanggulangi 17 ekor diantaranya bunting (8 ekor bunting pada IB I, 7 ekor bunting pada IB II dan 2 ekor bunting pada IB III), dijual seekor dan belum bunting 4 ekor sehingga keberhasilan untuk menjadi bunting adalah 81,82 prosen dengan CR 40,90 prosen dan S/C 2,05…dst