Analisis finansial dengan metoda titik impas pada perkebunan teh negara dan swasta : studi kasus pada Perkebunan Malabar PT Perkebunan XIII dan Kertasarie Estate PT.PP. London Sumtra
Abstract
Kedua perkebunan yang diambil sebagai kasus terletak pada lokasi yang berdekatan, yaitu di dataran tinggi Pengalengan. Sehingga potensi produksi kedua perkebunan sebenar-ya sama, karena jenis tanah dan lainnya tidak banyak berbeda. Kenyataannya selama lima tahun terakhir ini perkebunan Malabar selalu mempunyai produktivitas kebun yang le- bih tinggi dari Kertasarie Estate, perkebunan Malabar rata- rata setiap tahunnya mempunyai produktivitas sebesar 2 336,80 kilogram teh hitam untuk setiap hektarnya, sedang Kertasarie Estate hanya sebesar 1 777,84 kilogram.
Dalam pengelolaan perkebunan, jenis kegiatan yang dilakukan kedua kebun boleh dikatakan sama, dan ini dapat dilihat dengan pengelompokkan biaya yang sama atas dasar fungsi-fungsi pokok dalam perusahaan, yaitu biaya tanaman, biaya pengolahan dan biaya umum. Perbedaan yang ada adalah menyangkut jumlah biaya yang dikeluarkan untuk setiap fungsi, dimana perkebunan Malabar selalu lebih rendah pengeluarannya untuk setiap kilogram teh yang dihasilkannya pada biaya tanaman dan biaya pengolahan, rata-rata perkebunan Malabar mengeluarkan biaya tanaman sebesar Rp 376,68 dan Kertasarie Estate sebesar Rp 552,71 dan biaya pengolahah perkebunan Malabar sebesar Rp 223,82 dan Kertasarie Estate Rp 453,07. Untuk biaya umum perkebunan Malabar selalu lebih besar dari Kertasarie Estate, yaitu sebesar Rp 241,96 sedang Kertasarie hanya sebesar Rp 182,55 untuk setiap kilogram teh yang dihasilkannya. Akibatnya harga pokok teh yang dihasilkan perkebunan Malabar selalu lebih rendah dari pada Kertasarie Estate, perkebunan Malabar mempunyai harga pokok sebesar Rp 842,47 dan Kertasarie Estate sebesar Rp 1 188,37...