Identifikasi Dan Pengukuran Potensi Limbah Pemanenan Kayu (Studi Kasus Di Pt. Austral Byna, Propinsi Kalimantan Tengah)
Abstract
Limbah pemanenan kayu sering timbul akibat kesalahan teknis dilapangan dan juga akibat kebijakan perencanaan pemanenan yang kurang tepat. Keberadaan limbah ini sering kali diabaikan, karena pemanfaatan dianggap menyulitkan dan mahal. Padahal pemanfaatan limbah pemanenan dapat memaksimalkan potensi tegakan dan dapat mengurangi luasan tegakan untuk menghasilkan volume produksi dalam jumlah yang sama. Limbah pemanenan kayu juga erat kaitannya dengan faktor eksploitasi. Makin besar limbah eksploitasi yang terjadi, berarti faktor eksploitasi semakin kecil. Oleh karena itu perlu diketahui klasifikasi dan potensi limbah yang terjadi serta kemungkinan pemanfaatannya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan besarnya limbah pemanenan kayu yang terjadi di petak tebang, jalan sarad, tempat pengumpulan kayu (TPn), jalan angkutan dan TPK atau logpond, mengetahui pengaruh kemiringan lereng dan diameter pohon yang ditebang terhadap besarnya limbah akibat kegiatan penebangan kayu dan menentukan faktor eksploitasi kegiatan pemanenan kayu. Limbah yang terjadi di petak tebang adalah limbah yang berasal dari pohon yang ditebang yaitu limbah yang ditinggalkan karena berbagai sebab seperti, adanya cacat pada kayu atau ukuran kayu yang tidak memenuhi syarat. Limbah diukur pada dua petak contoh yaitu CT 53 dan CU 52, data limbah yang diambil berdasarkan ukuran diameter pohon (60-70 cm, 70-80 cm, 80 cm up) dan kemiringan lereng tempat tebang (0-15%, 15-25% dan > 25%). Limbah akibat kegiatan penebangan yang diukur adalah limbah tunggak, batang bebas cabang, cabang batang utama, cabang dari cabang batang utama dan ranting. Limbah penyaradan adalah limbah yang terjadi sebagai akibat dari kegiatan penyaradan yang berupa batang bebas cabang, limbah potongan pendek dan limbah kayu lainnya (pohon yang berdiameter kecil) yang tertinggal atau terdapat di sepanjang jalan sarad, pengamatan limbah pada jalan sarad dilakukan pada 4 petak tebang yaitu CU 52, CU 53, CW 50 dan CX 50. Limbah TPn adalah limbah yang terjadi di TPn dapat berbentuk sisa pemotongan bagian pangkal dan bagian ujung pohon kayu gelondongan atau berupa kayu yang mengandung cacat yaitu antara lain gerowong, busuk empulur, pecah, mata buaya, muntir (twist) dan lain-lain. Bentuk limbah di TPn lainnya adalah kayu gelondongan utuh dengan kondisi dan kualitas baik, tetapi merupakan sisa pengangkutan yang jumlahnya sangat sedikit, sehingga ditinggalkan begitu saja di TPn karena alasan ekonomis. Limbah jalan angkutan adalah limbah yang terjadi selama proses pengangkutan dari TPn menuju ke TPK akhir tempat perakitan kayu. Faktor eksploitasi diperoleh dengan perhitungan potensi pohon yang dimanfaatkan dibandingkan dengan potensi pohon yang diperkirakan dapat dimanfaatkan. Limbah penebangan dihasilkan sebesar 6,64 m3/pohon yang didominasi oleh limbah cabang batang utama sebesar 32,38 % dan limbah yang paling kecil dihasilkan limbah ranting sebesar 9,19 %. Limbah yang terjadi dipetak tebang disebabkan kemungkinan keragaman jenis pohon yang ditebang, diameter pohon, bentuk dari masing-masing percabangan yang juga berbeda antara jenis-jenis pohon yang ditebang dan keterampilan operator. Limbah akibat kegiatan penyaradan adalah sebesar 462,14 m3 dengan volume limbah rata-rata adalah 4,72 m3. Limbah yang paling besar terdapat dipetak CU 53 dihasilkan sebesar 35,48 % dengan volume rata-rata adalah 2,27 m3 dan yang paling kecil dengan volume rata-rata sebesar 0,63 m3 pada petak CX 50. Limbah yang terjadi ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain topografi jalan sarad, cuaca, kerapatan tegakan pada kedua petak ukur dan yang paling mempengaruhi adalah keterampilan operator penyarad. Limbah di TPn dihasilkan sebesar 169,361 m3 dengan volume total ratarata sebesar 21,170 m3/unit, yaitu limbah batang bebas cabang sebanyak 44 log dan limbah potongan pendek sebanyak 8 log dengan jumlah 8 unit TPn pengamatan. Limbah di TPn terjadi kemungkinan karena kayu didapati dalam kondisi cacat atau berupa potongan-potongan bagian ujung dan pangkal batang sehingga dianggap sebagai limbah, namun ada juga kayu yang ditemui dalam kondisi baik karena kayu yang terdapat di TPn tersebut kurang dari 1 rit pengangkutan sehingga kayu terpaksa ditinggalkan karena alasan ekonomis. Pada Jalan Angkutan volume total limbah kayu yang dihasilkan adalah sebesar 206,732 m3, dari jumlah kayu yang terdapat sebagai limbah yaitu sebanyak 26 log. Dengan kategori limbah yang dapat dimanfaatkan antara lain baik dan gerowong. Pada TPK/Logpond, volume total limbah yang terjadi yaitu sebesar 101,72 m3 (volume dihitung dengan cacat), dengan volume limbahnya dihasilkan sebesar 69,93 m3. Hasil sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perbedaan kelerengan dan diameter pohon yang ditebang tidak memberikan pengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap besarnya limbah yang terjadi. Penyebab kemungkinan tersebut diantaranya disebabkan oleh faktor-faktor lainnya yaitu antara lain kemampuan (skill) tenaga kerja yang melakukan penebangan. Salah satu bentuk alternatif pemanfaatan yang mungkin dilakukan adalah dengan mengolah kayu limbah menjadi produk yang mempunyai nilai jual yaitu terutama produk kayu gergajian yang disesuaikan dengan ukuran panjang dan diameter limbah. Beberapa bentuk industri pemanfaatan limbah yang dapat dijadikan alternatif tersebut adalah Portable Sawmill, Log Sawmill, Portable Chipper, gabungan Sawmill dan Chipper dan Particle Board Plant. Faktor Eksploitasi di PT. Austral Byna adalah sebesar 0,80 hal ini telah sesuai dengan yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan RI yang menggunakan faktor eksploitasi 0,8 dalam menentukan tingkat produksi tahunan, lima tahunan dan dua puluh tahunan.
Collections
- UT - Forest Products [2184]