Piramidisasi Gen Pengendali Karakter Daya Hasil Tinggi dan Tahan Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi
Date
2024-01-17Author
Ashan, Muh Aswad
Ardie, Sintho Wahyuning
Reflinur
Metadata
Show full item recordAbstract
Padi (Oryza sativa L.) merupakan bahan pokok utama sebagai pemenuhan setengah populasi dunia, khususnya di Tiongkok, India, Jepang dan Asia Tenggara. Akan tetapi, berbagai cekaman biotik dan abiotik menjadi faktor penghambat dalam budi daya padi yang secara signifikan dapat menyebabkan penurunan produksi. Hawar daun bakteri (HDB) yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) merupakan faktor biotik yang menyebabkan terjadinya penurunan produksi yang cukup besar pada pertanaman padi. Patogen penyebab penyakit HDB dapat menghasilkan droplet bakteri hawar daun, yang menjadi penyebab awal penurunan hasil gabah tanaman padi, oleh sebab itu perbaikan terhadap karakter ketahanan HDB dan daya hasil pada tanaman padi perlu terus diupayakan dalam rangka memenuhi kebutuhan beras nasional. Tersedianya sumber daya genetik yang membawa karakter ketahanan HDB dan daya hasil tinggi serta marka molekuler yang berasosiasi dengan kedua karakter tersebut membuka peluang baru bagi pemulia padi untuk melakukan piramidisasi gen dalam satu genotipe padi.
Piramida gen digunakan untuk memperoleh ketahanan dengan menggabungkan beberapa gen dalam satu tanaman. Perakitan galur elit dan varietas melalui strategi piramida gen dapat mengatasi patahnya ketahanan suatu varietas yang dibudidayakan dalam skala luas dan kurun waktu panjang serta plasma nutfah dengan ketahanan yang bersifat lama (durable) dapat dirakit. Piramida gen berbasis pendekatan metode pemuliaan konvensional sangat sulit untuk dilakukan dikarenakan adanya efek dominasi dan epistasis gen yang mengatur ketahanan terhadap suatu penyakit. Tersedianya marka molekuler yang terkait erat dengan gen target dapat membantu pemulia dalam menyeleksi secara tepat individu tanaman yang membawa gen target dalam suatu populasi. Selain itu, penggunaan marka molekuler dapat mengonfirmasi kesuksesan kombinasi gen secara tepat dan mempercepat siklus pemuliaan tanaman dalam kegiatan perbaikan karakter penting pada tanaman, termasuk karakter ketahanan terhadap penyakit dan daya hasil tinggi.
Beberapa varietas padi nasional dengan keunggulannya masing-masing sudah tersedia bagi masyarakat. Akan tetapi, Ciherang merupakan varietas padi yang paling populer dan ditanam secara luas oleh petani dengan luas area tanam mencapai 52% dari area tanaman padi di Indonesia. Mengingat preferensi konsumen terhadap varietas Ciherang lebih baik dibandingkan dengan varietas padi lainnya, maka perbaikan sifat-sifat tertentu terhadap varietas tersebut terus diupayakan, contohnya Inpari 32 yang merupakan salah satu varietas unggul nasional yang memiliki latar belakang genetik Ciherang. Selain itu, tersedianya galur-galur harapan padi yang membawa lokus terkait karakter hasil tinggi, yaitu galur Code-qTSN4 yang dirakit oleh peneliti BB Biogen, dapat menjadi dasar dalam upaya perbaikan karakter hasil pada varietas Inpari 32. Dasar pertimbangan penggunaan Inpari 32 dan galur Code-qTSN4 dalam perakitan piramidisasi gen pengendali HDB dan daya hasil tinggi yang dilakukan pada penelitian ini adalah bahwa varietas Code yang menjadi latar belakang genetik dari galur Code-qTSN4 diketahui memiliki beberapa gen ketahanan HDB, yaitu Xa4, dan Xa7. Sementara itu, Inpari 32 telah menjadi varietas padi populer pengganti Ciherang.
Penelitian ini terdiri atas dua percobaan, yaitu 1) konfirmasi keberadaan gen target pada genotipe tetua dan keberhasilan persilangan dua tetua berbasis marka molekuler, dan 2) seleksi galur padi populasi F2 yang membawa lokus qTSN4 dan beberapa gen Xa menggunakan marka molekuler. Tujuan dari percobaan pertama adalah mengonfirmasi keberadaan gen target pada genotipe tetua menggunakan penanda molekuler dan mengonfirmasi keberhasilan hibrida pada tanaman F1 yang dihasilkan dari tiga kombinasi persilangan Inpari 32 (tetua betina) dan tiga galur Code-qTSN4 (tetua jantan) menggunakan marka SSR. Penelitian ini berhasil mengonfirmasi introgresi gen ketahanan HDB pada Inpari 32 (Xa4, Xa7, dan Xa21) dan Code-qTSN4 (Xa4, dan Xa7). Introgresi QTL terkait hasil, qTSN4, dikonfirmasi dalam tiga galur Code-qTSN4 (A10-1, B12-2, dan A16-5) dengan penanda RM17483. Keberhasilan hibridisasi pada generasi F1 pada penelitian ini dilakukan menggunakan marka SSR yang dapat membedakan tetua betina (Inpari 32) dengan tetua jantan (A10-1, B12-2, A16-5) menggunakan marka SSR. Hasil penapisan 21 marka SSR menunjukkan 15 marka monomorfik, satu marka tidak teramplifikasi, dan lima marka polimorfik. Lima marka SSR polimorfik memberikan informasi bahwa F1 nomor 1, 2, 3, 4, dan 6 dari persilangan Inpari 32 x A10-1, F1 nomor 10 dari persilangan Inpari 32 x B12-2, dan F1 nomor 17 dan 18 dari persilangan Inpari 32 x A16-5 terkonfirmasi hibrida karena membawa pita dari kedua tetuanya, yakni Inpari 32 dan galur Code-qTSN4. Amplifikasi nomor-nomor F1 lainnya menggunakan kelima marka SSR hanya menghasilkan amplikon yang sama dengan Inpari 32 sebagai tetua betina yang menunjukkan telah terjadi penyerbukan sendiri. Persilangan Inpari 32 x A10-1 menghasilkan hibrida terbanyak, sehingga evaluasi lebih lanjut pada generasi F2 dilakukan pada populasi ini.
Percobaan kedua bertujuan untuk melakukan seleksi terhadap populasi F2 yang membawa lokus qTSN4 dan beberapa gen Xa berbantu marka molekuler. Materi genetik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua genotipe tetua, dan 200 individu F2 padi hasil persilangan Inpari 32 x A10-1. Seleksi multi karakter dalam penelitian ini menggunakan seleksi indeks terboboti berdasarkan karakter panjang malai, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, dan bobot gabah per rumpun. Persaamaan indeks seleksi yang digunakan pada penelitian ini, yaitu IS (indeks seleksi) = + panjang malai + jumlah gabah isi per malai + jumlah gabah hampa per malai + (2x bobot gabah per rumpun). Ukuran malai yang panjang, jumlah gabah per malai yang banyak, dan bobot gabah per rumpun yang tinggi merupakan karakter yang diinginkan dalam program pemuliaan padi. Hasil seleksi secara fenotipik menggunakan seleksi indeks terboboti menghasilkan 38 individu F2 padi terbaik dari persilangan Inpari 32 x A10-1. Hasil seleksi berbantu marka molekuler menghasilkan 34 individu yang membawa lokus qTSN4 dan beberapa gen Xa dengan nilai indeks seleksi berkisar antara -7,38-8,29. Selain itu, terdapat individu-individu F2 yang terseleksi secara fenotipik dengan indeks tinggi serta membawa lokus qTSN4 dan Xa, yakni 149b, 41b, 89b, 136b, 171b, 26b, dan 178b. Rice (Oryza sativa L.) is the leading staple food for half of the world's population, especially in China, India, Japan, and Southeast Asia. However, various biotic and abiotic stresses significantly reduced rice production. Bacterial leaf blight (BLB) disease, caused by Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) is a biotic factor causing significant yield losses in major rice-growing areas. It has been reported that BLB disease has become an epidemic in several rice cultivation sites in various countries. The pathogen that causes BLB disease can produce droplets of leaf blight bacteria, which is the initial cause of the decrease in rice grain yield. Therefore, the improvement of BLB resistance and yield must be taken into consideration to fulfill the national rice demand, which can be achieved through two strategies: improving HDB resistance characteristics and improving yield characteristics in rice plants. The availability of genetic resources that carry the characteristics of HDB resistance and high yield and molecular markers associated with these two characters opens up new opportunities for rice breeders to combine these genes (gene pyramiding) in one rice plant genotype.
Gene pyramiding is used to obtain resistance by combining several or many genes in one variety. The development of elite lines and varieties through the gene pyramiding strategy can overcome the breakdown of resistance when a variety is cultivated on a large scale over a long period and thus, germplasm with durable disease resistance can be developed. Gene pyramiding based on conventional breeding approaches faced difficulties in carrying out due to the presence of the dominance and epistasis effects on genes regulating disease resistance. The availability of molecular markers closely linked to targeted genes would help breeders select an individual plant carrying genes of interest in a population precisely. In addition, the use of molecular can confirm the success of gene combinations accurately and speed up the plant breeding cycle in activities related to the improvement of important plant characteristics, including disease resistance and high yield characteristics.
Several national rice varieties with their respective advantages are available. However, the Ciherang is the most popular among the rice varieties released to the public. This variety has been grown widely by farmers covering 52% of the rice planting area in Indonesia. Considering higher consumer preferences for the Ciherang variety over other rice varieties, efforts are being made to improve specific characteristics of this variety, for example, Inpari 32, one of the national superior varieties with a Ciherang genetic background. Apart from that, the availability of rice promising lines carrying a locus responsible for high yield trait, named the Code-qTSN4 line which was previously developed by BB Biogen researchers, has become an important breeding material to be used as a donor parent to improve the yield characteristics of the Inpari 32 variety. The use of Inpari 32 variety and the Code- qTSN4 line in pyramiding genes controlling BLB resistance and high yield traits conducted in the present study was considered since the Code variety as the genetic background of Code-qTSN4 line is known to have several BLB resistance genes, namely Xa4, and Xa7. Meanwhile, Inpari 32 has recently replaced Ciherang as a popular rice variety.
This research consisted of two experiments, 1) Confirmation of targeted genes presented in parent genotypes and the success of crosses between the parents based on molecular markers, and 2) selection of F2 rice population conferring locus qTSN4 and Xa genes using molecular markers. The first experiment aimed to confirm the presence of the target gene in the parental genotypes using molecular markers and to confirm the success of hybridity in the three F1 populations developed from Inpari 32 (female parents) and three Code-qTSN4 lines (male parents) crosses by using SSR markers. This research confirmed the introgression of BLB resistance genes in Inpari 32 (Xa4, Xa7, and Xa21) and Code-qTSN4 (Xa4, and Xa7). Introgression of the yield-associated locus qTSN4, was confirmed in three Code-qTSN4 lines (A10-1, B12-2, and A16-5) using marker RM17483. The successful hybridization in the F1 generation observed in the present study was carried out using SSR markers, which can differentiate female (Inpari 32) from male parents (A10-1, B12-2, A16-5). The screening results with 21 SSR markers showed 15 monomorphic markers, one marker resulted in no amplicon, and five polymorphic markers. Those five polymorphic SSR markers provide information that five F1 plants, i.e. numbers 1, 2, 3, 4, and 6 derived from the Inpari 32 x A10-1 cross, one plant, number 10 from the Inpari 32 x B12-2 cross, and two F1 plants, 17 and 18 from the Inpari 32 x A16-5 were confirmed as hybrids due to they carried specific bands from both the two parents: Inpari 32 and the Code-qTSN4 line. Amplification of other numbers of F1 plants using the five SSR markers produced only the same amplicon as Inpari 32 as the female parent, indicating that self-pollination had occurred. This study revealed that the Inpari 32 x A10-1 cross combination produced the most hybrid plant numbers compared to the other two cross combinations, thus further evaluation of the F2 generation was conducted in this population.
The second experiment used molecular markers to select the F2 population that carries locus qTSN4 and Xa genes. The genetic material used in this research consisted of two parental genotypes and 200 F2 rice individuals derived from the Inpari 32 x A10-1 cross. Multi-character selection in this study used weighted index selection based on the following characters: panicle length, number of filled grains per panicle, number of unfilled grains per panicle, and grain weight per hill. The selection index equation used in this research was SI (selection index) = + panicle length + number of filled grains per panicle + number of unfilled grains per panicle + (2x grain weight per hill). Long panicle size, large number of grains per panicle, and high grain weight per hill are desired characteristics in this rice breeding program, so the positive sign for these characters was used in calculating the selection index. The results of phenotypic selection using weighted index selection produced 38 of the best F2 rice individuals from the Inpari 32 x A10-1 cross. The results of selection assisted by molecular markers produced 34 individual plants carrying locus qTSN4 and Xa genes with selection index values ranging between -7,38-8,29. Apart from that, there were phenotypically selected F2 individual plants with a high index and have locus qTSN4 and Xa genes, namely 149b, 41b, 89b, 136b, 171b, 26b, and 178b.
Collections
- MT - Agriculture [3683]